27. Lenyap Saja

492 70 0
                                    

Sendiri dan menyedihkan. Hanya itu yang Delia rasakan saat ini. Ia tidak tahu harus berlindung pada siapa. Ayahnya benar-benar tidak menginginkannya.

Delia harus apa sekarang? Apa yang harus ia lakukan selanjutnya?

Tolong, ingatkan Delia untuk tidak membenci ayahnya itu, apalagi membenci dirinya sendiri.

Namun, kenyataannya sangat sulit. Ia mulai menyalahkan dirinya. Harusnya ia tidak perlu lahir ke dunia ini, karena kehadirannya tidak pernah diinginkan.

"Gue hidup untuk apa? Gue hidup untuk siapa?" batin Delia miris.

Delia berusaha menguatkan hati, tapi ia selalu gagal. Delia merasa hatinya seperti dicabik-cabik oleh takdir hidupnya sendiri.

Tidak pernah ada yang mengharapkan kehadirannya. Tidak pernah ada yang menunggu kepulangannya. Tidak pernah ada yang peduli padanya.

Apa ia memang ditakdirkan hanya untuk sendiri di dunia ini? Sampai kapan? Jujur, ia sudah sangat lelah dengan semua drama hidupnya ini.

Sekarang, untuk apa ia masih tinggal di kota ini? Ia sudah tidak punya pekerjaan lagi, tabungannya pun semakin menipis. Apa benar, ia akan menjadi gelandangan? Iya, sepertinya gelar itu lebih cocok disandangnya.

Dirinya memang tak jauh berbeda seperti sampah. Tidak berharga dan tidak diinginkan. Ia harus sadar akan hal itu.

Delia seperti kapal yang terombang-ambing di tengah lautan. Ia bingung harus ke mana, tidak ada tempat yang menanti kehadirannya. Haruskah ia mati saja? Bagaimana caranya?

~

Dua pemuda itu masih saling diam. Belum ada yang berani angkat bicara. Membiarkan suara langkah kaki para mahasiswa dan kicauan burung decu dari atap kampus menjadi pengisi keheningan.

"Sorry," akhirnya. Andri memecah keheningan.

Sebenarnya Kelvin paling tidak suka pada keheningan, dan rasanya ini bukan Kelvin banget kalo kata Riski.

"Harusnya gue gak bicara seburuk itu," kata Andri. Ia baru masuk lagi kuliah setelah tiga hari dirawat di rumah sakit, dan selama ia dirawat, Kelvin tak ada datang menjenguknya. Sudah bisa Andri pastikan, sahabatnya itu pasti masih sangat marah padanya.

Sekarang, tidak ada yang bisa Andri perbuat selain meminta maaf pada Kelvin. Ia tidak mau persahabatannya hancur hanya karena masalah sepele. Apalagi mengingat hanya Kelvin lah sahabat terbaiknya, yang selalu mengerti keadaannya, dan paling bisa menghiburnya di kala sedih.

"Harusnya lo minta maaf sama Delia."

"Gue gak akan minta maaf sama dia sebelum lo maafin gue, Bro."

Kelvin tersenyum, lalu menepuk pundak Andri. "Udah gue maafin kok."

Andri ikut tersenyum. "Parah sih lo, gue hampir mati tau gak?"

Kelvin terkekeh pelan. "Iya maaf, gue emosi banget waktu itu."

"Kalo gue sampe mati gimana?"

"Gak bakal nyesel gue."

"Sialan!"

"Jadi lo udah sayang banget ya sama Delia?"

"Kayaknya iya," Kelvin jadi merindukan gadis itu. Sedang apa ya ia? Ah, Kelvin jadi tidak sabar ingin menemuinya.

"Gue percaya, Delia emang gadis yang baik. Dulu, dia anaknya ceria banget, gak pernah bisa diem, sama kayak lo."

"Masa sih?" tanya Kelvin tak percaya.

"Serius gue. Dan lo tau, kayaknya dulu dia juga pernah suka deh sama gue. Dan jujur, sebenarnya gue juga pernah suka sama dia sebelum tahu siapa nyokap nya."

Dandelion✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang