"Happy Reading"
***
Semilir angin menerpa wajah Devi di malam hari yang dingin ini. Ia memasukkan kedua tangannya ke dalam saku jaket dan mempercepat langkahnya menuju apartemen tempat ayahnya tinggal.
Beberapa menit kemudian, ia sudah berada di depan pintu apartemen ayahnya, Devi mulai memencet bel tersebut dan menunggu ayahnya membukakan pintu untuknya.
Tidak lama kemudian, ayahnya keluar dengan wajah kaget saat melihat anaknya di depan pintu apartemennya.
"Devi?" tanya ayahnya dengan alis yang saling bertaut.
"Devi mau ngomong sama ayah."
Ayah Devi mempersilahkannya masuk, kini Devi duduk di sofa yang berada di ruang tengah minimalis ini. Ia melihat-lihat sekitar, di sini ada beberapa fotonya saat masih kecil, ia tersenyum melihat foto-foto itu.
"Kamu ada apa kesini? Ini kan sudah malam." ucap ayahnya dengan memberikan segelas air es.
Devi tersenyum mendengar ucapan ayahnya, sepertinya ia tidak mengetahui hal apa yang membuat anaknya datang malam-malam seperti ini.
"Ayah... Tadi siang ada dua orang rentenir lagi yang datang ke rumah. Dan mereka memaksa kalau ayah harus melunasinya besok" Devi memberikan penjelasan perihal ia datang ke tempat ayahnya.
"Rentenir??" tanya ayahnya dengan wajah yang terkejut.
Devi menatap wajah ayahnya yang terkejut, ia sebenarnya juga sedikit kecewa karena ayahnya tidak pernah cerita perihal hutangnya yang bernominal besar itu. Tapi, mau bagaimana lagi, sebagai anak, ia harus tetap bersikap baik.
"Kenapa nomor ayah nggak pernah bisa Devi hubungi?" tanya Devi yang meminta penjelasan.
"Ponsel ayah hilang beberapa hari yang lalu, ayah harus bagaimana sekarang? Ayah tidak bisa melunasi hutang-hutang itu besok." jelas ayahnya, ia sangat kebingungan sekarang.
Ayah Devi mengacak rambutnya frustasi, apa yang harus ia lakukan besok, seperti ini saja sudah membuatnya malu di depan anaknya sendiri. Akhirnya ia menemukan cara lain, agar seluruh hutangnya terlunasi.
"Devi... Ayah pinjam ponsel kamu sebentar ya?" ujar ayahnya.
Devi menoleh melihat ayahnya, ia segera mengambil ponsel di tas selempangnya dan memberikan pada ayahnya.
Ayahnya menerima ponsel tersebut, lalu ia segera mengetikkan nomor di ponsel tersebut, dan segera menjauh dari Devi.
Diam-diam Devi memerhatikan ayahnya yang menelepon seseorang dengan serius. Devi tidak tahu apa yang di bicarakan ayahnya di telepon, ia hanya bisa berharap bahwa ayahnya tidak melakukan hal yang membuatnya sedikit tertekan lagi.
***
Setelan seragam putih abu sudah melekat pas di tubuh jangkung Darrel. Ia tersenyum kecil melihat pantulan dirinya di cermin, tinggal beberapa bulan lagi ia melepaskan seragam putih abu ini. Darrel mengambil tas ranselnya di atas meja, lalu ia keluar kamar dan pergi menuju meja makan untuk sarapan.
Darrel duduk di depan mamanya dan ia langsung mengambil lauk pauk yang sudah tersedia di atas meja.
"Setelah ini kamu mau lanjut kemana?" tanya Mama Darrel.
KAMU SEDANG MEMBACA
DARREL [ON GOING]
Novela Juvenil[Cerita ini akan aku revisi setelah tamat. Jangan lupa follow sebelum membaca.] *** Darrel Arkano Zavenander si manusia tampan dan gamers sejati, tidak luput juga dari sifatnya yang keras kepala. Satu lagi, dia dingin dengan setiap wanita, kecuali i...