38. Pengaruh Angin (end)

1.4K 123 33
                                    

Stasiun kereta pagi ini ramai. Berbagai macam jenis manusia datang dengan tujuan masing-masing. Ada pasangan muda yang membawa tas besar sambil bergandengan tangan. Ada seorang kakek yang berjalan dengan langkah lemah. Ada ibu-ibu yang menggendong anaknya sambil menjinjing tas besar. Ada pedagang asongan yang mondar mandir tak tentu arah. Ada yang baru turun dari kereta dengan wajah-wajah lelah tapi bahagia. Dan Ada juga yang sedang makan mie instan dan minum kopi sambil bercengkrama. Semua pemandangan ini terlihat asing namun menarik.

Di sini, di salah satu kursi tunggu. Ditemani matahari yang mulai menyongsong dengan hangat dari celah pohon Angsana, Delia duduk berdua dengan Kelvin.

Ia berangkat ke stasiun hanya ditemani Kelvin. Bukan karena ayahnya sibuk, tapi ia yang menolak. Ia tidak mau merepotkan ayahnya terus-terusan. Tadinya juga ia mau berangkat sendiri saja, tapi karena Kelvin yang memaksa, jadi ia tidak mungkin menolak.

Bunyi klakson kereta dan riuh suara manusia membuat suasana terasa bising.

"Del, aku serius saat aku bilang aku mencintai kamu." Kelvin memandang Delia dengan lekat. Sudah lama ia terus memandang wajah itu, seolah ia tidak bisa melihatnya lagi besok.

"Iya, gue percaya." ujar Delia santai.

"Lalu?"

Kelvin tidak menuntut balasan cintanya, ia hanya meminta jawaban yang sebenar-benarnya. Ia butuh pengakuan itu dari Delia. Agar ia berhenti terus bertanya-tanya.

"Gue juga sayang sama lo."

"Apa kamu serius?" Kelvin membulatkan bola matanya tak percaya.

"Iyalah. Lo berarti buat hidup gue, Vin. Lo udah berhasil ubah sudut pandang gue, yang semula gue pikir dunia ini kejam, dan hidup gue abu-abu. Lo berhasil ngeyakinin gue, kalo gue ini berharga." ucap Delia.

"Lo udah mewujudkan ucapan lo, saat lo bilang akan bikin hidup gue berwarna." Delia tersenyum memandang Kelvin.

"Makasih Vin, karena lo selalu sabar dan gak pernah marah sama gue. Mungkin perasaan cinta itu udah tumbuh dalam hati gue, karena gue selalu ngerasa seneng tiap deket sama lo. Tapi gue masih ngerasa ambigu." kata Delia.

"Walaupun mungkin kita saling mencintai, gue gak mau kalo kita pacaran Vin. Karena gue takut, saat hubungan kita ada masalah nanti, kita malah saling menjauh dan kembali asing. Gue mau kita sahabatan aja terus kayak gini. Seperti yang lo bilang; kalo berjodoh, kita gak akan bisa mengelak, kan?" Delia menekan kata mungkin dalam ucapannya.

Kelvin mengangguk dengan senyuman kecil. "Aku beruntung mencintai kamu. Boleh aku peluk kamu?"

Delia tersenyum dan menyambut pelukan Kelvin. "Kelvin, kita ini kan sahabat. Jadi kalo elo jatuh cinta sama cewek lain, gak ada masalah kok."

"Kenapa kamu selalu ngomong gitu Del? Bukannya kamu mencintai aku juga, harusnya kamu sakit hati dong kalo sampe aku jatuh cinta sama cewek lain?"

"Ih, siapa yang bilang udah cinta sih? Kan baru mungkin. Ini cuma perasaan sayang sebagai sahabat doang."

"Apapun itu, tapi aku gak akan rela kalo sampe di sana kamu suka sama cowok lain. Pokoknya, kamu harus kembali pasang sikap dingin kalo ketemu cowok baru."

Delia kemudian terkekeh geli. "Apa gue bakal tahan punya sahabat super posesif kayak lo?"

"Apa kamu bakal tahan jauh dari sahabat super tampan kayak aku?"

Delia kemudian memukul lengan Kelvin dan melepaskan pelukannya. "Kelvin rese, Kelvin nyebelin, sebel gue sama lo!"

"Tapi sayang juga kan?"

Dandelion✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang