Tiga hari sudah Haura berada di sebuah ruang rawat di klinik ini, kini waktunya Haura dibolehkan untuk pulang karena kondisinya yang kian membaik.
Sebelumnya Haura selalu merengek pada Mbok Sri dan dokter agar diperbolehkan untuk segera pulang karena sudah tak betah jika harus menatap dinding rumah sakit, mencium bau obat, dan tak bisa bergerak dengan leluasa karena tangannya yang dipasang selang infus.
Haura terdiam sebentar untuk menghirup udara segar yang sudah tiga hari tak ia hirup. Mbok Sri memperhatikan Haura yang mematung dengan dadanya yang terlihat naik turun secara perlahan, dengan mata yang tertutup.
"Non, Non Haura kenapa? Masih sakit ya?" Tanya Mbok Sri khawatir.
Haura membuka matanya dan terkekeh. "Bu Sri, alhamdulilah aku sehat kok. Aku cuma mau nikmatin udara seger aja, kan udah lama aku gak ngehirup udara segar kaya gini." Jawab Haura yang membuat Mbok Sri merasa lega.
"Yaudah, yukk masuk Non, nanti kalau kelamaan jadi masuk angin lagi."
Haura terkekeh mendengar ucapan Mbok Sri yang menurutnya itu lucu, namun wajah Mbok Sri terlihat begitu serius saat mengucapkannya.
Saat Haura menginjakkan kakinya hendak menaiki mobil, tiba-tiba ia mengingat sesuatu. Amplop, amplop milik Akmal yang waktu itu terjatuh di tangan Haura ia simpan di laci lemari ruang rawatnya. Haura berlari kembali ke ruang rawatnya tanpa pamit pada Mbok Sri, hal itu membuat Mbok Sri terlonjak kaget dan mengejar Haura.
"Non...Non...Non Haura..." Panggil Mbok Sri.
Haura menoleh sebentar memberi penjelasan, "tunggu di mobil Bu, barang Haura ada yang ketinggalan." Teriak Haura.
Mbok Sri baru bisa lega walaupun kini napasnya menjadi terengah-engah karena mengejar Haura.
***
Haura membolak-balikkan sebuah amplop biru dengan rasa penasaran yang sangat besar. Sebenarnya, waktu di rumah sakit Haura hendak membuka isi amplop tersebut, namun ia sadar bahwa amplop itu bukan miliknya. Ia tak ada hak untuk melihat hal yang bisa jadi itu adalah sebuah privasi atau rahasia pemiliknya yang harusnya tidak boleh ia ketahui.
"Besok gue pulangin ke Kak Akmal deh." Ucap Haura sambil meletakkan amplop tersebut ke dalam tasnya agar besok ia tak lupa membawanya. Walaupun hatinya sangat-sangat penasaran akan isi amplop tersebut yang ia ketahui isinya adalah secarik kertas yang mungkin itu surat, karena Haura sempat membuka amplop tersebut karena ingin tahu isinya, tapi karena rasa sadarnya bahwa ia tak ada hak atas amplop tersebut membuatnya kembali menutup amplop.
Tok...tok...tok... Tiga kali ketukan pintu dilayangkan oleh Mbok Sri sambil memanggil Haura. Namun Haura segera merebahkan dirinya di atas kasur untuk berpura-pura tidur karena ia tahu bahwa Mbok Sri pasti akan menyuruhnya untuk minum obat.
Karena tidak ada jawaban dari Haura yang jika biasanya ia tidak menjawab berarti sedang tidur membuat Mbok Sri kembali menuruni anak tangga. Meskipun sudah sangat dekat dengan Haura, Mbok Sri tidak berani masuk ke kamar Haura tanpa seizin pemiliknya walaupun kamar Haura sering tak terkunci.
"Maaf Den, Non Hauranya lagi tidur. Mbok ndak tega kalau harus bangunin, kan dia baru sakit jadi pasti butuh istirahat to."
"Eh, iya Mbok gakpapa. Sampaikan salam dari kami bertiga aja ya. Kita ke sini juga sekalian karena baru pulang sekolah jadi mampir deh." Jawab Guntoro.
"Silakan masuk dulu Den." Ajak Mbok Sri.
"Eh, gak usah Mbok. Kita langsung pamit aja ya. Hmm...ini ada sedikit buah segar buat Haura biar cepet sehat." Ucap Ferdi mengulurkan sebuah parcel yang berisi aneka buah segar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Karya Rasa (END✓)
Teen FictionJangan lupa beri vote dan komennya ya kalau kalian suka dengan cerita ini. Haura Khansa adalah seorang gadis berusia 16 tahun yang kebahagiaan seolah pergi begitu saja dari hidupnya. Masalah demi masalah kian menghampirinya. Dimulai dari perpisahan...