23. Apalagi Ini?

415 57 2
                                    

Sejak kejadian di resto beberapa hari lalu, Delia sudah memutuskan untuk tidak akan bekerja di sana lagi. Sudah dua hari dia mengurung diri di dalam kosan. Bahkan, tidak ada satu orangpun yang mencari atau menghawatirkan nya. Setidak berarti inikah Delia?

Kelvin, ke mana cowok itu? Apakah dia sudah tahu hal ini dan sekarang dia juga membenci Delia? Ah, mungkin hidup Delia memang seharusnya selalu seperti ini; sendiri. Andai dia tidak mengenal Kelvin mungkin dia tidak akan pernah mengenal Brie, dan biarlah sampai mati dia tidak akan tahu siapa ayahnya, jika kenyataannya malah se-menyakitkan ini.

~

"Gue gak bohong Vin, dan gue gak tau alesan dia apa sampe berani nampar bokap gue," ucap Brie dengan wajah memerah, tentu dia sangat marah dan benci pada Delia, karena telah mempermalukan ayahnya di depan banyak orang.

Bahkan Brie belum mau menemui Delia sebelum menceritakan hal ini pada Kelvin. Dan Kelvin, cowok itu baru pulang dari luar kota setelah melakukan aksi bersama mahasiswa lain dari berbagai universitas. Sejak tadi dia hanya mendengarkan cerita Brie dan tidak banyak bicara. Bukan apa-apa, dirinya saat ini sangat kelelahan dan suaranya hampir hilang karena kemarin terus berteriak-teriak menyampaikan orasi. Dia memang aktivis sejati, demo adalah hobinya. Dia suka keramaian dan kegaduhan. Bahkan, tak jarang dia lebih memilih melakukan aksi daripada mengikuti pelajaran di kelas.

Kelvin masih tidak percaya dengan apa yang Brie ucapkan.

Dan saat itu, Brie memperlihatkan sebuah video saat Delia menampar wajah ayahnya, yang diunggah oleh beberapa pegawainya ke media sosial.

"Dia pasti punya alesan dibalik semua ini." ucap Kelvin setelah melihat video itu.

"Apa? Apa alasannya? Papa bahkan gak kenal siapa dia!"

Brie kemudian memicingkan matanya menatap Kelvin. "Jangan bilang kalo lo masih mau belain dia?" tanyanya curiga.

"Lo belum tanya kan alesan dia apa? Mungkin bokap lo pernah ngelakuin kesalahan sama dia."

Brie menggeleng tak habis pikir. Bahkan, di saat pikiran Brie sedang kalut, dan terbukti Delia yang bersalah, Kelvin masih membela Delia.

"Jadi bener, lo udah suka sama cewek bar-bar itu?"

"Maksud lo apa Brie?"

"Kenapa lo masih belain dia, di saat dia udah terbukti bersalah? Dia udah mempermalukan bokap gue, Vin!!"

"Terbukti salah gimana? lo bahkan belum nemuin dia lagi, dan dia belum kasih tau alasannya apa." ucap Kelvin lalu berdeham, sebab tenggorokannya terasa sangat kering. Dia pun menenggak sisa air mineralnya.

"Brie, kalo Delia salah, dia pasti bakal minta maaf. Gue kenal sama dia, dia gak pernah bohong orangnya. Kita akan temui dia hari ini."

Brie menatap Kelvin tajam, matanya mulai memerah. "Dan udah berapa lama lo kenal gue? Jadi lo lebih percaya sama cewek bar-bar itu daripada sama gue, sahabat lo sendiri?"

"Berhenti bilang Delia seperti itu Brie. Gue gak suka lo ngomong sembarangan."

"Sejak lo kenal sama Delia, lo jadi sosok asing buat gue, Vin... lo selalu lebih mentingin cewek itu daripada gue. Jujur aja, lo udah jatuh cinta sama dia?"

"Brie, topik awal bukan ini loh."

"Jangan ngelak Vin, tolong jujur sama gue."

Kelvin hanya diam. Kenapa ucapan Brie jadi aneh begini?

"Kita ke kosan Delia sekarang." ucap Kelvin mengalihkan pertanyaan Brie.

"Demi apapun, lo gak boleh jatuh cinta sama cewek itu Vin. Kenapa sih lo gak pernah coba buat jatuh cinta sama gue?" batin Brie, menatap Kelvin nanar.

Dandelion✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang