Pupil mata Hugo perlahan mulai bergerak, saat kelopak matanya sudah terbuka lebar. Hugo berusaha untuk menormalkan pengelihatannya.
Saat pengelihatanya sudah stabil, ia menerjap sejenak. Sebelum akhirnya kepalanya bergerak menoleh ke kanan dan ke kiri.
Bau dari cairan pembersih lantai yang sangat khas di sebuah bangunan, mulai tercium di inderanya. Ya, Hugo sangat tahu jika saat ini ia sedang berada di rumah sakit.
Sebuah tempat yang paling ia benci pasca kecelakaan 5 tahun silam. Hugo benar-benar sangat membenci rumah sakit. Bukan tanpa alasan.
Mendengar nama itu terlontar samarpun saja, mampu pengarkan kepalanya, sebab bebauan obat yang tak pernah dia suka.
Kala saat itu, ia terbangun dari pasca operasi kecelakaannya, bahkan mampu membuat jantungnya berdegub lebih kencang.
Sejenak ia menatap langit-langit kamar inapnya, hingga tak lama ia membuang napas beratnya. Tapi baru saja ia merasa damai, tiba-tiba saja sebuah suara bising yang terdengar dari luar kamar inapnya.
Hampir memekakkan telinganya, bahkan suara itu menggema disepanjang lorong rumah sakit. Hingga kemudian pintu kamar inap pasien dibuka secara kasar, dan tak lama 2 batang hidung dari kedua pria itu muncul.
"Aduh, elu tuh udah gue bilang. Kalau mau jenguk temen tuh bawa buah tangan! jangan kosong kaya gini, kasian kan--" ucapnya terhenti.
"Eh, elu udah sadar. Gimana perasaan lo?" sela Rasyad.
Hugo merotasi mata malasnya, lalu ia memiringkan posisi tidurnya. "Gue baik, kenapa kalian datang kemari! gue gak butuh dibesuk sama orang macem kalian."
Brian tercengang bukan main, "Wah!! dia memang tidak pernah berubah."
Rasyad menyenggol sedikit tangan Brian. Agar dokter muda itu sadar akan ucapannya. Namun justru, Dokter muda itu menoleh dengan tatapan penuh tanya.
"Kenapa denganmu? aku benarkan?" Rasyad meniup udara kosong di depannya.
Astaga! pria lemes itu tidak bisakah dia sedikit saja mengerem mulutnya untuk tidak mengatakan apa yang tidak harus dia katakan. Benar-benar hanya akan menambah kebisingan dirumah sakit ini.
Padahal status dari pria itu sendiri saja adalah seorang dokter. Bagaimana bisa para pasiennya sanggup menghadapi dokter bawel macam Brian. Sungguh benar-benar tak terduga!
"Aku dengar, kau dibawa oleh Irene ke sini semalam. Lantas seberapa dekatnya kau dengan wanita itu?" Hugo menoleh ke arah belakang.
"Bagaimana kau tau, aku sedang dekat dengannya?"
"Hey, ayo lah.. Siapa karyawan di sini yang tidak mengenal sesosok Irene. Bahkan rumor tentang Irene dan dirimu juga sudah menyebar hampir keseluruh bagian bangsal." Hugo kembali mengubah posisinya menjadi telentang.
Tetapi di persekon selanjutnya Hugo menegapkan tubuhnya, ia bersandar pada kelapa ranjang tempat tidurnya. Saat tubuhnya sudah bersandar, Hugo kembali bersuara. "Rumor seperti apa yang sudah menyebar?"
Saat Brian hendak menjawab. Wanita yang sedari tadi tengah dibicarakan oleh ketiga pria itu, tiba-tiba saja muncul dari balik pintu kamar tidurnya. Irene terperangah sejenak, sebelum akhirnya dia berkata.
"Huh? Maaf, sepertinya waktu kunjungan ku tidak tepat. Kalau begitu aku akan kembali lagi nanti," ucapnya kikuk.
Brian menelengkan kepalanya, "kenapa? apa kau malu karena ada kami berdua di sini?"
Seketika saja mata Irene menatap sinis ke arah Brian, dan tak lama dia berkata. "Eoh? eoh? kalian berdua? kalian? ada hubungan apa di antara kalian?" cecar Irene kepada Brian dan Hugo saat menyadari akan kehadiran Brian dikamar inap Hugo.
KAMU SEDANG MEMBACA
HOLD YOU TIGHT ✔
Fanfiction[C O M P L E T E D] [Pindah ke Dreame] Adakah di antara kalian yang tidak mengenal sesosok Hugo Jeff? Jika ada, mari aku perkenalkan. Hugo Jeff sendiri adalah seorang CEO disebuah perusahaan ternama di Asia. Namanya pun juga sudah sangat disegani di...