37. Satu Menit

667 74 0
                                    

Dua Minggu sudah tinggal di rumah sang ayah, bukannya semakin nyaman, Delia malah merasa semakin tertekan. Lama-lama ia bisa tekanan batin dan gila jika keadaannya terus seperti ini.

Semakin hari perlakuan Emma dan Brie semakin menyebalkan. Mereka selalu menghina Delia dan bilang bahwa Delia itu pembohong. Delia hanya bisa diam menerima semua perkataan menyakitkan mereka.

Dan sekarang, ia melihat Brie sedang duduk di sofa sedang menonton TV. Karena ia merasa lebih tua dan harus lebih dewasa, maka ia tidak akan lelah untuk berusaha akrab pada Brie. Bagaimanapun Brie adalah adiknya, sudah sepantasnya ia memberi perhatian pada gadis itu, meski ia tidak pernah mendapat balasan yang baik sekalipun.

"Brie, suka nonton drakor ya?" tanya Delia sekedar basa-basi.

Brie menatapnya tajam. "Jangan ganggu gue." desisnya.

Delia mengulum senyum, tenang. "Gue tau. Lo pasti sulit terima semua ini, tapi kenyataannya sekarang kita adalah saudara, lo adik gue. Apa salah kalo gue coba dekat sama lo?"

"Enggak. Gue bukan adik lo! Lo itu cuma parasit yang coba menghancurkan hidup gue. Gue akan selalu benci sama lo!" bentak Brie kasar.

Delia bergeming.

"Sebenarnya gue punya salah apa sih sama lo? Setelah lo ambil Kelvin dari gue, sekarang lo mau ambil papa gue? Apa Kelvin belum cukup?!"

Delia masih diam.

"Asal lo tau, gue sama Kelvin itu udah sahabatan lama. Sebelum lo datang, hubungan kita baik-baik aja. Sekarang, dia bahkan udah menjauh dari gue. Dan setelah lo berhasil ambil Kelvin, dengan gak tau malunya lo juga ngaku sebagai anak bokap gue? Lo benar-benar licik tau gak?" ketus Brie.

Brie kemudian melangkah pergi dengan wajah kesal. Apapun yang Delia lakukan, akan selalu salah di mata Brie, karena Brie sangat membenci Delia.

"Tunggu Brie, lo salah paham sama semua ini."

Brie menghentikan langkahnya, dan kembali menatap Delia dengan tajam.

"Kalo lo pikir gue salah paham, ya udah jauhin Kelvin dan keluarga gue! Gue muak liat lo ada di sini."

...

Delia memegang sebuah brosur universitas. Sudah cukup lama ia menyimpan brosur itu. Ada niat dalam hatinya untuk melanjutkan pendidikan. Awalnya, ia memang tidak begitu tertarik untuk melanjutkan pendidikannya, tapi sejak beberapa hari lalu, entah kenapa ia jadi begitu menggebu ingin kuliah.

Ia butuh suasana baru, butuh teman-teman baru, dan butuh pengalaman baru. Jika hanya tinggal di sini dan tidak melakukan apapun, maka ia akan semakin merasa menjadi orang tak berguna.

Delia melangkah untuk menemui ayahnya dengan brosur digenggam erat.

"Ayah," panggil Delia pada ayahnya yang sedang sibuk dengan tumpukan berkas di ruang kerjanya.

"Iya Nak, kenapa?"

"Lihat ini," Delia memberikan brosur digenggamnya pada sang ayah.

Theo pun mengalihkan pandangannya pada brosur itu. "Kamu mau lanjut kuliah?" tanyanya menatap mata Delia.

Delia mengangguk.

"Bagus. Ayah senang sekali dengarnya," ucap Theo dan kembali memperhatikan brosur itu.

Air muka Theo langsung berubah, dahinya berkerut bingung. "Ini... kenapa harus di luar kota?"

"Aku pengen banget masuk ke kampus itu. Jurusan pariwisata nya keren, boleh kan?"

Iya, sejak kecil Deli punya cita-cita ingin menjelajahi dunia. Delia ingin sekali menjadi tour guide. Apalagi saat ia mengenal suami Keyla dan ia banyak menceritakan pengalamannya bekerja sebagai tour guide, minatnya pun semakin besar.

Dandelion✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang