Saat sampai di persimpangan koridor menuju kamar Sean, betapa terkejutnya mereka melihat seseorang yang duduk di sebuah bangku koridor yang bisa dibilang sepi itu.
Seseorang itu duduk dengan tenang dengan earphone yang menyumbat telinganya. Matanya terpejam menikmati lagu yang diputar. Jarum infus masih tertancap manja di tangannya itu.
"Se-an?" ucap Litzy dengan bata-bata.
"Kak Sean?" Chaemy menyapanya dengan santai. Lelaki itu masih sibuk dengan lagu yang diputar, hingga si Litzy meneriakinya dengan lebih keras.
"WOI, Kupret!" tepat di telinganya yang tersumbat earphone hitam tak berkabel itu.
"Ho? Napa? Santai aja kali, nggak usah teriak-teriak. Masih jelas kok." ngotot Sean.
"Gigi lu ompong, ntah apa yang jelas dari telinga lo, dipanggil nggak nyaut tuh." cecar Litzy tak terima.
"Btw, ngapain lo disini? Bukannya lo masih nggak boleh turun dari ranjang?" tanya Litzy.
"Ih, siapa bilang gue nggak boleh turun dari ranjang? Sotoy elu, budayakan bertanya dulu kek." ucap Sean sambil melepaskan earphone satunya lagi yang melekat di daun telinganya yang lain.
"Ehem, gue ke kafetaria dulu ya? Laper belum makan." ucap Chaemy yang langsung pergi tanpa di iyakan terlebih dahulu.
"Kebiasaan." gumam Litzy.
"Ke kamar gue aja kali ya? Atau ke taman belakang?" tawar Sean. Litzy menoleh ke arahnya.
"Terserah deh, asal lo nyaman aja." jawab Litzy. Sean mengangguk. Ia berjalan ke arah taman belakang rumah sakit sambil mengiring infus yang masih mengalir itu.
"Untung kesumpal tuh telinga, kalo nggak, bisa berabe nih urusan." batin Litzy. Litzy mengusap lega dadanya.
"Gimana tuh luka lo?" tanya Litzy setelah mereka duduk di sebuah bangku yang disediakan di taman itu. Pandangannya mengarah ke punggung Sean.
"Baek aja tuh, pipi lo? Sehat?" tanya Sean balik.
"Napa sama pipi gue?" ucap Litzy yang sedikit was-was akan pertanyaan Sean. Sean menatapnya sekilas lalu beralih menatap ke depan.
"Bekas ditampar bertubi-tubi sama Kesya." sambung Sean. Litzy menghela nafasnya, sedari tadi tanpa ia sadar, ia menahan nafasnya.
"Kok lo tau?" Sean tersenyum kecil. Litzy bergidik geli. "Kok senyum? Jadi geli, ih." batinnya.
"Tau lah, terekam jelas di kamera kecil dekat kotak-kotak di pojok ruangan. Polisi yang temuin." jelas Sean. Litzy mengangguk.
"Sehat aja nih pipi." jawab Litzy. Suasana hening, mereka berdua menikmati indahnya sore dengan langit jingga dan angin sepoi-sepoi.
Litzy memainkan kukunya. Pandangannya jatuh ke bawah menatap kuku yang ia mainkan itu. Ada sesuatu yang ingin ia ucapkan, namun ia malu sekaligus takut. Ia mengulum bibir atasnya. Sean menoleh kearah gadis di sampingnya.
"Ngomong aja kali, gue nggak bakalan terkam lo kok." ucap Sean yang sepertinya mengerti maksud Litzy.
"Ehm, anu, itu," Sean berdecak sebal. Tumben-tumbenya nih anak gagap.
"Ngomong aja Litzy, nggak bakalan gue terkam deh, janji." gemas Sean.
"Eh, itu, gue, gu-e mau bil-bilang, itu, anu," Sean menepuk jidatnya dengan frustasi sekaligus gemas.
"Ngomong aja Litzy, ih." Litzy menatap Sean dengan wajah malu.
"Nungguin ya?" jahil Litzy.
"Astaga," Sean mengelus sabar dadanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
From Dream To You (COMPLETE)
Teen FictionKalian percaya gak kalau jodoh itu bisa ketemu dimana saja, termasuk mimpi? "Lo pikir gue suka gitu sama pangeran jadi-jadian model lo?!" sentak Litzy Vorencia menatapnya kesal. "Emang lo pikir gue mau sama cewek kebo kayak lo?!" bentak Sean Grist...