Delapan hari sudah Kelvin tidak menemui Delia. Dan sekarang rasanya ia sudah tidak tahan lagi, ia sangat merindukan gadis itu. Ia rindu pada suara bernada tinggi dan wajah datar Delia. Nyatanya, ia tidak bisa melupakan Delia begitu saja.
"Lo yakin Vin, tuh cewek gak akan marah karena kedatangan kita?" tanya Brie dengan raut sebal, yang masih duduk di samping Kelvin.
Mobil itu sudah terhenti di halaman indekos Delia. Hari ini Kelvin ingin menemui Delia, dan ia membawa Brie. Kelvin yakin, Brie pasti bisa menjadi teman Delia. Delia pasti akan dengan mudah menerima Brie.
Brie itu baik dan ramah, sifatnya mirip dengan Kelvin. Tentu tak sulit baginya mendapatkan seorang teman baru. Memiliki banyak teman membuatnya bisa dengan mudah memahami sifat-sifat mereka. Kelvin berharap, semoga Brie bisa memahami sifat Delia, dan mereka bisa berteman. Lalu jika Brie dan Delia sudah berteman, pasti tidak sulit lagi bagi dirinya untuk mendekati dan lebih mengenal Delia.
"Berdoa aja. Dan inget, Lo harus baik-baik sama dia."
"Iya, tapi gak tau kalo dia."
"Dia baik ya orangnya. Jangan mikir macem-macem."
"Terserah lo deh," ucap Brie malas, lalu keluar dari mobil.
Sebenarnya Brie sangat malas menjalankan misi sialan dari Kelvin ini. Ia tidak mengenal gadis itu, tapi dari cerita Kelvin ia sudah menduga, gadis itu pasti orangnya sangat jutek. Dan jujur, Brie malas berurusan dengan orang jutek. Kalau saja Kelvin bukan sahabat kesayangannya, sudah pasti Brie akan menolak permohonan ini.
Kelvin mengetuk pintu ragu-ragu. Ia takut Delia tidak mau membuka pintunya jika tau dirinya datang, jadi sengaja mulutnya diam saat mengetuk pintu.
"Hai," kata pertama yang Kelvin ucapkan disertai senyuman canggung ketika Delia membuka pintu.
Delia menatapnya sesaat, lalu beralih menatap gadis di samping Kelvin. Ia ingin segera menutup pintunya kembali, tapi entah kenapa merasa segan saat melihat gadis berpenampilan anggun itu.
"Kenalin, ini Brie, sahabat aku. Dan Brie, ini Delia," ucap Kelvin sedikit canggung.
Kelvin ingin bilang jika Delia temannya, tapi apa mereka sudah berteman? Belum kan?
Brie tersenyum manis sambil mengulurkan tangan kanannya, mau tak mau Delia harus menerima itu.
"Jadi ini cewek yang udah bikin Kelvin kayak orang gila? Cantik sih, tapi serius cuma anak kosan?" batin Brie tak habis pikir.
Netra Brie terfokus pada penampilan Delia dari atas sampai bawah. Rambutnya berantakan, wajahnya polos tanpa riasan, dan hanya mengenakan kaus polos berwarna hitam juga celana jeans pendek, sungguh mengenaskan. Sementara dirinya, terlihat begitu anggun dengan wajah berhias make up, rambut yang bergelombang di ujungnya, gaun selutut berwarna merah yang dibalut jaket denim bermerek luar negeri juga high heels dengan harga selangit. Brie seperti artis ibu kota yang nyasar ke kosan sederhana ini.
"Hai Delia, senang ketemu sama lo," ucap Brie dengan senyum semanis mungkin.
"Ada apa ke sini?" tanya Delia, terlihat sekali dirinya tidak suka atas kedatangan mereka.
"Kelvin udah banyak cerita tentang lo. Dan lo tau, dia serius pengen jadi temen lo. Kalo lo mau tau tentang Kelvin, gue bisa kok ceritain semuanya tentang dia."
Padahal, ada atau tidak ada Brie, Delia sudah siap membuka diri pada Kelvin. Ia mulai sadar akan niat baik Kelvin, dan beberapa hari ini ia menunggu kedatangan cowok itu. Namun, tidak pernah terlintas dalam pikirannya kalau Kelvin datang kemari dengan seorang perempuan.
"Maaf, kosan gue sempit. Bicara di luar aja ya," kata Delia sambil menutup pintu.
Ia kemudian mengajak dua orang itu ke sebuah beranda yang ada di sekitar kosan.
Berandanya cukup luas, terhalang oleh pagar besi. Dari atas bisa dilihat pemandangan atap-atap rumah, juga jalanan dan gedung-gedung tinggi di kejauhan sana. Tempat ini adalah salah satu alasan yang membuat Delia betah ngekos di sini. Ia sering berada di sini saat sore, sebab ia bisa melihat matahari tenggelam dengan sempurna.
"Lo cantik Del, pantes Kelvin sampe lupa banyak hal karena lo," ucap Brie.
"Jangan ngomong gitu Brie, nanti Delia salah tingkah," ujar Kelvin, membuat Delia melotot tajam padanya.
Kelvin tersenyum, ia sangat merindukan tatapan itu.
"Ih, mana ada!"
"Del, kalo elo gak mau jadi temen Kelvin, mau kan jadi temen gue? Tenang, gue bukan cewek jahat kok."
Delia tersenyum pada Brie, entah mengapa ia merasa suka pada sikap Brie yang terlihat sangat rendah hati di matanya.
"Boleh." ucap Delia lalu tersenyum kecil, membuat Kelvin cengo melihatnya.
"Apa? Semudah itu?"
"Beneran? Jadi sekarang kita berteman nih?"
"Iya."
Brie tersenyum lebar, lalu memeluk Delia. Dan saat itu, Delia merasakan hal yang aneh. Ia merasa seolah sudah sangat dekat dengan Brie, dan sangat menyayangi gadis itu. Perasaan macam apa ini? Delia belum pernah merasakannya.
"Kalo aku, Del?"
"Kita juga berteman, kan?" kata Delia.
Kelvin menatapnya tidak percaya. "Beneran? Jadi, aku juga boleh nih peluk kamu?"
Kelvin merentangkan kedua tangannya, tapi segera ditepis oleh Brie. "Ih, apaan! Main peluk peluk aja. Emang Delia boneka apa?!" ucapnya sewot.
Kelvin hanya mengerucutkan bibirnya. Namun perasaannya sangat bahagia.
"Vin, jalan-jalan yuk sama Delia, kan bosen kalo cuma di sini. Yuk, mumpung masih pagi," ajak Brie, dirinya masih anteng merangkul Delia.
"Ke mana?"
"Ya ke mana aja. Ke tempat yang seru. Mau kan, Del?"
"Terserah."
"Tuh, berarti mau. Ya udah mending lo cepat siap-siap, kita nunggu di sini, oke?"
"Emang lo mau?" tanya Delia pada Kelvin. Dirinya sampai sekarang belum pernah memanggil Kelvin dengan sebutan nama.
"Kalo kamu mau, aku bakal seneng Del, tapi kalo kamu terpaksa, aku bakal ngerasa gak enak banget."
"Gak terpaksa kok. Kalo gitu, gue ganti baju dulu ya," Delia lalu meninggalkan mereka berdua untuk mengganti pakaiannya.
"Thanks ya Brie, lo emang sahabat paling best."
"Iya, tapi gue penasaran deh, gimana sih awalnya lo bisa ketemu dia?"
"Mau tau aja lo. Itu cerita rahasia."
"Tapi kan gue penasaran, jangan sok tertutup gitu deh. Ingat ya, gue udah tau semua keburukan lo, dan gue bisa loh ceritain semuanya ke Delia."
Wajah Kelvin langsung panik. "Yah jangan dong!"
"Bentar, gue ingat-ingat dulu... lo itu suka ngupil di kampus, lo sering makan makanan temen-temen, sering gombal-in adek-adek tingkat, ibu-ib-"
"Heh, jangan ngarang lo!" potong Kelvin tidak terima.
"Ngarang apaan? Jelas-jelas lo sering banget tuh gombal-in Bi Hindun, bilang Bi Hindun cantik lah, seksi lah, blablabla...."
Kelvin langsung menutup mulut Brie. "Itu pujian Brei! Bi Hindun kan selalu sabar beresin kamar gue, ya anggap aja itu hadiah buat dia."
Brie berusaha menurunkan tangan Kelvin dari mulutnya. "Tapi Bi Hindun janda loh?" ledeknya.
"Serah deh!" ketus Kelvin lalu melangkah pergi.
Brie segera mengejar langkahnya.
"Ih gitu aja marah. Gak mau sama Bi Hindun ya? Atau sama adek-adek tingkat itu? Maunya sama Delia aja? Iya kan?"
"Jelas iya lah."
KAMU SEDANG MEMBACA
Dandelion✓
General Fiction"Ibu udah gak ada, dan ayah... sejak lahir gue gak pernah tau siapa dan di mana dia. Bahkan, dia mungkin gak akan pernah tau, kalo gue ada." Ini cerita tentang Delia, seorang gadis pemilik senyum semanis sari tebu, yang selalu merasa hidupnya kelabu.