Happy Reading❣️
❣️❣️❣️❣️❣️❣️
***
"Arta, lo di mana? Katanya mau ikut klub basket, ini temen-temen pada nunggu lo nih."
"Jev, sorry. Hari ini nggak bisa ikutan, gue lagi ada urusan penting mendadak. Tolong bilang ke yang lain, maaf udah bikin nunggu," ucap Artala pada Jevan yang menghubunginya tadi.
"Jadi lo udah nggak di sekolah? Oke ini gue sampaikan ke yang lain. Gue tutup," balas Jevan memutuskan panggilan.
Artala lalu memasukkan ponselnya ke dalam saku, ia kembali melanjutkan perjalanan untuk menemui Naja.
Ia membawa motornya dengan kecepatan di atas rata-rata, tak ingin kehilangan kesempatan untuk melihat hal yang dikabarkan Naja tadi. Dan ya, ia tidak menghabiskan banyak waktu di jalanan.
Setelah sampai di tempat yang ia tuju, Artala buru-buru menghampiri Naja dengan langkah yang cepat, tetapi pelan dan menyembunyikan wajahnya dengan baik agar dua insan di sana tidak menyadari keberadaannya.
"Tahan dulu. Jangan gegabah, kita bisa cari informasi lebih dari sini. Yang pasti ada hubungannya sama lo," ujar Naja menahan Artala yang terlihat emosi ingin menghampiri meja dua orang incaran mereka.
"Lo duduk dulu, gue ambil minum." Naja bangun dari duduknya setelah melihat Artala duduk. Cowok itu pergi mengambil minum untuk Artala karena semua pegawainya terlihat sedang sibuk.
Kafe yang saat ini didatangi Artala adalah milik Naja, temannya itu sudah lebih dulu tamat SMA karena ia salah satu dari murid kelas akselerasi dulunya. Yang mana ia hanya menempuh pendidikan 2 tahun saja.
Kini Naja tengah fokus mengurus usahanya, kafe ini tentunya yang terkadang juga dibantu Artala.
Tak henti-hentinya Artala menatap dua orang yang tengah bercengkrama dengan sangat akrab di sana. Ingin rasanya ia datang di tengah kedua orang itu lalu menghancurkan momen mereka.
Ia sakit melihat keduanya tampak memperhatikan satu sama lain dengan baik.
Ma, Gyan harus gimana? Gyan sayang mama. Artala terus membatin dan meminta maaf pada mamanya sendiri walau itu bukan salahnya. Namun, Artala terus merasa bersalah karena sekarang belum bisa melakukan apa pun selain menonton kedua orang itu.
Rasa ingin tahunya makin menjadi-jadi. Ia sangat ingin melihat wajah milik wanita yang kini duduk di depan papanya dan posisi wanita itu membelakangi Artala yang duduk jauh dari mereka. Wanita yang sedari tadi bermesraan dengan orang tuanya itu.
Siapa yang bisa bersabar jika berada di posisi Artala sekarang? Untungnya Ia masih berpikir jauh, ia mengingat masih banyak hal yang harus ia cari tahu. Hal yang Artala yakini pasti bersangkutan satu sama lain.
"Nih," ucap Naja kembali dengan menyodorkan segelas minuman untuk Artala.
"Ja, lo pasti ngelihat wajahnya?" tebak Artala dan diangguki Naja tanpa ragu.
"Gue lihat jelas, tapi sialnya tadi dia udah balik arah duduknya."
Naja mengerti seberapa berusahanya Artala menahan emosinya saat ini. Bisa dilihat dari tatapannya yang bahkan nyaris tidak berkedip. Tangannya juga terus mengepal.
KAMU SEDANG MEMBACA
✔︎ TEMARAM | END
FanficJika masa kecilnya itu rusak, maka dewasanya hancur. Nyatanya kekerasan tidak diberi padanya untuk dilupa. Kesedihan juga tak datang padanya untuk digambarkan. Hanya Artala, yang memendam luka terdalam semasa hidupnya. "Sudah temaram."