Delia memandang takjub sahabatnya yang kini terlihat begitu cantik dengan gaun pengantin berwarna biru muda.
Wajah Keyla bersinar memancarkan aura bahagia. Begitupun Delia, sejak kemarin ia sangat sibuk mengurusi segala kebutuhan Keyla, bahkan ia juga ikut tidak bisa tidur karena deg-degan.
Akad sudah selesai tadi pagi. Keyla sudah resmi menjadi seorang istri, betapa terharu dan bahagianya Delia. Dan sore ini, acara resepsi berlangsung ramai di sebuah ballroom. Suaminya itu sangat baik, tapi ada satu hal yang membuat Delia merasa sedih, suami Keyla bekerja sebagai tour guide. Sudah pasti ia akan jarang berada di rumah.
Keyla pasti akan kesepian. Dan sejak Delia menginap di rumahnya, ia terus memohon pada Delia untuk tinggal di kota ini dan cari pekerjaan di sini saja. Ia juga bilang agar Delia tinggal di rumahnya, menemani ibunya, karena setelah menikah ia akan tinggal di rumah suaminya. Namun, Delia belum bisa mengiyakan, karena ia masih merasa seperti ada yang mengganjal. Ia belum rela meninggalkan kota itu. Masih banyak urusan yang harus ia selesaikan di sana.
Tidak hanya Keyla yang terlihat lebih cantik dari biasanya, Delia pun begitu. Ia ditugaskan menjadi Bridesmaids. Ia terlihat begitu cantik dengan riasan minimalis dan dress berwarna oranye.
Bahkan, para tamu undangan lelaki dan beberapa teman dari suami Keyla sejak tadi terus memandangnya, tapi Delia tetaplah Delia. Ia tak peduli pada pandangan-pandangan itu sama sekali.
Keyla dan suaminya sedang sibuk berfoto, dan Delia sedang sibuk melihat kue pernikahan bertingkat tiga yang sangat cantik. Rasanya sangat sayang jika kue itu harus dipotong apalagi dimakan, tapi saat melihat lelehan cokelat yang turun seperti air terjun dari kue paling atas, Delia tak sabar menunggu momen pemotongan kue itu, dan ingin segera memakannya.
Ia sangat senang karena Keyla memilih orang yang tepat. Suaminya orang berada dan tidak sombong, bahkan sangat ramah dan dewasa. Delia yakin mereka pasti akan menjadi pasangan yang bahagia.
"Cantik ya kue nya," kata seseorang dari belakang Delia.
"Iya." jawab Delia tanpa melihat orang itu.
"Kayak kamu."
Merasa tidak asing dengan suara itu, Delia pun memutar tubuhnya. Alangkah terkejutnya ia ketika mendapati seorang pemuda jangkung tersenyum padanya.
"Kelvin," ucap Delia tak percaya.
Delia tidak salah lihat kan? Ini Kelvin, sungguh. Kenapa ia bisa ada di sini?
Delia memutar pandangannya ke panggung. Ia melihat Andri dan teman-teman semasa SMA-nya sedang bersalaman dengan Keyla dan suaminya. Astaga, kenapa ia lupa bahwa Andri juga teman sekelasnya? Tapi rasanya ia tak menyangka Andri akan datang ke sini. Perjalanannya kan jauh, dan Andri juga tidak begitu akrab dengan Keyla. Apa karena ini Kelvin bisa ada di sini sekarang?
"Kok bisa ada di sini?" tanya Delia lalu duduk di salah satu kursi yang terletak di belakang.
"Kenapa hobi banget ngilang?" tanya Kelvin mengalihkan pertanyaan Delia.
Wajah Kelvin terlihat kacau, ia bahkan hanya mengenakan ripped jeans dan hoodie, penampilannya sangat mencolok di antara para tamu undangan. Kelvin tidak peduli, karena tujuannya ke sini pun hanya untuk menemui Delia dan membawa Delia kembali ke kotanya.
Delia membuang pandangannya ke luar, ia hanya diam.
"Maaf untuk ucapan ku waktu itu. Tolong jangan sering hilang kayak gini Del," pinta Kelvin membuat Delia tidak paham.
"Hilang apanya? Ini kota gue. Dan di sini emang seharusnya gue tinggal," ketus Delia. "Lo ngapain sih ke sini?" tanyanya sinis.
"Aku mau bawa kamu pulang."
Kok ucapan Kelvin terdengar seperti seorang suami yang membujuk istrinya untuk pulang ya? Astaga, Delia sampai berhalusinasi sampai ke sana, saking lembutnya suara itu.
Tidak. Delia harus bisa mengendalikan dirinya.
"Enggak Vin. Lo pasti udah tau kan apa masalah gue? Gue gak punya siapa-siapa di sana."
Kelvin menatap lekat iris cokelat Delia. "Kamu punya aku Del, aku akan percaya apapun yang kamu katakan. Aku akan bantu kamu lalui semua ini."
Delia menggeleng. "Emang kita ini apa sih? Cuma temen kan? Lebih baik lo jagain Brie, dia yang lebih butuh elo."
Lalu Kelvin terkekeh pelan. Aneh, padahal tidak ada yang lucu dari ucapan Delia.
"Apa kamu mau kita lebih dari teman? Del, tapi yang lebih aku butuhkan itu kamu, bukan Brie."
Tidak. Bukan itu juga maksud perkataan Delia. Ah! Kelvin tidak akan paham.
"Kenapa? Kenapa lo berani ngomong gitu? Ingat Vin, kita cuma teman. Dan ingat perjanjian awal."
"Tapi Del...."
"Gak. Gue gak mau ada kata tapi. Lebih baik sekarang lo pulang."
Apa? Semudah itu Delia menyuruh Kelvin pulang? Ia pikir ini di kotanya. Kelvin bahkan harus menghabiskan waktu seharian untuk sampai ke sini.
"Aku akan pulang, asal sama kamu."
Delia hanya diam. Jika Kelvin sudah bicara seperti itu, sudah pasti ia akan kalah.
Andri berjalan mendekati mereka, lalu berdeham pelan.
Delia tidak mau memandangnya, ia mengalihkan pandangannya pada kue pernikahan lagi. Kenapa begini? Bukankah waktu itu saat di makam, ia bicara sendiri bahwa ia akan meminta maaf pada Andri? Tapi kenapa sekarang untuk memandangnya saja ia enggan.
"Del, gue tau kesalahan gue mungkin akan sulit lo maafin, tapi serius, gue mau minta maaf. Buat semuanya." ucap Andri perlahan dan membuat Delia menatapnya tidak percaya.
"Gue udah maafin kok. Maafin gue juga ya?"
"Tentu."
Keduanya pun tersenyum. Baru kali ini Delia melihat senyum Rian lagi. Andriansyah, cowok yang pernah Delia sukai itu, tersenyum lagi padanya.
Dulu, ia memang sangat mendambakan senyum itu, dan sangat bahagia melihat senyum memikat itu, tapi sekarang keadaannya berbeda. Senyum itu sudah tidak punya kesan istimewa lagi di hati Delia. Delia sudah tidak punya perasaan apapun pada Andri, bahkan walau secuil pun tidak ada.
Namun, ia merasa senang karena bisa berdamai dengan Andri.
"Lo cantik banget Del, pantes temen gue gak ada lelahnya ngejar lo," puji Andri tulus sekaligus membicarakan Kelvin di depan orangnya langsung.
Kelvin hanya bisa menatapnya tajam.
"Dan jujur, dulu juga gue pernah suka sama lo."
Ini Andri minta dihantam Kelvin lagi apa gimana sih? Kok ucapannya terdengar sangat menyebalkan di telinga Kelvin.
Delia hanya tersenyum kecil. Itu hanya masa lalu bukan? Mau Andri pernah menyukainya atau bahkan masih menyukainya pun, Delia tidak akan peduli lagi. Sebab hatinya sudah tertutup rapat untuk cowok itu.
"Maksud lo apa sih ngomong kayak gitu? Lo pikir Delia bakal suka lagi gitu sama lo? Jangan mimpi."
"Sinis amat lo Vin, hahaha...."
Delia hanya geleng-geleng kepala, kemudian Keyla memanggilnya agar ikut berfoto, tidak hanya Delia, Keyla pun mengajak Andri dan Kelvin untuk ikut berfoto juga.
"Ini cowok yang kamu ceritain itu Del? Ganteng," bisik Keyla sambil mencuri pandang Kelvin.
"Biasa aja." kata Delia datar, walau hatinya berkata lain.
Kelvin memang ganteng, Delia tidak bisa menampik hal itu. Dan anehnya, kenapa Kelvin selalu mengejarnya? Apa tidak ada gadis lain yang lebih baik untuk Kelvin kejar?
Bukan, Delia bukannya terlalu percaya diri. Hanya saja, ia mulai merasa kalau Kelvin itu memang menyukainya. Ia bisa melihat itu dari tatapannya yang begitu dalam. Lalu, jika dugaan Delia benar. Apa yang harus ia lakukan?
KAMU SEDANG MEMBACA
Dandelion✓
General Fiction"Ibu udah gak ada, dan ayah... sejak lahir gue gak pernah tau siapa dan di mana dia. Bahkan, dia mungkin gak akan pernah tau, kalo gue ada." Ini cerita tentang Delia, seorang gadis pemilik senyum semanis sari tebu, yang selalu merasa hidupnya kelabu.