23. Feel Guilty

34 11 2
                                    

Litzy berjalan menelusuri jalan di malam yang sangat gelap itu. Segelap hatinya saat ini. Pandangannya dipenuhi sebuah butir air yang menimpuk, menimbulkan buram sesaat, lalu jelas kembali. Terus-menerus terulang. Langkahnya sesaat berhenti ketika seseorang dari belakang menepuk pundaknya. Ia pasrah, jika ia akan disandra kembali, ia hanya akan mengikuti saja, sebab ia sudah tak bertenaga lagi untuk memberontak.

"Hei," ucap seseorang itu. Litzy membalikkan tubuhnya menghadap suara itu dengan lesu tanpa menatap pemilik wajah itu.

"Lampu hijau, liat-liat dong kalau mau nyebrang." ucap seseorang itu. Litzy membalikkan badannya lagi, benar, lampu hijau.

"Terimakasih." ucap Litzy tanpa menatap langsung ke wajah orang tersebut.

"Jangan dipikirin kali omongan bokap Sean, dia dari dulu emang gitu, sensi banget kalau soal anaknya." ucap Revano. Sebenarnya, tanpa Litzy lihat wajah pemilik suara itu, Litzy sudah tau bahwa itu Revano.

"Lo gak tau rasanya jadi gue, tamparan Om Titan memang gak seberapa, tapi rasa bersalah gue, gimana cara nebusinnya?" tanya Litzy dengan nada yang sedikit menyalahkan.

"Udah, jangan dipikirin, udah malam, kita pulang yuk, gue anterin. Kita naik taxi aja ya?" Litzy mengangguk. Kemudian, dihentikanlah salah satu taxi yang kebetulan lewat di depannya.

Hening. Itulah suasana di dalam taxi yang mereka tumpangi malam itu. Revano menatap ke depan, sesekali melirik ke arah Litzy. Sedangkan Litzy, ia menatap ke luar jendela dengan mata sembabnya.

Pluk. Kepala Litzy sekarang sudah berada di atas bahu Revano. Revano sedikit terkejut, setelah selesai dengan rasa terkejutnya, Revano menurunkan sedikit bahunya agar kepala Litzy tidak pegal.

"Gue gak suka liat lo nangis Zy, jangan nangis lagi ya? Gue janji bakalan jagain lo dari orang yang berani menumpahkan air mata lo." batin Revano. Taxi yang mereka tumpangi itu berhenti sempurna di depan rumah Litzy.

"Zy, udah sampai." ucap Revano menepuk pelan wajah Litzy. Litzy sedikit terlonjak kaget dengan pukulan pelan di wajahnya. Jika biasanya Litzy sangat susah dibangunin, berbeda dengan sekarang, satu sentuhan saja mampu membuatnya membuka matanya jelas.

"Udah sampai ya? Berapa, Pak?" tanya Litzy pada supir taxi itu.

"Udah dibayar sama pacar eneng." ucap supir taxi itu.

"Eh, dia bukan pacar saya, Pak." ucap Litzy.

"Turun?" tanya Revano. Litzy membuka pintu mobil tanpa menjawab pertanyaan Revano. Litzy berjalan lesuh ke arah rumahnya.

Ceklek.

"Litzy? Kamu kemana aja nak? bunda teleponin malah gak aktif, bunda panik tau gak? Mana bunda gak ada nomor teman-teman kamu lagi." omel bunda dengan panik.

"Bunda kapan pulang, bukannya tadi sore masih di London?" tanya Litzy.

"Bunda tadi sore udah di dalam pesawat ke Jakarta, bunda pura-pura aja, biar gak ketahuan sama kamunya." ucap bunda dengan nada jahilnya. Litzy tersenyum penuh paksa.

"Litzy ke kamar dulu ya? Litzy capek." jika Litzy telah memanggil dirinya Litzy bukan Izy, itu menandakan bahwa ia sedang dalam mood serius dan tak mau bercanda.

From Dream To You (COMPLETE) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang