SeanRevano's POV
Suasana hening menghantui suasana di mobil Revano. Suara dari tape mobil Revano lah yang satu-satunya berani menunjukkan suaranya. Waktu di mobil Revano menunjukkan pukul 23:07.
"Lo suka sama Litzy, kan?" Sean tersentak akan ucapan Revano yang memang begitu kebenarannya. Sean memalingkan wajahnya menghadap Revano yang dengan kalemnya mengendarai mobil di jalan mulus malam itu. Kebetulan juga, jalan di malam itu telah sepi.
"Ha?" lugu Sean.
"Sok budek lo, serius nih, gue nanya," ujar Revano yang masih fokus dengan jalanan di depan.
"Hm," Sean mengangkat bahunya tanda tak peduli.
"Kalo lo suka, kejar tuh." Dengan santai Revano mengusulkannya.
"Gue juga tau kok, lo juga suka kan sama Litzy?" tanya Sean balik.
"Ha? Gue? Suka sama cewek kebo model dia? Dapat gosip darimana lo?" tepis Revano halus dengan tawa garing.
"Cih, sok berkorban. Gue bisa kok dapetin Litzy dengan cara adil. Kalau nanti saatnya dia milih lo, gue rela," Sean menatap lurus jalan didepannya.
"Yaelah, gini. Gue jelasin deh tuh jawaban dari kesimpulan sok tau lo. Gini, Litzy itu, adik gue bloon. Dia udah gue anggap adik gue dari kita kecil. Gue sama dia sering main bareng waktu kecil, pas gue pindah, disitulah gue sama dia perlahan hengkang. Gitu, lo sih sotoynya kebangetan." Sean mendengar dengan saksama penjelasan Revano. Walaupun yang lengket di benaknya hanya kata adik, itu sudah lebih dari cukup untuk sebuah jawaban dari pertanyaan di benaknya.
"Kok lo nggak pernah cerita ke gue?" tanya Sean sebagai tanggapan atas penjelasan Revano.
"Cih, babang oh babang, situ nggak pernah nanya ke aye. Tapi kan ada bagusnya juga situ nggak tau, ye gak? Biar terbakar dikit api kecemburuan di hatinya." Revano menaik turunkan alisnya dengan tujuan menggoda Sean.
"Najis lo," respon Sean yang sebenarnya udah bahagia luar biasa. Akhirnya, ketakutannya selama ini telah terjawab.
"Tapi, gue serius. Jangan sampai Litzy lo buat nangis, kalau sempet dia ngadu ke gue lo sakitin dia, siap-siap deh lo gue buat bonyok. Awas aja, gue titip adik kecil gue ke lo. Inget, hanya untuk sementara, sampai dia bener-bener udah fix dengan pilihannya, baru gue serahin dia ke lo seutuhnya." tegas Revano.
"Cih, sok bokap lu." Sean menoyor kepala Revano.
"Dih, apaan dah lo. Dia itu udah gue anggap permata tau, sayang gue ke dia itu lebih dari pak petani rawat malika," Ucap Revano yang tiba-tiba teringat sebuah iklan nasional di televisi rumahnya.
"Iklan mas?" gurau Sean.
Di mobil itu, mereka bercanda ria dengan langit malam jadi saksi yang menyaksikan kedua pengawal Litzy itu tertawa.
"Kalau Kenneth ikut kita, pasti lebih seru lagi deh, ya gak?" tanya Revano ke Sean yang tersenyum-senyum halu.
"Woi, ya elah, belum sah aja udah senyam-senyum lo," bentak Revano yang mengagetkan Sean dari kehaluannya.
"Ck, lo kira gue budek apa? Santai aja kali, si Kenneth itu kan termakan oppa-oppa di drama itu."
"Oppa? Opak kali, betewe opak enak loh, apalagi kalau dicocol ke bumbu rujak, beh, syedappp." Ucap Revano yang tiba-tiba melenceng ke opak.
"Eh, butek, perasaan tadi lo yang makan paling banyak deh, masih laper lo?" Revano berdecak mendengar respon Sean.
"Gue cuma kasih saran aja, mana tau lo mau makan opak, jangan lupa bumbu rujak, gitu. Anak orang kaya mana pernah makan jajanan SD, ya gak?" Revano menaikkan kepalanya meminta jawaban Sean.
"Gigi," Sean memalingkan wajahnya kembali lurus ke depan.
"Eh, AWASS!!" jerit Sean ketika sebuah sepeda beroda dua tiba-tiba menyeberang di jalanan sepi dan gelap itu.
Saat itu juga Revano memutar setirnya kuat ke kiri. Mungkin, nasib sial sedang menemani mereka saat itu. Mobil Revano oleng yang menyebabkan kendaraan beroda empat itu menabrak pohon di depannya.
"Aaahhh," erang Revano memegang kepalanya yang benjol itu. Untung mereka memakai sitbelt sehingga tubuh mereka tidak terlalu kuat terlempar ke depan.
