31 - Plot-Twist

334 28 4
                                    

Aku pun berdiri dan menghela nafas pelan. Apapun itu, aku harus pergi dari tempat ini dan segera menyusul mas Juna. Namun baru sekali melangkah. Tiba-tiba...

"AAAAAAAAARRGGGGGGGHHHH-"

Aku bahkan tak mampu melanjutkan teriakanku karena mulutku sudah telanjur ditutup oleh tangan seseorang. Aku berharap ini hanya mimpi, namun semuanya semakin jelas saat aku dibawa lebih jauh dari tempat pertama kali aku berdiri. Aku diikat di sebuah kursi dengan keadaan mataku ditutup oleh seutas kain dengan sangat ketat. Apa untuk kedua kalinya aku diculik lagi?

"Lepaaas, lepasin! Siapa kamu?" Aku berteriak sembari menggeliatkan badanku.
"Mas Arjunaaaaa, mas Arjuna tolooonggg"

Dibandingkan takut, aku justru muak dengan keadaan seperti ini. Kenapa harus diculik lagi, sih?

Aku membeku saat tangan seseorang membuka ikatan pada penutup mataku. Aku langsung melihat ke belakang dan menemukan seseorang yang menggunakan pakaian serba hitam serta penutup muka yang hanya menampakkan mulut dan matanya saja, dia berlari secepat mungkin ke arah belakang. Kami bahkan belum sempat melakukan kontak mata.

"Heiiii, lepasin dulu ikatannya!! Woyyyy, kok kabur sih?" Jeritku menahan amarah. Aku seperti dipermainkan, sebab tak ada satu pun orang di tempat ini. Harusnya kan jika diculik, banyak penjaga yang mengelilingiku. Tapi ini, aku malah dibiarkan sendiri duduk terikat di depan jembatan.

Ya, jembatan. Aku baru saja melihat ke arah sekitar dan ternyata aku tepat di dekat sungai yang tadi kuceritakan. Sesuatu yang membuat tempat ini berbeda. Namun karena memang sudah tutup, tak ada hiasan apapun yang mengiringi ketenangannya.

"Apaan sih ini?" Aku bermonolog dengan jiwa yang pasrah. Ini sungguh-sungguh mengherankan.

Beberapa detik aku dibiarkan sendiri dalam kondisi tidak tahu apa-apa. Dalam situasi hati bingung sekaligus kesal. Hingga tiba-tiba saja satu persatu lampu yang berdiri tegak dengan jarak yang renggang di sekelilingku hidup. Dengan warna-warni yang cukup indah. Aku heran tentu saja, namun untuk hal yang seperti ini bukan mustahil dilakukan oleh pencuri profesional. Dia mungkin melakukan sesuatu agar bisa mengambil alih lampu di tempat ini. Apa dia akan menyiksaku secara kejam? Dia seorang psychopat, kan?

Aku tertunduk lesu. Rasanya sudah tidak ada harapan lagi untukku terlalu banyak berteriak. Aku putuskan untuk berdoa, berharap, dan percaya saja pada kehendak Allah. Aku bahkan tak tahu bagaimana keadaan mas Juna saat ini.

Tiba-tiba aku merasakan tangan seseorang menyentuh pundak ku. Aku yang tadinya sudah melayangkan pikiranku sontak melihat ke arahnya. Sungguh plot-twist yang tidak tertebak, seorang anak kecil yang ku rasa berusia lima sampai enam tahun mendatangiku dengan wajah polosnya.

"Kakak, kak Yulia, ya?" Tanyanya dengan wajah polos. Dia tidak tersenyum namun tidak juga memasang raut kesedihan atau ketakutan. Lebih kepada ekspresi bingung. Mungkin karena melihatku duduk dalam keadaan tangan terikat seperti ini.

"Kamu siapa? Kenapa disini?"

"Aku disuruh om-om yang disana untuk lepas ikatan tangan kak Yulia. Kakak benar kak Yulia?"

Aku mengangguk pelan. Sekaligus kecewa. Rupanya anak ini adalah suruhan penculik itu. Tetapi, kenapa menyuruhnya melepaskan ikatanku?

"Iya nama kakak Yulia"

"Ya udah, kalau gitu aku lepasin ya, ikatannya. Tapi kata om-om tadi, kakak gak boleh lari. Nanti hidup kakak sama aku dalam bahaya. Mereka berdiri gak jauh dari sini"

Untuk kedua kalinya aku mengangguk, kali ini berusaha tetap tersenyum meskipun tipis. Anak ini tidak bersalah, dia hanya diperdaya oleh orang dewasa yang jahat. Aku tidak ingin menampakkan wajah muram yang justru akan membuat gadis kecil ini merasa lebih takut lagi.

ARJUNA.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang