12. A Place Full of Pain

256 46 2
                                    

Selamat membaca!❣️

-Feedback dari kalian sangat berharga-

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

-Feedback dari kalian sangat berharga-

*•*•*

"Ma, Gyan punya cerita," ucapnya membuat sang ibu tampak dengan penuh semangat ingin mendengarkan.

"Cerita apa tuh?" tanya Nita sambil membawa piring bekas makan malam mereka untuk dibersihkan.

Rumah ini memang memiliki banyak asisten rumah tangga, tapi Nita tetap suka mengerjakan pekerjaan rumah seorang diri. Sesekali juga dibantu oleh asisten rumah tangga mereka.

"Tadi Gyan temenin Zelia ke satu Panti Asuhan yang deket sekolah, Ma," ucap Artala membuat pergerakan Nita terhenti sejenak. "Di sana ada pengasuh Panti biasa dipanggil Buna, orangnya super baik. Tapi Gyan bingung kenapa beliau ngelihatin Gyan terus."

Nita terdiam, ia berhenti dengan aktivitasnya dan memilih menatap sejenak Artala yang tengah duduk di kursi meja makan. Ia menatap putranya yang tengah bercerita sambil memainkan ponsel itu.

"Terus mata Buna tuh berkaca gitu, Ma. Dia bilang 'Artala sering-sering ke sini ya', Gyan ngangguk aja deh. Kayaknya Gyan bakal sering ke sana bareng Zelia. Anak-anak di sana pun baik-baik semua, Ma–"

"Gyan ...," panggil mamanya memotong.

Anak laki-laki itu menoleh saat itu juga, ia menunggu kelanjutan kalimat dari ibunya. Namun, setelah hampir satu menit saling bertatapan dengan Artala yang menunggu, belum ada satu kata pun yang diucap Nita lagi.

"Kenapa, Ma?" tanyanya mengernyit.

Nita sempat melamun beberapa saat sampai Artala membuatnya tersadar. Dipandangnya anak semata wayangnya itu, ia mendekat dan langsung menangkupkan wajah Artala.

"Anak mama ini anak hebat! Kalau ada yang jahat ke kamu kayak papa, kamu harus bilang ya? Sekali pun itu temanmu," ujar Nita.

"Tenang, Ma. Temen Gyan baik semua, kok," balas Artala tersenyum tulus.

"Kamu nggak bakal benci Mama, 'kan?" tanya Nita tiba-tiba bergetar dan mengeluarkan air mata begitu saja.

Artala mematikan ponselnya karena terkejut dengan mamanya yang tiba-tiba menangis, ia menarik kursi untuk diduduki mamanya itu. Artala tidak suka melihat mamanya atau Zelia menangis, rasanya benar-benar sakit jika dua orang yang sangat dicintainya itu menangis.

"Artala ada salah bicara ya, Ma?" tanyanya panik. Nita segera menggeleng kuat dan tersenyum.

"Engga, kamu nggak pernah salah. Mama cuma terharu karena punya anak sekuat dan sebaik ini."

✔︎ TEMARAM | ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang