"Kemudian malam menjalankan tugasnya: kosong dari segala perasaan." -Pramoedya Ananta Toer
.
Sudah satu jam lebih Delia mengurung diri di kamar mandi, ia tidak mau keluar meski sejak tadi ibunya terus mengetuk pintu kamar mandi itu.
"Namanya Theo Adisaputra. Dia anak pemilik restoran mewah yang telah bercabang di banyak kota. Sejak kami menjalin hubungan, orang tuanya gak pernah suka sama Ibu. Ibu ingin mengakhiri hubungan kita, tapi ayah kamu gak pernah mau. Dia ngotot mau menikahi Ibu. Kami saling mencintai, dan akhirnya... kami menikah siri tanpa diketahui orang tua ayah kamu."
Delia masih mendengarkan cerita ibunya dengan perasaan yang sulit diartikan, ada sakit sekaligus ingin tahu yang dia rasakan secara bersamaan.
"Kita hidup bahagia meski sederhana di kota ini. Namun, beberapa bulan setelah menikah, ayah kamu pergi... dan gak pernah kembali hingga sekarang. Ibu gak pernah tau alasannya apa."
"Ibu gak nyari ayah? Dia pergi ke mana?"
"Ibu gak tau, Nak. Ayah benar-benar menghilang, Ibu udah cari kemanapun, gak ada. Tapi Ibu yakin, suatu hari nanti dia pasti akan kembali lagi."
"Kembali? Kalo dia niat kembali mungkin udah dari dulu, Bu. Dia bahkan gak kasih alasan pergi ke mana? Kenapa ibu masih nungguin dia?"
"Karena ibu masih mencintai ayah kamu... dan Ibu yakin dia juga masih mencintai Ibu."
"Gak mungkin. Kalo dia masih cinta sama Ibu, dia pasti akan berusaha cari Ibu. Jadi ini alasan Ibu gak pernah mau pindah kontrakan?"
Diana mengangguk pasrah. Ia selalu yakin Theo akan kembali. Ia yakin Theo masih hidup, dan masih mencintainya.
Delia tidak menyangka jika cinta ibunya pada sang suami sebesar itu. Jika pria itu masih hidup dan masih mencintai ibunya, harusnya ia kembali, kan? Mungkinkah ia sudah mati? Entah kenapa, Delia juga merasa sedikit yakin jika dia masih hidup.
"Jika dia masih hidup, tolong jangan pernah membenci ayah kamu, Sayang."
"Gak mungkin aku gak benci sama dia. Lelaki macam apa yang tega meninggalkan istrinya begitu saja seperti meninggalkan sampah. Dia bahkan gak pernah berusaha cari tahu kabar anaknya."
"Karena dia gak tau jika saat itu ibu sedang hamil."
Apa? Jadi ibunya ditinggalkan saat sedang hamil? Dibiarkan hidup menderita sendirian?
"Jadi dia gak akan tau aku anaknya?"
Mata Delia mulai berkaca-kaca lagi. Hatinya seperti dihantam ribuan batu. Rasanya terlalu menyakitkan saat tahu ayahnya bahkan tidak mengetahui keberadaannya, dan mungkin tidak akan pernah tahu.
"Mata kamu, bibir kamu... wajah kamu mirip sama ayah, dia pasti akan tau kamu anaknya."
"Aku benci sama dia. Jika kebenarannya seperti ini, lebih baik aku gak pernah mengenal sosok ayah!"
°
Setelah hari itu, semuanya berubah. Delia menjadi pendiam dan pemurung. Ia tak suka lagi berada di keramaian.
Rian jelas menjauhinya, mereka seperti dua orang asing yang tidak pernah memiliki minat untuk saling sapa. Delia tidak lagi mempermasalahkan hal itu, perasaannya pun pada Rian telah sirna entah sejak kapan. Kisah cinta pertamanya benar-benar tidak indah. Sejak itu, ia tak pernah tertarik lagi untuk jatuh cinta.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dandelion✓
General Fiction"Ibu udah gak ada, dan ayah... sejak lahir gue gak pernah tau siapa dan di mana dia. Bahkan, dia mungkin gak akan pernah tau, kalo gue ada." Ini cerita tentang Delia, seorang gadis pemilik senyum semanis sari tebu, yang selalu merasa hidupnya kelabu.