14 - Let's Calm

373 34 9
                                    

Yulia bersungut kesal saat Arjuna ternyata mampu mengalahkannya di ronde kedua dan ketiga dalam perang bantal guling yang ia buat. Egonya tak terima dan memaksanya untuk berjuang lebih keras dalam mengalahkan Arjuna.

"Ayo dong, katanya paling jago kalau melibatkan bantal guling, mana? Gak ada liat tanda tanda kemenangan tuh dari tadi"

Arjuna tak mampu menyembunyikan kekehannya saat wajah angkuh Yulia menciut dan berubah menjadi kesal.

"Permainan belum selesai, tuan muda" kata Yuli lalu mengelap keringat yang sudah menjejali dahi hingga pipinya. Dengan kemurkaan yang tak lepas, Yulia berdiri dengan bantal guling yang telah ia genggam kuat.

Bahu Arjuna ia jadikan sasaran penyerangan awal. Arjuna malah tertawa karena daerah serang yang dipilih gadis itu, namun siapa menyangka, saat Arjuna asik dengan kekehannya, Yulia langsung memukul senjata (bantalnya) Arjuna sehingga bantal itu terjatuh. Ia mengerahkan seluruh tenaganya untuk menubruk tubuh Arjuna melalui punggung sehingga pria yang masih terkekeh itu akhirnya jatuh. Karena kehilangan kendali, Yulia juga ikut jatuh di samping Juna.

Arjuna menyesal karena telah kehilangan pertahanannya, namun karena mengingat bahwa dia masih lebih unggul, Juna justru memasang senyuman smirk yang menakutkan, Yulia tak gentar sedikitpun dengan senyuman tuan muda boss galak yang telah merangkup peran sebagai suaminya itu.

Perang dilanjutkan, mereka saling memukul dan menubruk dengan senjata-bantal guling milik masing masing. Meskipun sangat bersemangat, Arjuna tetap berhati hati agar tak melukai gadis itu, bukan apa apa, dia tidak mau dituduh menjadi pelaku kdrt dimalam pertama pernikahannya. Sementara Yulia, dia tak peduli sama sekali jika terjadi sesuatu pada tubuh sang suami. Ia bahkan mengharapkan hal itu, sepertinya.

Malam ini, menjadi malam pertama Arjuna bisa tertawa lepas, berseringai lebar, tanpa paksaan atau untuk menyenangkan hati seseorang. Dia tertawa untuk dirinya sendiri, hanya untuknya. Wajah marah Yulia terlihat seperti lelucon yang patut dinikmati bagi Arjuna. Sekarang, bahkan sebelum tragedi itu terjadi, Arjuna bukanlah manusia yang gampang peka terhadap guyonan, humornya tak receh, jika bukan benar benar lucu, dia tak akan menyemburkan tawanya. Bersama orang lain, ataupun seorang diri. Jika ditanya, ia pun tak tahu mengapa hal itu terjadi. Dari lahir dia mungkin sudah ditakdirkan menjadi manusia yang serius. Atau mungkin, memang belum.

"One.. two.."

Arjuna tiba dipenghujung perangnya, ronde terakhir yang sangat ia harapkan kemenangan ada dipihaknya.

"Shoot..."

Arjuna tertawa lebih keras saat wajah kesal yang tersulut dari Yulia tertangkap oleh pandangan matanya. Jawaban dari perang singkat yang cukup meguras energi ini.

"I win.. haha..."

Yulia menghempas tubuhnya dengan frustasi, baju setengah paha yang ia kenakan tertarik ke atas, hingga paha mulus itu semakin terekspos dan sialnya tak sengaja dilihat oleh Arjuna. Tubuhnya langsung berdesir dan merinding, ada getaran hebat yang ia tau itu apa. Syahwat.

Arjuna memalingkan pandangannya pada wajah Yulia. Dan ternyata rasa geli pada pencernaannya lebih mendominasi dari getaran aneh tadi. Ia tertawa lagi, mengalahkan gadis itu dan membuatnya bungkam tak berdaya jauh lebih menyenangkan daripada mendengar umpatan lawan tendernya saat kalah.

"Siap mengubah hidup selama tiga hari ke depan? Karena saya orang perusahaan, saya akan bikin perjanjian di atas kertas dan pakai denda ya!"

Yulia melihat Arjuna dengan perasaan lemas. Matanya tak lagi garang, sudah sayup dan tak bersemangat.

"Gila lo ya? Lo mau meraup keuntungan dari istri lo sendiri?"

"Loh? Udah mau diakui sebagai istri sekarang?"

ARJUNA.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang