6. Persiapan H-1

84 23 1
                                    

Hari ulang tahun sekolah tinggal satu hari lagi, semua siswa terlihat begitu sibuk mempersiapkan acara spesial tersebut. Begitupun Haura yang baru pertama kali merasakan kemeriahan persiapan ulang ahun sekolah barunya itu. Haura mendapat tugas membersihakan dan  menghias aula yang akan menjadi lokasi utama acara pembukaan acara ulang tahun sekolah. Haura beserta siswa-siswi lainnya sedang sibuk menata bangku, kemudian menempelkan nama yang akan mendudukinya nanti.

“ehh lo, ikut gue!” panggil Marsha sambil berteriak mengarahkan pandangannya kepada Haura.
“saya?” tanya Haura memastika bahwa memang benar jika yang dipanggil oleh Marsha adalah dirinya.

“Ikut!” perintah Marsha membelakangi Haura dan memulai langkahnya.

Haura bingung, ia harus mengikuti Marsha atau mengabaikannya, tetapi jika ini demi kepentingan sekolah bagaimana? Dengan ragu Haura menyusul Marsha dengan langkah cepat.

“Tugas lo!” ucap Marsha sambil melirik pintu gudang yang masih tertutup.

“Maksudnya?” tanya Haura bingung.

“Lo liat kan gudang ini kotor banget, malu dong kalau sampe ada tamu yang liat kondisi gudang ini.” Jelas Marsha

“Apa Cuma gue yang harus bersihin gudang ini? Yang lain mana? Gak mungkin kan yang ngebersihin gudang Cuma gue sendirian?”

“Yaudah, lo bersihin duluan ini gudang, nanti gue cari orang buat bantuin lo.” Ucap Marsha sambil melempar kunci gudang kepada Haura dan berlalu pergi.

Haura menuruti perintah Marsha, ia membuka pintu gudang dan begitu pintu gudang yang ruangannya cukup besar itu di buka, aroma debu menyeruak membuat Haura bersin-bersin. Haura mengakalinya dengan menutup mulut dan hidungnya menggunakan juntaian hijab yang menutupi dadanya, kini ia seperti menggunakan cadar dan berhasil melindungi dirinya dari debu yang memenuhi seisi gudang itu.

Haura melihat isi gudang yang terlihat sangat sesak karena diisi oleh berbagai benda-benda usang yang sudah tidak terpakai lagi. Ada sesuatu yang membuat Haura kagum dari isi gudang itu, sebuah lukisan pemandangan pedesaan yang sangat asri, itu yang bisa Haura lihat, namun ada bagian yang tertutup debu tebal dan sarang laba-laba. Haura mencoba membersihkan lukisan tersebut untuk melihat lukisan secara keseluruhan, ketika lukisan tersebut berhasil dibersihkan, ternyata lukisan tersebut melukiskan dua orang anak yang sedang bermain di pematang sawah, anak laki-laki dan perempuan yang menggunakan hijab terlihat bahagia bermain bersama. Di belakangnya ada sebuah gubuk kecil, padi-padi mulai menguning, dan dikelilingi oleh pepohonan rindang, sungguh indah lukisan tersebut.

“Kenapa gak di taruh di ruang kepsek atau ruang guru aja sih lukisan ini, kan sayang lukisannya bagus gini,” Haura bermonolog sambil mengelap debu yang tersisa di lukisan tersebut.

Brukk... suara pintu gudang seperti ada yang menutup.

Haura langsung berlari menuju pintu. “Marsha....bukain, tolong bukain... tolong...tolong...” teriak Haura tak karuan.

“Udah aku duga, Marsha pasti selalu buat aku menderita kaya gini hiks..hiks...” ucap Haura sambil menangis.

Seorang yang menutup pintu tadi mendengar teriakan Haura.

Ceklek...pintu gudang kembali terbuka, memperlihatkan Haura yang sedang menangis ketakutan.

“Hau....maaf Hau, gua gak tau kalau digudang ada orang. Soalnya tadi pas gua periksa gak keliatan ada siapa-siapa di dalem, ya jadi gua kirain ada yang abis ngambil sesuatu di gudang terus lupa nguncinya lagi. Jadi, yaudah gua kunci lagi deh gudangnya. Maaf banget ya Hau kalau buat lo jadi ketakutan kaya gini.” Jelas Guntoro

Haura hanya membalas dengan anggukan karena masih begitu ketakutan atas apa yang baru saja terjadi.

“Lo ngapain di sini? Sendirian lagi.” Tanya Guntoro pada Haura yang sudah terlihat lebih tenang dan dapat menetralkan rasa takutnya tadi.

 Karya Rasa (END✓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang