11. Panti Asuhan

229 56 4
                                    

Selamat membaca💓💪🏻

Vote dan komennya yaa!🥰

****

Mengikuti orang lain itu termasuk sebuah tantangan juga pikir Artala. Ia harus mengendap berjalan pelan agar saat sepatunya menyentuh tanah tidak akan menciptakan suara apa pun.

Matanya tak berhenti menatap 2 orang di sana tengah berbicara seperti membicarakan sesuatu yang benar-benar penting.

"Lo nggak suka, 'kan gue ganggu Zelia? Udah, sekarang gue udah nggak akan ganggu Lia dan nggak bakal ngejar Artala lagi."

"Maksud lo apa?"

"Kerja samanya selesai."

Kerja sama? Ah! Ternyata benar seperti dugaannya, selama ini Gazza mengetahui semua itu pasti dari seorang Adeline. Lalu apa alasannya?

"Kalau lo beneran suka Zelia, gue rasa lo harus pake cara yang baik. Main yang gentle! Jangan pake orang lain lagi buat kerja sama. Gue udah bukan Adeline yang sebelumnya lo kenal. Adeline yang sekarang udah tau bedakan yang jahat juga yang baik."

"Lo kenapa tiba-tiba jadi gini?" tanya Gazza.

"Karena aslinya gue gini, Za," ucapnya. "Dulu gue kayaknya kemasukan aura jahat orang tua gue, jadi gitu. Hahaha!" lanjut Adeline dengan tawa kecil.

"Gue tau kalau lo yang suka Zelia lebih dulu dibanding Artala. Lo yang selama ini ada di samping Zelia setelah Artala pergi dua tahun lalu. Tapi kalau kata gue Artala lebih butuh Zelia, apa lo mau ngerelain dia?"

Gazza mengernyit. "Butuh apaan?"

Adeline menghela napasnya. "Gue nggak mau bicara banyak, gue harap ke depannya lo juga harus minta maaf ke Artala. Dia sahabat lo."

"Sahabat yang ngambil semua hal yang seharusnya milik gue! Dia bisa punya Zelia, dia punya keluarga yang super berkecukupan. Dia juga ambil posisi gue sebagai kapten basket. Dia punya semua!"

"Lo nyuruh gue ngerelain Zelia sama dia? Dari awal gue nggak pernah percaya dia bisa ngejaga Lia!" tegas Gazza emosi. "Gue nggak akan pernah bisa ngebiarin Zelia sama dia! Orang yang sepenuh hidupnya diatur sama orang tua yang nggak bener!"

Kaki Artala tergerak saat mendengar kalimat itu. Tangannya mengepal kuat mendengar ucapan Gazza sedari tadi. Sakit sekali rasanya menerima ucapan seperti itu dari orang yang selama ini selalu kamu dahulukan.

Ingin menghampiri Gazza di sana, tetapi ia benar-benar tidak bisa melukai temannya sendiri. Artala pun memilih untuk kembali ke posisi semula, di balik tembok gedung sekolah halaman belakang.

"Kalau Artala dengar kalimat itu keluar dari mulut lo gimana? Lo–"

"Gue nggak peduli!" potong Gazza menatap tajam Adeline yang terus menghela napas berat.

"Udah! Gue cuma mau bilang itu, persetan sama lo yang masih terus ngebenci Artala. Ntar lo juga nyesal kalau tau semua."

Adeline beranjak dari sana, ia sebenarnya sudah mulai ketakutan karena melihat raut wajah Gazza. Apalagi mendengar perkataannya yang Adeline yakin akan semakin kasar nantinya jika ia terlalu lama di sana.

✔︎ TEMARAM | ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang