Karena terpaksa dan sangat dipaksa, akhirnya Delia mau diantar pulang oleh Kelvin, meski sebenarnya jarak dari tempat kerja ke indekosnya tidak begitu jauh. Ingat ya, terpaksa! Bukan keinginan Delia.
"Ngapain masih di sini?" tanya Delia ketika Kelvin belum juga menyalakan mesin motornya untuk pulang.
"Kenapa?" Kelvin malah bertanya balik sambil memamerkan wajah innocent-nya.
Delia berdecak dengan memasang wajah jengah. "Kok kenapa sih? Ya udah cepat pulang sana, kan gue udah sampe di kosan."
Kelvin kemudian menatap Delia, ngeri. "Ya Allah... kok kamu jahat banget sih, Del? Harusnya, ada tamu tuh ditawarin minum kek, atau minimal suruh duduk dulu gitu, diajak ngobrol," jelas Kelvin dengan nada kecewa yang dibuat-buat.
Delia berdecak sebal. Meski jam baru menunjukkan pukul lima sore, tapi Delia merasa sudah sangat lelah seharian ini. Dia ingin menyendiri dan tidak mau diganggu oleh siapapun.
"Apa kemarin pulang jam segini juga?"
"Iya." ucap Delia tanpa perasaan berdosa.
"Sengaja ya mau ngerjain aku?" tanya Kelvin memicingkan mata, curiga.
"Enggak lah. Buat apa? Gak penting banget. Ya kemarin gue bingung aja mau jawab apa, habis lo nanya pulang sementara gue masuk kerja aja belum."
Delia mengernyitkan dahi ketika melihat Kelvin yang malah terkekeh geli setelah mendengar penjelasannya.
"Kenapa sih?"
"Lucu aja. Baru kali ini denger kamu bicara panjang lebar. Ini asiknya temenan sama kamu Del, kamu itu lucu."
"Dia pikir gue maskot olimpiade apa?" batin Delia tak habis pikir.
"Dan lo aneh."
"Terserah kamu mau panggil aku apa aja. Yang penting, mulai sekarang kita temenan ya?"
"Gak mau."
"Harus mau."
"Ya gak mau."
"Ya pokoknya harus mau. Gak boleh ada kata gak mau lagi."
"Selain aneh, lo juga hobi maksa ya?" kata Delia sebal sambil melipat kedua tangan di dada.
"Apa susahnya sih jadi temen cowok ganteng? Hari-hari kamu pasti bakal lebih berwarna," ucap Kelvin lalu mengedipkan sebelah matanya.
Sungguh, Delia merasa kesal sekali.
"Gue harap, ini pertemuan kita yang terakhir. Gue memohon dengan amat sangat, jangan ganggu gue lagi ya?" Delia mencoba berbicara dengan nada sehalus mungkin.
Jika dengan cara sebelumya tidak juga berhasil, mungkin bersikap sedikit lebih lembut akan berhasil agar Kelvin mau menjauhinya.
Sayangnya, Kelvin malah menggeleng dengan senyuman sok manis. Meski sebenarnya memang manis sih.
Kelvin memajukan bibir bawahnya. "Susah banget jadi temen kamu Del," ucapnya dengan nada sok putus asa.
"Segitunya lo mau jadi temen gue, apa lo gak punya temen?" tanya Delia dengan nada merendahkan.
Kelvin melotot tidak terima. "Temen aku banyak kali, bisa dua hari dua malam kalo harus disebutin satu-satu." jelasnya.
"Emang gue peduli?" batin Delia dongkol.
"Btw, kosan kamu yang mana?" tanya Kelvin sambil memperhatikan bangunan berlantai dua di hadapannya yang berjejer rapi dengan cat berwarna hijau tua.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dandelion✓
General Fiction"Ibu udah gak ada, dan ayah... sejak lahir gue gak pernah tau siapa dan di mana dia. Bahkan, dia mungkin gak akan pernah tau, kalo gue ada." Ini cerita tentang Delia, seorang gadis pemilik senyum semanis sari tebu, yang selalu merasa hidupnya kelabu.