"Sean, Sean. Lo nggak papa, kan? Kita keluar sekarang, cepetan," desak Revano sesaat Sean memberi jawaban berupa erangan.
Revano sempat mengeluarkan ponsel yang layarnya sudah hancur namun masih bisa dinyalakan. Revano menekan tombol 1 lama yang kemudian memunculkan nama Kebo Kecik.
Entah dosa apa yang telah mereka lalukan, pohon besar yang terlihat kokoh itu seketika jatuh menghantam mobil Revano.
Dubrakk.
Baru juga Sean dan Revano memegang kenop pintu, tubuh mereka terhantam oleh dahan dan ranting pohon yang besar itu. Tubuh Revano tertusuk oleh cabang tajam. Kepala Sean terhantam oleh dahan dari pohon tua itu. Lumuran darah mulai membanjiri kepalanya saat itu. Pandangan Sean seketika gelap yang membuatnya kehilangan kesadaran.
"Halo?" ucap seseorang dari seberang sesaat teleponnya tersambung.
"Ja-a-lan Pu-nit." ucap Revano saat melihat sebuah nama jalan tertancap tepat di sebelah pohon. Ucapannya tersendat menahan rasa sakit dari tancapan dahan pohon itu. Seusai mengatakan hal tersebut, matanya seakan ingin tertutup untuk mengistirahatkan tubuhnya.
"Ha? Halo? Woy bercanda loh nih, woi. Revano, Vano!?" sambungan telepon terputus, mungkin karena tertekan tombol mengakhiri panggilan saat ponsel di genggamannya terjatuh.
🔛⌛🔛
Litzy menumpangi ambulan yang mengangkut Sean. Darah yang berlumuran di kemeja putihnya itu membuat pikiran Litzy semakin kalut. Aur matanya terus menerus menerpa wajahnya.
"Kenapa harus di hari ulang tahun gue sih?!" geram Litzy dalam hati. Pikirannya kini terbagi tiga, Chaemy sahabat yang telah meninggalkannya itu, Revano yang berada di ambulan seberang dan Sean yang kini tampak menyeramkan dengan darah bercucuran.
Yang hanya ia inginkan saat ini adalah jangan biarkan kedua pengawal kecilnya itu menyusul Chaemy di sana.
Kedua korban kecelakaan itu didorong menuju ruang operasi. Litzy berada di tengah-tengah kedua tempat tidur itu didorong. Beberapa kali ia menoleh ke kanan dan ke kiri untuk memastikan keadaan kedua korban itu dengan posisi sambil berlari bak drama.
Lampu operasi menyala, tampak Litzy yang berjalan mondar-mandir di depan pintu ruang operasi. Sedangkan Sheren, ia berusaha untuk setenang mungkin agar putrinya itu tidak bertambah panik. Kedua orang tua korban juga sudah berdatangan seusai Litzy mengabari kabar anak mereka.
"Om, tante," panggil Litzy ketika orangtua Revano dan Sean datang bersamaan.
"Sebenarnya ada apa, sih?" tanya Titan, papa Sean. Dengan suaranya yang mengelegar, kenangan bahwa dulu ia ditampar oleh Titan membuat nyali Litzy seketika menciut. Terlihat Jennie yang mengelus punggung Titan agar tidak terlalu emosi.
"Jangan bikin malu, jangan ngulangin kesalahan yang sama lagi." peringat Jennie sambil mengelus punggung Titan.
Sedangkan Faiha, mama Revano telah menangis terlebih dahulu sambil memeluk Sheren. Kedua orangtua itu cukup dekat. Mereka bisa saling mengenal karena diperkenalkan oleh anak mereka.
Piter, papa Revano berdiri tak jauh dari tempat berdirinya Titan, menunggu penjelasan Litzy. Setelah dijelaskan Litzy, Titan duduk di bangku tunggu itu dan diikuti oleh Piter. Titan menarik nafas panjang, yang membuat Litzy sedikit was-was akan kelakuan Titan saat itu. Tampak Titan menepuk bangku di sebelahnya sebagai ungkapan untuk menyuruh Litzy duduk di sampingnya.
Jennie ikut berkumpul dengan kedua perempuan paruh baya di sana sesaat mendapat sinyal dari Titan yang menyatakan agar tidak perlu khawatir dengan emosinya saat ini.
Author's Note
Holalilo!!!!!! Gimana? Absurd gak sih? Penasaran sama kelanjutan ceritanya? Makanya pantengin terus lapak ini. Happy reading readers 😇😊😘
KAMU SEDANG MEMBACA
From Dream To You (COMPLETE)
Teen FictionKalian percaya gak kalau jodoh itu bisa ketemu dimana saja, termasuk mimpi? "Lo pikir gue suka gitu sama pangeran jadi-jadian model lo?!" sentak Litzy Vorencia menatapnya kesal. "Emang lo pikir gue mau sama cewek kebo kayak lo?!" bentak Sean Grist...