Motor Sean melaju di aspal jalanan di bawah senja menjelang malam itu. Dengan kecepatan normal, Sean mengendarainya dengan sangat teliti. Walaupun sesekali sengaja mengerem yang mengakibatkan bahu kekarnya mendapat sebuah hadiah pukulan keras.
"Yang bener bawa motornya. Mual tau." kesal Litzy yang memprotes sambil mengerucutkan bibirnya.
"Nggak usah dimonyongin tuh bibir. Gue gantung panci mantep tuh. Eh iya, nyokap gue ada panci yang kekurangan gantungan, lo mau jadi gantungannya?" ledek Sean sambil sesekali mendelik ke arah Litzy melalui kaca spion motornya.
"Ngaco." ucap Litzy sambil membenarkan letak pelindung kepalanya.
"Pegang oon, entar lo jatuh, makin ribet urusannya." ucap Sean menarik lengan Litzy.
"Maksud lo gue ribetin lo gitu?"
Mulailah perdebatan tak masuk akal mereka di bawah mentari senja di sore itu.
"Pegang aja deh. Ribet amat lo jadi orang." ucap Sean saat tangan Litzy yang ditariknya untuk memeluk pinggangnya memberontak.
"Nggak usah tarek-tarek juga." Akhirnya, dengan amat terpaksa, Litzy memeluk pinggang Sean yang menghasilkan sebuah ukiran senyum kecil di bibir Sean.
Motor Sean berhenti di belakang garis penyeberangan jalan saat tanda lampu lalu lintas memunculkan warna merahnya.
Sebuah pasang mata menatap mereka jengkel. Tepatnya pengendara mobil berukuran kecil di samping mereka. Mula-mula, pengendara tersebut tertawa gemas atas aksi teman-temannya yang posisi duduknya memenuhi seluruh mobil berukuran kecil itu. Di saat semuanya tengah asik tertawa, pengendara ini menajamkan matanya ke satu titik yang membuatnya penasaran saat mobilnya berhenti.
"Itu Sean, kan?" batin pengendara ini. Di buka kaca jendelanya itu. Litzy yang masih memeluk pinggang Sean membuat mata Violet memelotinya. Litzy yang kala itu sedang menelusuri para pengamen lampu merah itu terkejut saat mata tersebut beradu dengan mata Litzy yang membuatnya otomatis melepaskan tangannya dari pinggang Sean.
Menurut Litzy, arti sorot mata Violet mengatakan bahwa ia tidak menyukai Litzy. Amat tidak menyukainya.
Tanda lampu lalu lintas telah berubah hijau yang membuat Sean melajukan motornya kembali.
"Kebooooo, dibilangin pegangan, loh." gemas Sean yang menyadari bahwa tangan Litzy telah tidak melingkari pinggangnya.
"Risih, oneng. Lagian nggak ada sejarahnya gue jatoh dari motor." ucap Litzy menyepelekan.
"Eh, ucapan adalah doa."
"Bentar lagi nyampe kok, tinggal belok kanan, masuk komplek, terus gue turun." jelas Litzy.
"OMAK." jerit Litzy saat Sean dengan sengaja mengugal-ugalkan motornya.
"Itu mah lo yang sengaja." geram Litzy sambil menoyor kepala Sean.
"Adoh, main noyor aja lo." protes Sean yang melotot ke arah Litzy melalui kaca spion motornya dan dipelototi balik oleh Litzy melalui kaca spion motor Sean.
"Eh, ei. Awassss." peringat Litzy saat matanya kembali lurus ke jalanan.
DUBRAK.
"Adoh." rintih Litzy memegang sikunya yang mulai mengeluarkan darah segar.
"Tuh kan, jatoh. Lo sih, nggak mau pegangan." tuduh Sean sambil merintih sesekali. Ia bangkit dari posisi tersungkurnya lalu membersihkan telapak tangannya yang kotor berpasir.
"Lo marahin tuh bebek, nyebrang nggak liat. Main nyosor aja." protes Litzy balik.
"Oneng, bebek dimarahin. Gue masih waras kok, kalo lo mau silahkan." ujar Sean. Litzy memutar bola matanya malas.
KAMU SEDANG MEMBACA
From Dream To You (COMPLETE)
Ficção AdolescenteKalian percaya gak kalau jodoh itu bisa ketemu dimana saja, termasuk mimpi? "Lo pikir gue suka gitu sama pangeran jadi-jadian model lo?!" sentak Litzy Vorencia menatapnya kesal. "Emang lo pikir gue mau sama cewek kebo kayak lo?!" bentak Sean Grist...