17 - Berteman

328 38 4
                                    

Tak ada bacaan yang lebih menenangkan selain lantunan ayat suci Al-Qur'an. Kalam Allah yang indah dan sempurna, tiada keraguan di dalamnya. Maka sempatkanlah waktu untuk membaca kitabullah tersebut, renungi dan resapi, maka temukanlah ketenangan seiring waktu bergulir.

Sepanjang perjalanan pulang, Arjuna tak henti membaca surah-surah dalam Al-Qur'an yang telah ia hafal dan optimalkan. Walaupun lirih, keindahan suara pemuda tersebut masih bisa didengar oleh telinga Yulia. Keheningan ditambah angin malam yang masuk lewat kaca jendela membuat mata Yulia merasa berat. Akhirnya ia pun tenggelam dalam orbit mimpinya.

Arjuna menoleh dan sedikit terjingkat melihat posisi Yulia yang sudah tak etis dari pandangan mata. Dengkuran pelan yang terdengar dari bibir tipis sang gadis menggambarkan kelelahannya. Bagaimana tak lelah? Yulia sangat aktif berjalan untuk membeli berbagai macam barang dan makanan untuk ia nikmati atau sebagai buah tangan yang ingin dia bawakan untuk Alvin dan Zahra saat di alun-alun tadi.

Dengan perlahan dan penuh kehati-hatian Arjuna membuka sabuk pengaman Yulia setelah ia melepas miliknya. Matanya tak sengaja melihat wajah polos gadis itu yang sangat berbeda dari dirinya yang biasa. Lagi-lagi muncul rasa tak percaya, karena sekarang ia telah sah menjadi suami dari gadis yang ada didepannya saat ini. Wanita yang baru saja dia kenali, sekaligus dia benci karena sikap dan akhlaknya yang kadang membuat tak enak hati.

Duarrr!

Petir menggelegar dari luar sana. Saat itu pula Yulia memubuka matanya karena mengalami keterkejutan. Untuk kesekian kalinya mata mereka bertemu, saling memandang saling tertuju. Mata Arjuna menangkap bola mata Yulia yang coklat pekat serta bibirnya yang berwarna merah muda dan sedikit lembab. Jiwa kelaki-lakiannya tentu takjub melihat keindahan yang ada di depan matanya. Apalagi ini kali pertama ia melihat seorang wanita dengan jarak sedekat, seintens ini, seintim ini.

Tapi, bukankah semua orang berubah menjadi pengecut jika sudah berhadapan dengan gengsi?

Ceklek

Pengait yang menempel pada tubuh Yulia terlepas dalam waktu satu detik. Arjuna dengan cepat menjauhkan diri dan keluar dari mobil. Sebab kendaraan itu sudah sejak tadi berada di depan rumahnya, di pekarangan pesantren Al-Amanah. Sedangkan Yulia masih sibuk mengedarkan penglihatan serta menetralkan rona di pipinya. Ia juga mengalami salah tingkah yang sama seperti Arjuna.

Tak berapa lama, ia juga turun dari mobil dan memasuki rumah mereka.

"Saya mau mandi dulu" kata Juna sembari melepaskan kancing kemejanya satu-persatu.

"Terserah. Ngapain izin sama gue?" jawab Yulia yang kini membaringkan tubuhnya di ranjang. Jam yang tertempel di dinding sudah menunjukkan pukul setengah dua belas. Kondisi rumah yang sepi menjelaskan bahwa orang tua Arjuna sudah terlelap di kamar mereka.

"Jangan langsung tidur, ambil air wudhu dulu" kata Arjuna lagi tanpa melihat pada Yulia. Ia melangkahkan kakinya menuju kamar mandi dengan mengenakan kaos oblong putih yang tadi terlapis di dalam kemejanya.

"Bodo amat. Gue mau langsung tidur"

Arjuna menghentikan langkah dan berbalik melihat Yulia yang telah memejamkan mata. Kepalanya tak lagi terpasang hijab panjang yang tadi ia pakai. Namun gamis yang melekat pada tubuhnya masih setia bertengger di sana.

"Anak ini bahkan gak ganti baju dulu?" Batin Juna.

Juna melangkah mendatangi sang istri. Tanpa ragu ia melepas bantal guling yang gadis itu peluk erat dalam dekapannya. Yulia melotot keras karena aksi Arjuna itu.

"Apaan sih Jun! Ganggu aja sih" sergah Yulia lalu mendudukkan diri. Dari sorotan matanya saja sudah mengatakan bahwa ia merasa sangat jengkel sekarang.

ARJUNA.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang