Aku meringkuk diatas ranjang, menekan kedua kakiku didepan dada. Dokter Zhang baru saja mengobati luka di sudut bibirku yang sedikit sobek, mungkin sekarang telah sedikit membiru juga memasang perban yang kini melilit leherku.
Aku menyadari Bibi Yoon terlihat ragu-ragu saat memasuki kamar sambil membawa secangkir teh dengan harum bunga melati. Dengan perlahan Bibi Yoon meletakkan cangkir dengan semerbak wangi bunga itu diatas meja disebelah ranjang.
"Tuan.. ini teh hangat untuk anda" ucapnya. Aku melirik cangkir itu sebentar, kemudian menyimpan pandanganku kembali. Aku tidak menginginkan apapun. Aku ingin Chanyeol, aku hanya ingin dia.
"Tuan Baekhyun.."
"Chanyeol" cicitku kemudian.
"Tuan Park sedang dalam perjalannya kesini tuan, mohon anda bersabar". Aku tidak bisa menunggunya lebih lama lagi, aku membutuhkannya sekarang.
"Tolong tinggalkan aku sendiri" ucapku akhirnya. Aku mendengar Bibi Yoon menghela napas.
"Tuan.."
"Kumohon"
"Baiklah saya berada di bawah jika anda membutuhkan sesuatu" ucapnya terdengar begitu tak rela kemudian beranjak keluar dari kamar.
Setelahnya Bibi Yoon benar-benar pergi, pikiranku kembali melayang pada kejadian tadi. Aku bertanya-tanya pada diriku sendiri tentang pada siapa mereka bekerja ?. Siapa orang yang mereka panggil Sir ?. Aku menghembuskan napasku begitu berat. Sepanjang hidupku, baru kali ini ada seseorang yang begitu ingin mencelakaiku. Aku bahkan tidak pernah membayangkannya. Tanganku perlahan naik keatas, meraba perban yang kini melilit luka pada leherku.
"Baekhyun !"
Aku menoleh, begitu lega ketika netraku jatuh pada kedua phoenixnya. Emosiku meledak, aku menangis lagi ketika kedua lengannya merengkuhku. Ketakutanku rasanya ditarik, semua terasa menjadi ringan. Aku memeluk lehernya begitu erat, terlalu takut untuk sekedar melonggarkannya walau kutahu mungkin Chanyeol sedang merasa sesak saat ini karena tarikan tanganku.
"Chanyeol", bahkan namanya seperti sebuah mantra penenang untukku.
"Baekhyun maafkan aku, maafkan aku" Ucapnya berulang-ulang. Aku merasakan kecupannya dibelakang telingaku juga pada sisi leher kiriku sebelum melepaskan rengkuhannya. Aku terkejut ketika manikku mendapati air mata yang telah siap turun di sudut matanya.
"Chanyeol"
"Aku minta maaf aku- Oh Dear tidak, kumohon jangan menangis. Aku salah, seharusnya aku bisa menjagamu, aku minta maaf. Tolong maafkan aku"
Aku merasakan jemarinya bergerak mengelus perban yang melilit leherku dengan pandangan begitu menyakitkan. Alis tajamnya bertaut. Bibirnya tidak berhenti mengucapkan maaf, memohon agar aku tidak menangis bahkan saat dirinya sendiri sudah akan menangis. Tanpa kusadari bibirku melengkung membentuk sabit dengan sendirinya, lalu tertawa kecil. Membuat keningnya mengeryit keheranan.
"Baekhyun kenapa kau tertawa ?"
"Tidak.." elakku berusaha untuk mengontrol suara tawaku.
"Baekhyun"
"Chanyeol kau- baik, kau tahu bahwa aku begitu ketakutan karena kejadian tadi". Chanyeol mengangguk.
"Aku minta maaf, seharusnya-"
"Ssh.. Chanyeol, aku tidak mengerti kenapa kau meminta maaf. Sangyeon telah menjagaku, kau menyuruhnya untuk menjagaku saat kau tak berada didekatku"
"Seharusnya aku selalu ada didekatmu Baekhyun. Tidak seharusnya-"
"Ssh.. kau memotong ucapanku" ucapku dengan sedikit mendelik padanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
THE LAST STEP (completed)
Romance[SEQUEL OF PERFECT 10] Matanya berpendar diatasku, bibirnya tertarik membentuk senyuman. "Chanyeol, apa itu ?" "Konsekuensimu tentu saja" "Chanyeol mhh.., Chanyeol tidak" "Aku tahu kau menyukainya, jangan bersikap seolah kau tidak" "Aaahh !" "Go on...