27

541 48 4
                                    

Sinar mentari mulai memasuki celah gorden di kamar tidurnya. Namun wanita bertubuh mungil itu, masih ingin bergulung manja di bawah selimut tebalnya.

Baru saja dia ingin terlelap kembali, suara teriakkan kedua putrinya mengagetkannya. Matanya membulat dengan sempurna, hingga.

"AAAAAAAAARGH!!"

Irene yang terlonjak, akhirnya bangun dengan posisi terduduk di atas kasurnya. Lalu tak berselang lama, dia bangkit dan berlari ke arah asal suara itu terdengar.

Setibanya ia di dapur, wanita berstatus ibu dua anak itu tertegun menerjap tak percaya. Saat melihat dapur yang sudah hancur berantakkan dengan sang kedua pelaku, pembuat onar yang juga sudah berlumuran tepung basah hampir diseluruh tubuh mereka.

Irene menghela napas lelahnya, "apa-apaan si kalian berteriak sepagi ini? kalian lagi ngapain di dapur? dan Astaga! habis semua tepung, dan cangkang telur berserakan di mana-mana. Kalian tuh-"

"Maaf mom .." sela kedua anak kembar itu dengan air mata yang sudah memupuk.

Irene menarik napasnya sejenak, sebelum akhirnya dia hembuskan pelan. "baiklah, mommy maafkan. Tapi jawab dulu, kalian lagi ngapain di sini? dan kenapa bisa berantakan kemana-mana."

Mereka berdua menunduk takut, sambil mengamit tangan satu sama lain Irene kembali berkata. "Jangan takut, mommy sudah tidak marah." kata Irene saat tingginya sudah sejajar dengan kedua putrinya.

"Kita mau buat kue, tapi ..." Irene menantikan ucapan mereka.

"Tapi kenapa? heum," sambut Irene lembut.

Maguna melirik sekilas ke arah Megan yang masih setia untuk memilih bungkam, sebelum akhirnya dia berkata.

"Kue bolu-nya gosong mom." Maguna mencebikkan bibirnya di akhir perkataanya.

Irene menoleh, mengikuti tatapan sang anak hingga tak lama dia terkekeh saat melihat sebuah bongkahan yang lebih terlihat seperti arang tersebut.

Kemudian dia menggeleng tak kuasa menahan gelak tawanya. Lalu setelah itu, ia kembali menatap bergantian kedua putrinya.

"Bagaimana kalau buat bersama. Ya, hitung-hitung kalian sambil belajar dari mommy."

Kedua anak itu mendongak, menatap dengan penuh antusias. "Benarkah itu?"

"Beneran mommy, mau ajarin kita?" tanya mereka satu persatu.

Senyum Irene terbit secera mentari, saat melihat wajah antusias dari si kembar. Lalu kemudian kedua tanganya, terulur dan membelai satu persatu kepala si kembar.

"Iya, mommy ajarin. Lagipula siapa bilang, mommy tidak mau mengajarkannya pada kalian? Itu tidak mungkin, mommy juga pengin kedua putri cantik mommy bisa memasak seperti mommy."

"YEEEAAAAYYY!!" sorak riang dari si kembar secara bersamaan terdengar.

Disaat kedua anak itu tengah melompat kegirangan, Irene kembali berkata. "Eits .. Tapi sebelum itu, ayo kita rapikan dulu semua ini. Sudah mirip kapal pecah." Maguna dan Megan menampilkan cengir kuda mereka.

***

Kini waktu menunjukkan pukul, saatnya harus kerja bagian timur. Irene melakahkan kaki jenjangnya yang mulus itu ke dalam sebuah gedung tak asing lagi untuknya tersebut.

Setelah tadi se-jam yang lalu, dia telah menyelesaikan ritual membuat kue bolu. Tiba-tiba saja ponselnya berdering, yang mampu membuat akhir pekannya bersama kedua putrinya selalu gagal.

Drrtt~ Drrtt~

"Halo" sahut Irene sambil melangkah memasuki lift.

"Kau di mana?"

HOLD YOU TIGHT ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang