Pluk.
"Eh, batu?" ucap Litzy sambil memungut batu yang baru dilempar oleh seseorang. Segera ia mencari keberadaan orang yang iseng melempar batu ke jendela balkonnya.
"Kurang kerjaan kali ya, Kak?" ucap Litzy dengan tangan tetlipat di depan dada ketika telah mengetahui siapa pelakunya. Dia yang melempar batu itu hanya menyengir kuda.
Ponsel yang digengamnya itu berdering. Muncul nama seseorang disana. Keningnya bertaut.
"Ngapain?" gumamnya.
"Eh curut, ngapain pake nelpon? Habisin baterai tau." sambung Litzy sambil mengarahkan ponselnya ke seseorang yang menelepon itu.
"Angkat aja." ucapnya dengan sedikit memerintah. Litzy mengangkat panggilan itu.
"Apaan? Tetanggaan gini aja mesti pake nelpon?" tanya Litzy.
"Nggak papa, btw, lo sopan dikit kek, manggil kak, abang, senior atau apa kek, masa curut?" protes Revano yang tidak terima dipanggil seperti itu.
"Eh, paku karat, biasa lo gue panggil gitu lo-nya nggak masalah, kok protesnya sekarang?" protes Litzy balik yang juga tidak terima diprotes tanpa sebab.
"Nggak papa sih, nyuruh aja nggak boleh?" ngotot Revano.
"Idih," ucap Litzy sambil mengusap kasar bulu kuduknya yang berdiri.
"Eh, gue mau nanya deh," Litzy berubah menjadi serius dan Revano hanya menjadi pendengar setia.
"Nanya aja."
"Tadi bunda gue ke rumah lo kan?" tanya Litzy. Revano menaikkan sebelah alisnya.
"Emang ada?" jawab Revano.
"Ada loh," gemas Litzy.
"Trus, kalo ada, emang kenapa? Nggak boleh?" sewot Revano.
"Sewot bener lo jadi orang." Revano tertawa mendengar jawaban Litzy.
"Nggak ada faedahnya gue ngomong sama lo." putus Litzy lalu mematikan sambungan teleponnya.
"Napa?" ucap Revano yang masih menempelkan ponselnya itu di salah satu telinganya.
"Tugas gue numpuk." singkat Litzy, lalu berjalan ke meja belajarnya lagi.
"Selesai." ucap Litzy sambil meregangkan tubuhnya yang terasa kaku.
"Fiuh. Akhirnya. Gila pegel banget." Litzy hendak berjalan menutup tirai pintu balkon yang tadi lupa ia tarik kembali, namun niatnya terurung. Tampak si penelepon gaje tadi duduk termenung menatap langit malam. Litzy menatap ke arah jam dinding yang ada di kamarnya.
"Udah jam setengah duabelas. Ngapain dia duduk disana? Nggak takut masuk angin apa?" gumamnya pelan. Baru saja ia ingin memanggil si tetangga balkon itu. Tiba-tiba sebuah pemikiran terbesit di benaknya.
"Atau jangan-jangan, Vano kesambet?" pikirnya yang langsung menggelengkan kepalanya.
"Nggak, nggak mungkin." ucapnya lagi yang masih memandangi si tetangga balkon itu.
"Kalo beneran gimana? Mana udah malem lagi, tuh kan, jadi merinding." celetuk Litzy sambil menggosok-gosok badannya yang merinding.
"Woi, peyek!" panggilnya. Si tetangga balkon itu menatap ke arahnya lalu tersenyum.
"Ih, tuh kan, bener. Ada aja deh, malah pake senyum segala, nggak tau orang takut apa?" panik Litzy.
"Nggak usah senyum-senyum lo! Jelek tau nggak!" sentak Litzy. Tetangga itu hanya tersenyum sambil mengangguk.
KAMU SEDANG MEMBACA
From Dream To You (COMPLETE)
Teen FictionKalian percaya gak kalau jodoh itu bisa ketemu dimana saja, termasuk mimpi? "Lo pikir gue suka gitu sama pangeran jadi-jadian model lo?!" sentak Litzy Vorencia menatapnya kesal. "Emang lo pikir gue mau sama cewek kebo kayak lo?!" bentak Sean Grist...