11. Surat

59 15 8
                                    

"Oh, jadi ini yang katanya kepilih jadi wakil rohis." Ucap Marsha sinis sambil berkacak pinggang di depan Haura yang baru saja sampai di sekolah.

Marsha sengaja berangkat sepagi ini untuk menunggu kedatangan Haura yang ia ketahui bahwa Haura selalu datang lebih awal dari siswa lainnya. Marsha sengaja mencegat Haura di koridor agar lebih leluasa mengeluarkan semua yang membuat ia sangat kesal dengan Haura. Yang menjadi permasalahan utama adalah ia tidak mau jika Haura dekat-dekat dengan Akmal sang pujaan hatinya karena kini Akmal adalah ketua rohis dan Haura adalah wakilnya, otomatis mereka akan sering berhubungan dan itu yang membuat Marsha bak singa kelaparan yang siap menyerang mangsanya.

Haura hanya diam menunduk, ia berusaha tak mendengarkan sindiran Marsha.

Marsha memegang dagu Haura hingga wajah Haura mendongak ke atas.

"Heh, lo denger ya lo gak usah sok deh, ekskul rohis itu cuma ekskul kecil, gak ada guna. Apalagi kalau lo yang sok mau jadi wakil, tambah gak guna tau gak lo!!" Ucap Marsha sinis dan langsung melepas dagu Haura sambil menepuk-nepuk tangannya seperti ingin menghilangkan kotoran dari tangannya.

"Kok diem sih lo? Ngomong dong!" Bentak Indri.

Haura tetap diam, menahan sesak di dadanya.

"Woyy cewek norak, gak punya mulut lo?" Tegur Fani.

"Guys, gue gak butuh suara dia. Yang gue butuh air mata dia." Ucap Marsha sambil melirik ketiga teman satu gengnya itu.

"Kita apain nih Sya?" Tanya Vita.

Marsha langsung menarik hijab Haura hingga hampir terlepas dari kepalanya.

"Itu yang gue mau!" Tegas Marsha. "Gak usah sok suci, orang-orang munafik kaya lo itu gak pantes untuk dihormatin, jadi gak usah sok lo. Lo pikir dengan lo jadi wakil rohis orang-orang bakal memuja lo, terus lo banyak yang ngebelain gitu? jangan harap! gak akan ada orang yang mau deket sama orang-orang munafik!"
Haura tak dapat lagi menahan perlakuan Marsha terhadapnya.

"Apa salah gue? apa? Kenapa lo bisa sebenci itu sama gue? tolong kasih alasan, kalau gue salah gue minta maaf." Jawab Haura sambil menangis sesegukan.

Marsha kembali mengangkat dagu Haura dan kali ini sambil menekannya.

"Salah lo adalah lo itu jadi bagian dari orang-orang sok suci, munafik, norak, kampungan, gak pantes lo ada di sini mendingan lo pulang sana ke kampung halaman lo, gak usah balik lagi ke sini!" Jelas Marsha dengan suara tinggi dan tegas sambil menekankan satu persatu kata yang ia ucapkan.

"Dan yang paling penting adalah, lo gak usah deket-deket sama Akmal. Gue perjelas lagi, mending lo cabut dari ekskul itu atau jilbab lo ini yang bakal gue cabut selamanya dari kepala lo itu!" Ancam Marsha sambil menepuk pipi Haura pelan dan diakhiri dengan tepukan yang agak kencang.

"Cabut guys." Ajak Marsha yang langsung melenggang pergi meninggalkan Haura yang sedang membenarkan hijabnya yang berantakan sambil mengusap wajahnya yang sudah hampir dibanjiri oleh air mata.

Marsha dan teman-temannya menghampiri kelas Akmal, namun belum teihat sosok yang mereka cari. Saat melewati kelas XII IPA 1 Marsha dan teman-temannya melihat Guntoro dan Ferdi yang terlihat sedang asyik mengobrol.

"Heh, Akmal mana?" Tanya Marsha dengan suara nyaringnya yang berhasil membuat Guntoro dan Ferdi langsung menghentikan obrolannya dan langsung menengok ke belakang, tepat tempat Marsha dan teman-temannya berdiri menunggu jawaban dari Guntoro dan Ferdi, namun yang di tanya malah terlihat bingung. Guntoro dan Ferdi kompak seolah celingukan sepeeti mencari seseorang.

"Hello... gue ngomong sama orang atau tembok?" Sindir Marsha dengan suara nyaringnya.

"Lo ngomong sama siapa?" Tanya Ferdi dengan wajah sok polosnya.

 Karya Rasa (END✓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang