Chapter 5

5.9K 475 34
                                    

Harum segar bunga lavender menguar memenuhi tiap penciuman. Ditempatkan masing-masing dibagian tengah meja. Bentangan kain tipis memanjang dilangit-langit ditata secara simetris. Puluhan gelas telah tersusun rapi di atas meja menjulang tinggi, siap diisi bir dan wine dilain meja. Bermacam pilihan makanan juga tersusun rapi di meja panjang di sisi kanan. Ribuan bunga-bunga bernuansa putih seperti baby breath dan lili di tata begitu indah menyeluruh, menyatu begitu kontras dikelilingi sulur-sulur dan hijau rerumputan.

Langit sore bermandikan warna jingga, seakan ingin ikut menyaksikan dimana lisan dua insan yang akan segera mengucap sumpah dihadapan Sang Pemilik semesta diatas altar. Orang-orang sibuk bercengkrama membicarakan bagaimana kira-kira wajah mempelai pria, seperti apa orang yang telah membuat pemilik sorot tajam phoenix menghiraukan semua pria dan wanita yang berusaha mendekatinya sehingga memutuskan untuk menghabiskan sisa hidupnya bersama orang itu. Sebagian besar relasi ikut dibuat terkejut ketika menerima undangan pernikahan phoenix, orang yang dikenal selalu sibuk membangun kerajaan bisnisnya itu kini memutuskan untuk menikah.

.

.

.

Bibir tipisku menghembuskan napas untuk kesekian kali. Lidahku menjilat belah bibir bawah beberapa kali ketika perasaan gugup menyelimutiku.

"Baekhyun"

"Ya, appa"

Pria paru baya yang kusayangi mulai menyodorkan lengannya siap menerima rengkuh tanganku. Perlahan tangan kiriku bergerak lalu mengalung pada lengan ayah. Menundukkan kepalaku ketika lonjakan kegugupanku semakin tidak terkendali. Jariku meremat lengan ayah tanpa kusadari. Ujung jari-jari kakiku ikut bergerak gelisah didalam sepatu.

"Hei, jangan gugup" ucapnya.

"Aku tidak bisa menahannya" jawabku.

"Baekhyun, ingat. Chanyeol telah menunggumu disana. Apakah kau akan membiarkannya berdiri sendiri ?"
Aku menggeleng dengan keras.

"Tidak"

"Nah, kalau begitu jangan gugup dan susul dia"

"Appa," panggilku.

"Hm ?"

"Pegangi aku" ucapku. Senyum tertarik dikedua pipinya.

"Tentu, appa akan memegangmu sebelum menyerahkanmu pada Chanyeol"

"Terimakasih appa" ucapku diikuti oleh senyum ayah.

Perlahan kakiku membuat langkah menuju jalan yang akan membawaku kesana. Kepada tempat pemberhentian terakhir dihidupku. Aku, 19 tahun, dengan seluruh kekurangan dan emosionalku yang orang-orang katakan belum matang, hari ini memutuskan untuk membuat pilihan yang sangat besar dalam hidupnya.

Bagaimana seorang anak 19 tahun dapat dengan berani membuat keputusan itu ? Tidakkah dia terburu-buru ?. Apakah dia bisa bertahan dengan pilihannya itu ?. Mungkin, atau sebagian besar akan berpikir semacam itu. Tapi haruskah aku membohongi hatiku sendiri ?. Bukan aku yang memilih keputusan ini, hatiku yang melakukannya.

Untuk seorang pria yang berdiri disana. Untuk pria yang telah mengambil alih poros duniaku sejak irisnya jatuh dikedua mataku. Untuk pria yang selalu mengatakan tentang aku dengan hidup dan cinta dalam tiap tarikan napasnya. Langkahku terus kubawa menapak kedepan melewati jalan yang dipenuhi kelopak mawar putih seiring dengan rematan jari-jari tangan kiriku pada lengan jas hitam ayah. Puluhan orang telah berdiri dengan sepasang matanya yang terus melihatku, tanpa mengedip barang sedetik pun. Aku gelisah, apakah ada yang salah denganku ?.

THE LAST STEP (completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang