~Selamat membaca~
🌷🌷🌷
Milad rohis sudah tinggal hitungan hari saja, acara dimajukan karena tiba-tiba kepala sekolah tidak mengizinkan untuk melaksanakan acara pada hari sekolah karena khawatir akan membuat jam pelajaran terganggu, padahal jika ekstrakulikuler unggulan yang menggelar acara, sekolah selalu mendukung, bahkan memberikan waktu untuk mempersiapkan semuanya agar acara terlaksana dengan maksimal, tapi tidak untuk ekstrakulikuler rohis. Ini adalah waktu untuk ekstrakulikuler itu untuk membuat persepsi mereka tentang rohis berubah. Ekskul ini ada untuk menjadi wadah bagi siswa-siswi untuk belajar agama, remaja butuh itu untuk menanamkan ilmu agama sejak muda, tetapi kebanyakan remaja merasa bahwa dirinya masih muda, belum saatnya mereka memperdalam ilmu agama karena menurut mereka agama akan membatasi ruang gerak mereka, tak bisa bebas, dan terlalu membosankan dibandingkan dengan berleha-leha di luar sana, kumpul dengan teman-teman, dan menghabiskan waktu untuk selalu bersenang-senang. Itu sangat menyenangkan menurut mereka dibandingkan harus mengabdi pada agama.
Persiapan pun sudah semakin matang. Hari ini Akmal dan Haura berniat untuk mengambil banner yang sudah dipesan sebelumnya. Setelah mengambil banner, mereka juga berencana mendatangi tempat mereka menyewa dekorasi untuk mengabarkan bahwa acara akan dimajukan dan meminta agar dekorasi dipasang pada hari sabtu pagi karena hari minggu adalah hari-h.
Akmal menyetir mobilnya dengan kecepatan pelan, mengikuti arahan dari Guntoro melalui peta gambarannya sendiri karena yang memesan banner waktu itu adalah Guntoro dan Ferdi, namun mereka berhalangan untuk mengambilnya karena ada rapat OSIS dadakan. Padahal, mereka sudah janji akan mengambil banner tersebut hari ini.
Akmal berdecak kesal, ia rasa ia salah jalan karena sudah dua kali memutari jalanan yang sama.
Kedua bola mata Haura menoleh ke kiri dan ke kanan memahami jalanan tersebut dan mencocokkannya pada peta buatan Guntoro. Haura menjadi bingung dibuatnya karena jalan yang mereka telusuri sudah sama persis dengan yang di peta.
"Kak, bisa hubungin kak Guntoro gak? mungkin dia salah kasih peta." Saran Haura.
Akmal mengikuti apa yang Haura katakan, berharap ini akan berhasil membawa mereka segera menemukan tujuan, namun Guntoro tak kunjung mengangkat teleponnya.
Akmal menghembuskan napas kasar, ia sudah menyerah dengan tempat tujuannya itu.
"Kita ke tempat dekor aja dulu deh." Ucap Akmal sambil menginjak pedal gas.
Haura mengangguk menyetujui, ia pun sudah lelah karena terus berputar-putar pada jalanan yang sama.
Setelah ketempat dekorasi, Akmal dan Haura memutuskan untuk langsung pulang. Namun saat lampu merah, tak ada suara kendaraan yang memekakan telinga membuat Akmal dapat mendengar bunyi cacing dari perut Haura yang begitu memberontak kencang, Akmal mendengarnya samar namun ia tak menoleh ke belakang lebih baik pura-pura tidak tahu saja.
Haura mengumpati dirinya sendiri, bagaimana mungkin perutnya begitu memberontak kencang seperti itu? dan ia pun baru ingat, rupanya ia memang belum makan apa-apa sejak tadi pagi.
Haura berusaha menahan perutnya menggunakan kedua tangannya, berharap tak akan ada lagi suara yang akan memalukan dirinya. Haura berusaha melihat ekspresi Akmal saat ini untuk memastikan apakah ia mendengar suara berontakan cacing diperutnya itu atau tidak. Haura tak melihat ekspresi apa-apa dari wajah Akmal dan ia melupakan sesuatu jika orang itu memang orang yang pelit ekspresi sekaligus pelit bicara. Ya, walaupun akhir-akhir ini ada sedikit perubahan sikap dari Akmal, tetapi ia masih sering memunculkan sikap lamanya.
Akmal memarkirkan mobilnya di depan sebuah resto. Haura tercengang dibuatnya, dan kini ia menyadari bahwa sudah pasti tadi Akmal mendengar suara itu. Haura menarik napas dalam-dalam dan menghembuskannya perlahan berusaha menetralkan rasa malunya pada Akmal. Tiba-tiba ada suara ketukan dari luar, dan itu adalah Akmal. Untuk apa dia mengetuk pintu mobil jika dari dalampun ia bisa mengajak Haura keluar, atau ia juga bisa membuka pintu mobil secara langsung tanpa mengetuknya karena hal yang ia lakukan itu sungguh membuat wajah Haura memerah dan ingin rasanya ia kabur dari sini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Karya Rasa (END✓)
Teen FictionJangan lupa beri vote dan komennya ya kalau kalian suka dengan cerita ini. Haura Khansa adalah seorang gadis berusia 16 tahun yang kebahagiaan seolah pergi begitu saja dari hidupnya. Masalah demi masalah kian menghampirinya. Dimulai dari perpisahan...