21. Terkunci

63 14 8
                                    

Biarpun dirimu kini terkunci dalam sebuah ruang pengap, jangan pernah kunci hatimu untuk Allah, walaupun kini hatimu terasa pengap karena segala duka yang menghimpit dirimu secara perlahan.

•••

~Karya Rasa~

~Selamat membaca~

🌷🌷🌷



Di kantin yang kini sudah hening, tak ada lagi wajah kelaparan siswa yang menyantap makanannya dengan lahap karena waktu sudah masuk jam pelajaran. Namun Marsha, Maira, Indri, Fani, dan Vina sengaja tetap berada di kantin untuk membolos jam pelajaran yang menurut Marsha tidak begitu penting itu.

Marsha dan teman-temannya sengaja merencanakan ini untuk memancing emosi Maira dengan membicarakan kejadian antara Haura dan Akmal kemarin.

"Guys, gue ke toilet dulu ya." Pamit Marsha.

"Oke." Ketiga temannya pun langsung menyetujui kepergian Marsha.

"Eh, kalian tau gak sih, kemaren gue ngeliat Haura sama Akmal di taman lagi berduaan. Kalau Marsha tau soal ini, bisa abis tuh si Haura." Ucap Fani  serius dengan setengah berbisik.

Maira mendengarkan ucapan Fani dengan seksama sambil merengut kesal. Jantungnya berdebar lebih cepat akibat tersulut emosi karena rasa cemburunya.

Fani dan Indri yang melihat perubahan ekspresi Maira pun langsung tersenyum tipis penuh kemenangan. Bangga karena akhirnya Maira terperangkap dengan mudahnya dalam jebakan mereka itu.

"Wah itu parah sih Fan, kalau gue yang ngerasain itu, cowo yang gue suka di rebut sama orang kaya gitu. Apalagi cewenya adalah cewe norak yang pake banget kaya Haura itu, ishh bakal langsung gue labrak tuh orang." Jawab Indri berusaha membuat Maira naik pitam.

"Uh kalau gue nih ya, gue foto tuh cewe terus gue viralin di sosmed biar kapok." Ucap Vina menambahkan.

Emosi Maira memuncak, ia berusaha mengendalikan emosinya itu dengan menundukkan pandangannya dan mengambil napas pelan secara berulang-ulang.

"Gue permisi mau ke toilet dulu ya." Pamit Maira.

"Eh, mau kemana lo Mai? kita kan belum selesai ceritanya, ini tentang mantan sahabat lo loh." Cegah Fani.

"Gue-"

"Duduk." Paksa Indri menarik tangan Maira agar kembali berada di tempat duduknya.

"Kenapa gak boleh sih?" Tanya Maira.

"Eh, lo tau gak sih Mai kalau ternyata si Haura temen lo yang sok alim itu kemaren gelagatnya kaya mau ngedeketin Kak Akmal gitu, duduknya aja mepet-mepet loh, padahal Kak Akmal nya keliatan risih gitu." Ucap Fani sambil menatap ekspresi Maira lekat-lekat.

Maira pergi tanpa permisi meninggalkan ketiga teman barunya itu. Ia sudah tak tahan lagi mendengar semua yang diceritakan oleh mereka. Kuping Maira sudah terasa begitu panas jika harus terus bertahan mendengarkan apa yang mereka ucapkan tentang Haura, orang yang dulu begitu dikaguminya dan ingin ia contoh sikapnya karena begitu tegar menghadapi segala cobaan. Haura yang selalu taat beribadah, mengingatkan tentang kebaikan, dan menyenangkan itu kini berubah menjadi racun yang selalu ingin ia hindari.

Fani dan Indri tersenyum sinis, puas akan apa yang mereka lihat saat ini. Keadaan Maira sangat terlihat tidak baik-baik saja setelah mendengar cerita fiktif mereka.

"Eh, emang kemaren si Haura kaya gitu ya? kayanya dia duduk aja gak deh, gimana mau mepet-mepet ke Kak Akmal coba?" Tanya Vina dengan polosnya.

Pertanyaan Vina pun mendapat pelototan dari kedua temannya. "Mending lo bayar aja tuh semua makanan kita." Ucap Fani dan Indri yang kompak berlalu pergi meninggalkan Vina yang sedang mencerna ucapannya yang mungkin salah.

 Karya Rasa (END✓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang