31. End of The Pain (Temaram)

296 37 4
                                    

Halo >< makasih sudah membaca sampai part ini!! Aku selalu nungguin vote dari kalian karena itu berefek besar bagi aku^^

Terima kasih sudah menemani Artala melewati masa
Temaram ; suram –nya

Terima kasih karena sudah ikut merasakan apa yang dirasakan Artala! Terima kasih sudah membaca ya🥰💗

***

Tubuh anak laki-laki itu terseret cukup jauh, Artala merasa semuanya berputar. Kepalanya pusing sekali setelah terguling jauh dari posisinya tadi.

Artala melihat mobil itu yang segera menjauh, dia tak bisa melihat dengan jelas plat mobil orang itu.

Untungnya Artala hanya merasa kepalanya yang pusing, ia bingung karena ternyata dirinya tidak terluka. Ia tertawa melihat sekujur tubuhnya yang masih baik-baik saja.

Apa itu sebuah keajaiban? Ah, Artala sangat bersyukur untuk hal itu. Hanya sikunya yang berdarah karena luka lecet setelah terseret, tapi bagi Artala itu tidak masalah.

Anak laki-laki itu berdiri, dia membersihkan kaos hitamnya yang berdebu karena aspal yang cukup kotor. Dia menghela napas ternyata dirinya sudah cukup jauh dari keberadaan Naja, Zelia juga Gazza. Ia hanya tak ingin terlihat oleh mereka.

Siapa yang menabraknya tadi? Artala rasa dia sedang mabuk, karena di jalanan sepi yang seperti itu si pengendara mobil masih bisa saja berjalan di pinggir jalan raya. Untungnya ia baik-baik saja.

Tiba-tiba saja ponselnya berdering, itu panggilan dari Naja. Dia langsung menekan tombol hijau untuk menerima.

"Ha–,"

"Lo dimana? Baik-baik aja, 'kan? Ta, lo jangan ke mana-mana. Gue ke sana bareng Zelia! Lo jaga diri, Artala! Barusan papa nelpon bilang kalau tante Lila bawa mobil sambil ngancam kalau dia bakal cari lo. Ta, lo jawab gue anjir jangan diam aja!"

"Gimana mau dijawab lo bicara terus," kekeh Artala menolehkan kepalanya ke arah menghilangnya mobil yang baru saja menabraknya tadi.

Ternyata orang yang dibicarakan Naja adalah orang yang baru saja menabraknya? Ah, Artala tidak percaya itu adalah orang tua Zelia.

"Tapi lo baik-baik aja, 'kan?"

Anak laki-laki itu terkekeh. "Udah, tadi."

"Udah apa?"

"Ya udah dulu, lo mau ke sini, 'kan, bareng Zelia? Gue di taman dekat halte. Lo tenang, gue badan besi, HAHA!"

Naja berdecak kesal di seberang telpon mendengar tawa Artala itu membuatnya merinding, dia lalu mengatakan pada Artala untuk mematikan panggilan mereka.

Artala senang mendengar hal yang dikatakan Naja, ia senang mendengar bahwa Naja akan membawa Zelia untuk bertemu dengannya. Tapi ia takut untuk satu hal, ia takut bertemu Naja dan Zelia untuk saat ini. Ia tiba-tiba saja takut bertemu dua orang itu setelah dirinya baru saja mengalami kecelakaan.

Menurut Artala itu benar-benar luar biasa. Bukankah setelah mendapat kecelakaan yang begitu parahnya bisa membuat orang kehilangan kesadaran atau bahkan meninggal? Tapi mengapa dirinya tak merasakan sakit apa pun selain sikunya yang terasa perih?

✔︎ TEMARAM | ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang