30. Hope it Never End

210 36 4
                                    

["ᴛᴇᴍᴀʀᴀᴍ" ɪꜱ ɴᴇᴠᴇʀ ᴇɴᴅɪɴɢ ꜰᴏʀ ᴛʜᴇᴍ,
ᴀꜰᴛᴇʀ ᴀʀᴛᴀʟᴀ]

["ᴛᴇᴍᴀʀᴀᴍ" ɪꜱ ɴᴇᴠᴇʀ ᴇɴᴅɪɴɢ ꜰᴏʀ ᴛʜᴇᴍ, ᴀꜰᴛᴇʀ ᴀʀᴛᴀʟᴀ]

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

*♡'・ᴗ・'♡*

Bab ini lumayan panjang, sebentar lagi aku update untuk ending ya sama part terakhir ada "Elegi Artala" <isinya untaian kata yang seharusnya Artala ucapin langsung dari mulutnya sendiri>

𝙎𝙚𝙡𝙖𝙢𝙖𝙩 𝙢𝙚𝙢𝙗𝙖𝙘𝙖💗

***

"Buna, Artala cuma mau bilang terima kasih banyak. Sampaikan juga ke Bundanya Jevan, Bunda Stefana." Artala tersenyum memeluk tubuh wanita tua yang renta itu.

Di sana Tami menangis hebat karena ternyata setelah bertemu dengan anak laki-laki ini waktu itu, Artala harus dirawat cukup lama di rumah sakit.

"Maaf, Buna. Artala cuma nggak mau bikin Buna khawatir," lanjut Artala. Dia tersenyum dan terus menenangkan Buna Tami.

Wanita itu mendengar banyak cerita dari Artala yang sudah satu minggu terakhir tidak datang menemuinya di panti. Stefana pun tidak mendengar berita tentang anak itu dari Jevan.

***

Naja membuka sedikit pintu kamar Artala, dia mengintip di sela pintu. Artala terlihat sedang duduk di depan meja, anak laki-laki itu menulis. Naja mengernyit untuk hal itu, menyipitkan mata memastikan.

Dia menghela napas, kemarin Artala tidak bisa bertemu Zelia. Dan temannya itu masih sangat berusaha untuk bisa bertemu Zelia.

Untuk sekolahnya, Artala masih harus pemulihan. Jadi, dia tidak diperbolehkan masuk sekolah sementara. Walaupun ujian semester memang sudah tinggal menghitung hari saja. Tapi itu Artala, dia pasti bisa menjawab soal-soal ujian itu nanti.

Menurut Artala, itu berlebihan. Padahal dia bisa menjaga dirinya, apalagi bagian rusuknya yang benar-benar harus pulih. Jujur saja, luka di bahu dan rusuknya itu sangat menyiksa Artala. Dia membenci luka itu.

Tapi bagaimanapun Artala menolak untuk hal itu, dia tetap dipaksa untuk menurut oleh orang tua Naja yang pastinya sangat khawatir dengan kesehatannya.

Di sini Artala, dia tinggal bersama Naja yang tidak memiliki saudara. Jadilah Artala dan Naja yang mendapat kasih sayang setara dari orang tua Naja. Artala senang tinggal di rumah itu, dia senang bertemu dengan orang yang menjaganya di akhir saat Artala hampir benar-benar menyerah atas hidupnya.

Artala sakit setiap mengingat kata-kata yang sering dilontarkan Adhinata padanya, dia juga sesekali menangis diam jika mengingat bagaimana keluarga asuhnya itu melukainya.

Melukai anak yang bukan anak kandung mereka, tak memiliki ikatan darah apa pun, tapi menerima kekerasan dari berbagai sisi.

Hatinya, pikirannya, batinnya juga fisik Artala yang tak ada kata puas bagi mereka untuk merusaknya.

✔︎ TEMARAM | ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang