Selamat membaca😍
Btw aku seneng bgt deh sama kalian yang ngevote🥺💗
Kalau kalian mau komen juga gapapa, kok. Itu berharga banget tau:( soalnya aku nulis juga butuh Effort dan semangat ><•
•***•
••"Ta, Zelia suka apa?" tanya Naja.
Artala yang tadinya tengah bersantai di sofa rumah Naja itu seketika terduduk, terperanjat mendengar pertanyaan Naja yang ia tak tahu artinya.
"Lo suka cewe gue juga?!" tanya Artala langsung mendapat pukulan dari Naja di bahunya.
"Bego lo! Maksud gue nanti malam lo tuh temui Zelia, bawain sesuatu gitu. Gue ikut, kita cari itu rumah yang suka dikunjungi sama bokap lo. Lo 'kan punya akses ke sana."
"Bilang gitu dong, ini tanyanya malah kesukaan cewe gue. Ya ambigu anjir!"
Naja terkekeh. "Sorry, sorry."
"Terus alasan temui dia apa? Buat anterin itu doang?"
"Lo kayak nggak pernah pacaran anjir!"
"Ya 'kan memang nggak pernah, tai!"
Naja mendengkus kesal. "Iya, bilang gitu aja. Lo kabari sebelum dateng."
Artala mengangguk langsung mencaritahu apa yang akan ia bawakan untuk Zelia malam nanti.
"Gue pulang dulu, deh. Ntar gue jemput lo, jam delapan. Nggak usah rapi-rapi banget, ntar camer malah suka lo."
"Amin!" sahut Naja.
Artala baru saja ingin beranjak lantas menoleh pada Naja dengan tatapan datar. Saat itu juga tawa Naja pecah, ia terlihat sangat terhibur dengan raut wajah Artala. Ia sampai tertawa geli sendiri apalagi saat Artala memilih untuk berlalu begitu saja.
Kadang Artala bingung kenapa Naja suka menertawainya, ternyata memang itu hobinya. Hobi yang sudah mendarah daging sedari dulu.
***
Artala menghela napas berat saat mendengar suara perdebatan dari dalam rumahnya, ia ingin segera masuk dan menengahi orang tuanya itu, tetapi ia tak sengaja mendengar hal yang sedang dibicarakan orang di dalam sana.
Sepertinya ia tidak pernah mendengar hal itu, apalagi hal yang diperdebatkan mereka selain kehadiran Artala. Namun, hari ini pembahasannya sedikit berbeda walau masih bersangkutan dengan Artala.
Satu hal yang diinginkan Artala saat ini, berharap ia tidak pernah mendengar hal itu. Berharap ia tidak berdiri di sana untuk mendengarkan pembicaraan orang tuanya.
Namun, tetap Artala ingin mendengar lebih. Sayangnya Nita menyadari kehadiran anak laki-lakinya itu. Ia menarik tangan Artala, ia membawa Artala untuk naik dan segera masuk ke kamarnya sendiri.
"Ma," panggil Artala khawatir saat melihat tangis wanita itu yang tidak mereda.
"Jangan khawatirkan saya!" ujarnya sambil menutup pintu kamar Artala dari luar.
KAMU SEDANG MEMBACA
✔︎ TEMARAM | END
FanfictionJika masa kecilnya itu rusak, maka dewasanya hancur. Nyatanya kekerasan tidak diberi padanya untuk dilupa. Kesedihan juga tak datang padanya untuk digambarkan. Hanya Artala, yang memendam luka terdalam semasa hidupnya. "Sudah temaram."