Satu minggu lagi tahun ajaran baru akan dibuka. Litzy harus memulai semuanya tanpa mereka di sampingnya. Mereka yang melindungi Litzy dari depan, mereka yang menopah tubuh Litzy saat ia terjatuh, mereka yang membuatnya tertawa, mereka yang mendorong Litzy dari belakang saat ia membutuhkan dukungan, dan mereka yang menarik Litzy saat Litzy tersungkur di bawah tanah.
Litzy berdiri di depan ruang pasien atas nama Sean Grist itu. Ia menarik nafas panjang lalu menghembuskannya untuk menghilangkan rasa canggung di hatinya itu.
Litzy membuka pintu ruangan itu yang membuat Jennie yang termenung menatap Sean di ruangan itu menoleh.
"Eh, pagi Tante." ucap Litzy sedikit menundukkan kepalanya.
"Eh, Izy. Silakan duduk, Zy." ucap tante Jennie yang langsung mempersilakan Litzy duduk.
"Iya, Tante. Kata dokter, gimana perkembangan Sean, Tan?" ucap Litzy seusai duduk di sofa yang berada di seberang bangsal Sean.
"Gitu aja, belum ada perkembangan." ucap Jennie sambil mengambil sebuah termos yang berisi air panas.
"Tante nitip Sean sebentar, ya? Tante isi air dulu, boleh kan?" ujar Jennie yang mengerti situasi.
"Iya tante, silakan." sesaat Jennie berjalan keluar, Litzy menghampiri Sean yang terbaring dengan perban yang membaluti kepalanya serta alat-alat yang terpasang di tubuhnya.
"We, bangun kek. Lo nggak laper apa tidur mulu tanpa makan?" Litzy menarik kursi yang berada di samping bankar Sean lalu mendudukinya sambil memandang Sean yang belum sadar itu.
"Lo mau denger cerita gak?" Litzy meraih tangan Sean lalu memainkannya.
"Dulu, sebelum gue ketemu pangeran jadi-jadian model lo, lo udah datang duluan di mimpi gue. Sejak saat itu, gue percaya kalau Tuhan ngirim jodoh gue lewat mimpi. Tapi, argumen dipatahkan waktu Kak Violet, mantan pacar lo datang ke kehidupan gue."
"Jujur, gue agak bingung sama perasaan gue saat itu. Tapi gue berani sumpah, gue nggak pernah sekalipun berharap kalian putus. Gue nggak pernah sekalipun ingin jadi perusak diantara hubungan kalian. Lo bilang, lo sayang sama gue sebagai adik lo aja kan? Gue mau lo buktiin kalo lo sayang sama gue." Bibir Litzy mulai bergetar saat pelupuk matanya telah dipenuhi air yang menjadikan pandangannya menjadi buram.
"Lo nggak kasihan sama mama lo apa? Lo tau gak, mama lo itu tidurnya udah gak teratur tau. Kadang juga sampai gak tidur. Wajahnya juga berubah tirus, terus lo enak-enak tidur tanpa mikirin kita di sini."
"Gue mau minta maaf sama lo. Gara-gara gue, lo masuk ruang operasi dua kali. Pokoknya lo harus bangun. Gue pulang." Litzy beranjak mengambil tas yang tadi ia letakkan di sofa yang ia duduki.
"Loh, udah mau pulang, Zy?" tanya Jennie saat pintu dibuka oleh Litzy.
"Iya, tan. Izy permisi ya, tan. Oh iya tan, jangan begadang terus ya? Tadi Sean udah Izy marahin kok. Katanya dia bakalan bangun dan minta maaf ke tante." ucap Litzy tampak ingin menghibur. Kata-kata yang ia lontarkan sepertinya berhasil sebab Jennie tertawa mendengar candaan garing tersebut.
"Ya udah, hati-hati ya," Litzy mengangguk lalu melambaikan tangan ke Jennie.
Hari-hari berlalu normal, Litzy mulai bersekolah kembali. Ia menjalani kehidupannya itu dengan tegar. Seusai pulang sekolah, Litzy selalu menyempatkan dirinya untuk menjenguk Sean. Perkembangan Sean tidak banyak, hanya luka di kepalanya yang sudah hampir sembuh.
Litzy saat ini sedang mengikuti ujian akhir semester. Semuanya berjalan mulus. Pesta perpisahan juga sudah usai. Sebentar lagi akan masuk ke hari dimana Litzy berulang tahun yang menandakan bahwa sudah hampir setahun kedua sahabatnya itu pergi meninggalkan dirinya untuk selamanya. Yang berarti juga bahwa Sean telah tak sadarkan diri selama hampir satu tahun.
KAMU SEDANG MEMBACA
From Dream To You (COMPLETE)
Teen FictionKalian percaya gak kalau jodoh itu bisa ketemu dimana saja, termasuk mimpi? "Lo pikir gue suka gitu sama pangeran jadi-jadian model lo?!" sentak Litzy Vorencia menatapnya kesal. "Emang lo pikir gue mau sama cewek kebo kayak lo?!" bentak Sean Grist...