Yang bingung, jadi aku ubah nama tokoh ya... kalau mau baca ulang juga gapapa sih soalnya ceritanya masih sama, cuma ubah nama:)
Happy Reading yaaa💗
***
Mata pelajaran olahraga baru saja selesai, untungnya setelah ini mereka sudah bertemu dengan jam istirahat.
Artala tengah terduduk di pinggir lapangan dengan keringat yang terkumpul di dahi dan bagian tubuh lainnya, cowok itu menonton temannya masih melanjutkan permainan basket yang mereka mulai tadi.
Ia meraih botol air mineralnya, meneguk beberapa kali sampai menyisakan setengah. Ditutupnya botol itu lagi tanpa mengalihkan pandangan dari lapangan, orang yang sedari tadi ditatap Artala adalah Gazza.
Ia merasa bersalah tidak pernah mengetahui perasaan Gazza terhadap pacarnya itu.
Tengah sibuk dengan pikirannya, kini mata Artala malah teralih karena bel istirahat sudah tiba. Ia melihat satu persatu murid yang keluar dari kelas Zelia sampai ia menemukan figur gadis itu berjalan bersama dengan Reni.
Tak jauh dari koridor kelasnya, mereka bertemu dengan Adeline. Lebih tepatnya adalah Adeline yang menghampiri mereka. Artala jelas melihat interaksi yang baik antara Zelia dan Adeline. Ia juga melihat bagaimana Reni emosi sambil beradu pendapat dengan Zelia.
Melihat hal itu, Artala kembali teringat akan Gazza. Dipandangnya Zelia dan Gazza bergantian sambil mengucapkan beberapa kalimat di dalam hati.
Maaf, Za. Tapi untuk masalah satu ini gue harus egois. Gue sayang banget sama Ara. Sampai kapanpun.
Maaf, Gazza.
***
"Ke kelas aku, yuk!" ajak Zelia.
"Kenapa harus di sana?" tanya Artala berdiri dari duduknya.
"Hmm, karena makanannya di sana. Aku bawa bekel," balas Zelia tersenyum.
Artala terkekeh melihat balasan Zelia. Ia mengacak pelan puncak kepala gadis itu. "Yuk!"
Dua remaja itu melewati koridor kelas dengan bergandengan tangan, tadi saat Zelia menemui Artala kelas cowok itu sudah mulai sepi. Zelia juga tidak melihat adanya Jevan dan Gazza di sana.
Biasanya Artala yang selalu pergi menemuinya setiap jam kosong, tetapi tadi Artala terlalu lama. Maka dari itu Zelia menyusul, ternyata cowok itu tengah berkutat dengan latihan soalnya.
Kini latihannya itu belum selesai, alhasil Artala memilih mengerjakannya di kelas Zelia.
"Lanjut aja."
"Terus aku makannya gimana?" tanya Artala.
"Maunya gimana?"
"Disuapin," balas Artala menatap Zelia sambil menopang kepalanya pada tangan yang ia jadikan sebagai tumpuan di atas meja.
Karena untuk pertama kalinya bagi Zelia, gadis itu tampak salah tingkah dan segera mengulum bibir menahan senyum. Artala yang melihat hal itu terkekeh sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
✔︎ TEMARAM | END
FanficJika masa kecilnya itu rusak, maka dewasanya hancur. Nyatanya kekerasan tidak diberi padanya untuk dilupa. Kesedihan juga tak datang padanya untuk digambarkan. Hanya Artala, yang memendam luka terdalam semasa hidupnya. "Sudah temaram."