21

433 49 4
                                    

Tiga puluh menit telah berlalu, kini Rahee melangkahkan kaki jenjangnya itu ke arah gedung perusahaan milik sang suami —yang hanya berbeda dua blok saja— dari gedung perkantoran miliknya.

Sementara Daud, sang suami. Ia sedang asik menyesap secangkir latte kesukaannya itu, ditemani dengan sepotong cheesecake -yang sepertinya telah habis dimakan olehnya.

Dia mendesah lelah, saat pikirannya melayang pada sesuatu di sana, dan entah apa itu? Hingga tak lama, pintu ruang kerjanya diketuk dari luar. Ia melirik sekilas dari sudut matanya.

tok! tok!

ceklek

"Presdir, ada nyonya di sini." kata sang sekertaris.

Daud tersenyum sejenak, sebelum akhirnya dia membalikkan posisi duduknya itu untuk berhadapan dengan sang istri. Setelah ia meletakkan cangkir kosong bekas latte-nya itu, dia berkata pada sang sekertaris.

"Biarkan istri ku masuk." Sang sekertaris mengangguk patuh.

Lalu kemudian, dia mempersilahkan Rahee untuk masuk ke dalam ruang kerja suaminya itu. Saat batang hidung milik sang istri terlihat di hadapannya.

Sebuah senyuman lebar itu terbit diwajahnya. Kedua tangannya membentang luas, berharap sang istri akan berhambur ke dalam pelukkannya.

Tapi nyatanya, sang istri malah memilih untuk duduk dikursi tepat di depan meja sang suami. Daud berdecak sebal, tak lama dia bersedekap dada.

Ingin sekali rasanya dia merajuk marah pada sang istri, yang telah menolak untuk memeluk dirinya. Namun saat mantanya menatap raut wajah sang istri yang terlihat sangat masam, keningnya berkerut hebat.

"Ada apa denganmu? Apa kau sakit? bagian mana yang terasa sakit? ayo katakan padaku?" Rahee menggeleng kecil.

"Aku tidak sakit. Aku hanya sedang memikirkan nasib ibuku," ujarnya dengan tak berselera.

Saat mendengar itu, entah kenapa ekspresi Daud langsung berubah menjadi dingin. Dan tak lama kemudian, pria itu berkata.

"Tidak! jangan lagi berurusan dengan iblis itu. Kau tahukan, apa akibatnya jika kita berurusan dengan pria paruh baya itu." kata Daud dengan tegas.

Rahee mengangguk mengerti, "aku tahu, tapi tadi ibu menelepon ku. Dan dia menangis," Rahee menjedanya sejenak.

"Tak bisakah, kau bantu aku untuk menyelamatkan ibuku."

Daud bergeming, pria itu lebih memilih untuk berpura-pura tidak mendengarkannya. Tapi dipersekon selanjutnya, Rahee berdiri dan berjalan mendekat.

Lalu setelah itu, ia mendudukkan dirinya di atas paha sang suami. Bukan hanya itu, dia juga bergelayut manja dileher Daud, bahkan sesekali wanita itu juga dengan nakalnya menghembuskan napas panasnya dileher sang suami.

Daud yang dibuat tidak bisa berkonsentrasi itupun, akhirnya menyerah dan menunduk menatap sang istri sejenak. "Baiklah, kau menang. Dan aku menyerah."

Rahee yang mendengar itu terkekeh kecil, "terima kasih. Aku sangat mencintaimu."

Sebuah kecupan mendarat, diranum merah milik Daud -sang suami yang memang sudah sah dimata hukum dan agama itu. Hingga berselang hanya beberapa detik, Daud tersenyum senang kala melihat keagresif-an dari sang istrinya tersebut.

Dan saat Rahee hendak melepaskan kecupannya itu, dengan cepat tangannya segera menahan kepala Rahee. Agar wanita itu tidak melepaskan tautan mereka dengan cepat, sebelum sebuah pangutan yang sebenarnya terjadi di antara mereka berdua.

***

***

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
HOLD YOU TIGHT ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang