18. Janji?

379 78 1
                                    

Delia terlihat bahagia jalan bersama Kelvin dan Brie. Saat ini mereka bertiga sedang berada di taman hiburan. Sudah banyak wahana yang mereka coba, dan baru saja mereka selesai naik bianglala.

"Seru banget ya, kita mau naik apa lagi nih?" tanya Brie.

"Roller coaster, gimana?" usul Kelvin.

Delia menggeleng sambil memeluk boneka besar pemberian Kelvin, yang Kelvin dapatkan saat iseng mencoba bermain mesin capit.

Dia bukannya takut menaiki wahana yang Kelvin sebutkan, tapi jika melihat apalagi menaiki roller coaster, ingatannya selalu kembali ke masa lalu. Saat dia dan ibunya duduk berdua di sana, saling berpelukan erat dan berteriak bersama, setelahnya tertawa puas. Rasanya pasti akan sangat sesak jika kembali mencoba wahana itu.

"Kenapa Del?" tanya Kelvin cemas saat melihat wajah Delia yang kini berubah murung.

Delia menggeleng singkat. "Gue nunggu aja, kalo kalian mau naik silahkan."

"Kayaknya Delia capek, bentar ya gue beli minum dulu." Kelvin berlari pergi mencari penjual minuman.

"Ada apa? Lo takut ya?" tanya Brie setelah mengajak Delia duduk di salah satu kursi bercat putih yang terletak di bawah pohon rindang.

"Enggak. Cuma... gue inget aja sama almarhumah ibu kalo liat apalagi naik roller coaster." Delia yang tidak pernah bisa berkata bohong, tentu akan bicara yang sebenarnya, meski berat sekalipun.

Brie merangkul bahu Delia. "Maaf ya, kita gak ada maksud bikin lo sedih."

"Gak apa. Kayaknya gue mau pulang aja deh." mood Delia sudah kembali hancur. Dia tidak bisa lebih lama lagi menahan air matanya. Semakin dia mencoba lupa, satu persatu bayangan masa lalu malah memenuhi pikirannya.

"Kok gitu? Yah, jangan sedih lagi dong. Gimana kalo kita ke istana boneka, atau rumah hantu aja? Biar seneng lagi?"

Delia menggeleng lemah.

Kelvin datang membawa tiga botol minuman. Delia dan Brie menerima minuman itu, dan segera menenggaknya.

"Gue tunggu di depan aja ya," kata Delia lalu melangkah pergi.

Saat Kelvin akan mengejarnya, dengan cepat Brie menahannya. "Biarin Delia sendirian." tahan Brie.

"Kenapa?"

"Dia sedih gara-gara lo ngomongin roller coaster, katanya inget sama ibunya yang udah gak ada."

"Apa? Jadi Delia udah gak punya ibu?" Kelvin merasa sangat bersalah. Dia segera mengejar Delia dan tidak memperdulikan teriakkan Brie.

Delia cepat-cepat menghapus air matanya saat melihat Kelvin. Dia malu sekali, sudah dua kali Kelvin melihat dirinya menangis. Kelvin pasti akan berpikir jika dirinya adalah gadis yang cengeng.

"Maaf Del," ucap Kelvin perlahan.

"Gue mau pulang."

Kelvin mengangguk.

Kelvin:

Brie, sorry ya gue pulang duluan. Tadi gue udah suruh Andri buat jemput lo kok. Bye-bye!

Brie meremas ponselnya kesal. Bagaimana ini bisa terjadi? Kelvin belum pernah melakukan ini padanya, dan ini semua hanya karena gadis itu?

"Akh!! Kenapa sih tuh cewek harus hadir dalam hidup Kelvin? Awas aja, kalo persahabatan gue sama Kelvin hancur gara-gara dia, gue bakal buat hidup dia makin menderita." desis Brie tidak terima.

===

"Brie?" tanya Delia baru sadar Brie tidak ada di dalam mobil.

"Masih di sana, ada kok yang jemput, tenang aja."

Dandelion✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang