06

669 73 16
                                    

Di bawah salah satu sisi langit, Hugo terduduk di antara sinar mentari dan lampu ruang kerjanya. Pandangannya lurus menatap pemandangan diluar sana, namun pikirannya melayang entah kemana.

Berkali-kali ia mengetukkan jari-jarinya di atas meja kerjanya, saat mimpi buruk itu semakin terlihat jelas. Jujur saja, sosok wanita yang berada di dalam mimpinya itu. Kini mulai terlihat jelas.

Tetapi tetap saja, ia masih belum bisa mengingat kejadian seperti apa yang telah terjadi sehingga membuat Irene berani melompat dari jembatan itu.

Ia merebahkan dirinya, bersandar pada punggung kursi kerjanya. Lalu setelahnya ia sedikit melonggarkan dasi yang membuatnya terasa tercekik.

"Irene? Irene? apa yang terjadi sebenarnya?" gumamnya.

Tok! Tok! Tok!

Suara ketukan pintu membuyarkan lamunannya, dia kembali menegapakan tubuhnya kala sang sekertaris datang membawa beberapa map berwarna hitam dengan logo perusahaan di depannya.

Sang sekertaris tersenyum, "presdir, ini berkas yang waktu itu anda minta? saya sudah mengeceknya berulang kali. Tetapi sepertinya pihak dari Will & Ben co.ltd tidak mau sepenuhnya menanggung dana yang seharusnya mereka keluarkan, presdir."

"Jadi dengan kata lain, mereka menginginkan kita yang menjadi investor pada projek kita sendiri begitu?" Sang sekertaris menangguk.

Hugo menghela napas lelahnya. Ya, ini adalah pembenaran berkas untuk yang ketiga kalinya. Setelah kedua perusahaan itu setuju untuk bekerja sama.

Tetapi, bukannya menguntungkan kedua belah pihak. Namun justru, salah satu pihak hanya menginginkan keuntungan semata tanpa harus mengeluarkan modal mereka.

"Kalau begitu, kita hentikan saja kerjasama ini dengan pihak Will & Ben. Karena jika ini terus berlangsung kita akan merugi. Dan dampaknya akan jauh lebih banyak." Sang sekertaris mengangguk mengerti.

"Oh ya, beritahu pada tim lainnya kita akan menggelar rapat dalam 15 menit lagi." titahnya dan Hugo segera merapihkan pakaiannya kembali.

***

Mentari siang ini bersinar cukup terang. Anak-anak berlari riang ke sana kemari, kala deringan bel istirahat berbunyi.

Mereka bersorak riang dan segera merapihkan meja, namun hal berbeda datang pada si kembar yang tengah sibuk mengepel dan mengelap kaca jendela kelas mereka.

Ya, sejujurnya beberapa jam sebelum deringan bel istirahat berbunyi kedua anak itu membuat masalah.

#Flashback

Suasana sekolah dipagi ini amatlah tenang dan sepi, namun ketenangan itu tidak berlangsung lama. Kala dua anak kembar identik itu mulai berbisik, dan berujung pertengkaran di antara keduanya.

"Maguna. Aku pinjam pensilmu dong?" pintanya berbisik.

Maguna mengeleng, "tidak. Mommy kan sudah memberikan kita pensil masing-masing." balasnya.

"Tapi aku lupa membawa tempat pensilku!"

Maguna memberikan lirikkan yang tajam, "itu deritamu!"

Megan menggeram kesal, hingga tak lama dia berdiri dan melangkah mendekat. "Aku bilang, aku pinjam pensilmu!!"

"Tidak! kalau aku tidak mau, ya tidak mau!"

Tanpa sadar Megan menarik kuat rambut Maguna, "Akh! sakit!!"

"Makanya pinjamkan padaku!"

Maguna memeluk tempat pensilnya lebih erat, kala Megan memaksa mengambil dari dirinya. Semakin Maguna berusaha mempertahankan tempat pensilnya, maka disitu juga Megan semakin kuat menarik rambut sang kembaran.

HOLD YOU TIGHT ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang