23

469 61 6
                                    

"IRENE TUNGGU!"

Seruan itu mampu membuatnya menghentikan langkah sejenak. Hugo mengulas senyum tipisnya, saat melihat Irene berhenti melangkah.

Saat dia tiba tepat di belakangnya, pria itu berkata. "Irene tunggu dulu, jangan pergi. Ada sesuatu hal yang ingin aku tanyakan padamu?"

"Apa? katakan?"

Hugo membalikkan badan Irene untuk menjadi berhadapan dengannya, "katakan?"

Kening pria itu mengerut, manik matanya begerak gelisah menatap wajah pucat Irene. "hey! ada apa denganmu? apa kau sedang sakit?" Irene menepis kasar tangan Hugo, saat pria itu hendak menyentuh wajahnya.

Irene menyipitkan matanya, "ck, cepatlah katakan. Aku tak punya banyak waktu." jawabnya dengan ketus.

Hugo membuang napas lelahnya, "siapa ayah si kembar?"

Irene meniup poni rambutnya kesal, "Yang pasti bukan kau!"

"Apa kau yakin?" manik mata Irene bergerak gelisah.

Hugo melangkah lebih mendekat ke arahnya, hingga tersisa jarak 3 senti di depannya. Kemudian kedua tanganya memegang lengan Irene kuat.

"Ku tanyakan sekali lagi, Apa kau yakin soal itu?"

Irene mendongak dengan mata yang sudah berkaca-kaca, "kenapa kau menanyakan soal itu, apa kau punya buktinya jika mereka kedua putri kandungmu?"

Tanpa diduga Hugo mengeluarkan ponselnya, lalu tak lama ia menunjukkan sebuah gambar di mana hasil laboratorium rumah sakit sudah ia dapatkan.

Manik mata Irene bergerak, membaca seluruh isi surat yang berada di dalam ponsel milik Hugo. Hingga setelahnya, ia menatap pria itu kembali.

"Apa kau melakukan tes DNA diam-diam, pada kedua putriku?" Hugo mengangguk.

Melihat pria itu mengangguk, seketika kewarasan dari Irene menghilang. Karena tiba-tiba saja, wanita itu marah dan membentaknya tidak lama setelah melihat anggukan kepala itu.

"KAU SEMBUNYIKAN DI MANA KEDUA PUTRIKU!!" Mata Hugo melebar.

"Apa maksudmu?" Irene tertawa menyeramkan.

"Jangan pura-pura kau! Sudah seminggu kedua putriku menghilang. Dan itu semua karena ulah ayahmu!" Lagi-lagi mata Hugo semakin melebar.

Hugo menggeleng, "tidak! itu tidak mungkin. Ayahku-"

"Lalu untuk apa aku datang kerumah ini. Kalau bukan ancaman yang ku terima dari ayahmu!"

Hugo menatap manik mata wanita itu intens, mencari kebohongan di sana. Namun sayangnya, tidak dia temui sedikit kebohongan pun di sana.

Hugo kembali memegang kedua lengan Irene, yang tadi sempat ia lepas sejanak. "Ancaman apa yang ayahku berikan," ucapnya.

"Dia memintaku harus memilih," balasnya.

"Memilih?"

Irene mengangguk, tapi sebelum ia kembali berkata Irene mengusak wajahnya kasar. "Dia memintaku, memilih menyerahkan rahimku untuk Soojung atau melihat kedua putriku mati dengan mengenaskan. Jika tidak mau memilih, mereka akan menyiksaku."

Bagaikan disambar petir disiang hari. Jantung Hugo seketika berhenti berdetak sejenak. Dia benar-benar tidak bisa menyangka, jika ayahnya yang selama ini dia anggap sebagai sesosok panutan.

Entah kenapa kini mulai berubah dan menunjukan wajah iblisnya, belum lagi otaknya memutar klise di mana sang ayah mengaku, jika ia menjadi dalang di balik insiden kecelakaan yang hampir menimpa dirinya bersama Maguna saat itu.

HOLD YOU TIGHT ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang