29. Pergi untuk Selamanya

57 13 2
                                    

Tak ada yang abadi di dunia ini. Suka akan berubah menjadi duka, baik akan berubah menjadi buruk, kaya akan berubah menjadi miskin, dan yang hidup pasti akan mati. Semua itu adalah hal yang pasti dan kita tinggal menunggu kapan takdir itu akan menyapa.

•••
~Karya Rasa~

🌷🌷🌷

"Akmal, ini kan hari minggu nih, kamu telepon Haura gih mama mau ngomong sama dia. Mama mau nyuruh dia ke sini." Pinta Widia dengan lembut.

Akmal pun menuruti perintah Widia tanpa ada penolakan, ia ingin membuat mamanya senang.

"Nih, Ma." Ucap Akmal sambil menyodorkan handphonenya yang sudah terhubung ke Haura.

Widia pun menerimanya dengan senyum antusias. "Hallo, assalamu'alaikum Haura...ini mama nak."

"Waalaikumsalam Tante." Suara Haura terdengar sangat lembut.

Widia terkekeh karena mendengar Haura yang masih memanggilnya dengan panggilan tante. "Panggil mama dong sayang... kamu lagi ngapain nak?" Tanya Widia memastikan kalau Haura bisa ke rumahnya hari ini.

"Hmm...iya, maaf Haura lupa. Iya Ma, Haura lagi santai aja sih gak ngapa-ngapain."

"Kamu bisa main ke sini?" Tanya Widia yang membuat Haura terkejut.

"Iya, insya Allah bisa ta- eh Ma." Jawab Haura gelagapan karena masih belum terbiasa memanggil mama Akmal dengan sebutan mama, seperti memanggil mamanya.

Widia sangat senang setelah menerima jawaban dari Haura. Ia akan menyuruh Akmal yang akan menjemput Haura nanti.

"Nanti kamu di jemput Akmal ya. Kamu kabarin dia aja kalau udah beres."

"Iya, nanti Haura kabarin Kak Akmal ya Ma."

"Oke kalau gitu, assalamu'alaikum Haura..." Tutup Widia.

"Waalaikumsalam Mama Widia."

Widia, mama Akmal pun langsung sibuk berkutat dengan berbagai adonan kue di dapur. Ia akan membuat brownies dan bolu kukus untuk dihidangkan pada Haura. Ia ingin Haura menjadi betah dan dekat dengannya.

"Ma, Aku mau jemput Haura dulu ya, assalamu'alaikum." Pamit Akmal sambil meraih tangan mamanya yang masih mengenakan sarung tangan plastik.

"Eehhh, maen salaman aja sih kamu. Kan tangan mama masih kotor gini." Protes  Widia.

"Jawab salam hukumnya wajib loh." Ucap Akmal mengingatkan.

"Iya, waalaikumsalam hati-hati ya nak."

Akmal membalasnya dengan anggukan dan tersenyum pada mamanya, lalu kembali melanjutkan langkahnya.

***

Dalam perjalanan menuju rumah Akmal, di dalam mobil hanya ada keheningan antara Akmal dan Haura. Tak ada salah satu antara mereka yang membuka pertanyaan. Sebenarnya, Haura ingin mengatakan sesuatu pada Akmal, tapi apa yang akan ia bicarakan? jika wajah Akmal yang sesekali ia lihat dari kaca spion pun terlihat hanya fokus pada jalanan saja dan wajahnya terlihat begitu datar. Ekspresi datar itulah yang membuat Haura terkadang kesal pada sikap Akmal yang kembali seperti semula.

Tak lama, Akmal mengisi keheningan dengan menyetel kumpulan lantunan sholawat dari Sabyan Gambus. Ya, lumayanlah daripada hanya diam, lebih baik mendengarkan sholawat dan kalau perlu ikut bersholawat juga. Namun, Akmal dan Haura yang sama-sama menikmati lantunan sholawat tersebut hanya bisa mengikutinya di dalam hati saja, mereka sama-sama malu untuk mengeluarkan suara dan mengikuti sholawat itu bersama.

 Karya Rasa (END✓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang