☹︎Coba komen sesuatu dong:( biar rame gitu
Happy Reading ya(ง'̀-'́)ง♥︎♡︎
☀︎︎☀︎︎☀︎︎
Kalau akte kelahiran kita hilang, apa kita harus dilahirkan kembali?🥲
***
¥¥¥Naja dan Artala belum berhasil menemukan rumah mana yang selalu papanya kunjungi, karena malam itu Adhinata sedang tidak berkunjung ke komplek perumahan di sana.
Kini Artala sudah bersiap ingin menemui Naja di kafe, berharap papanya dan perempuan itu kembali ke sana.
Seseorang datang saat Artala baru saja ingin keluar rumah. Ia melihat pria paruh baya yang berdiri membelakangi pintu utama rumahnya. Artala mengernyit lantas mendekat.
Orang itu berbalik menyadari kedatangan Artala. Saat itu juga mata Artala sedikit terbelalak karena terkejut. Ia mendekat beberapa langkah lagi.
"Om Wiran?" tanyanya memastikan.
"Saya bertemu orang yang tepat," balas pria itu lalu menepuk pundak Artala.
"Om ada perlu sama mama? Biar saya panggilkan, Om."
"Oh, engga. Tadinya saya ke sini mau ketemu sama papa kamu. Tapi karena papamu masih di kantor, sepertinya saya bicara langsung ke kamu saja," jelasnya. "Bisa kita bicara sebentar?"
Artala spontan mengangguk. "Boleh aja, Om."
Pria itu mengangguk bermaksud agar mereka bicara di tempat itu saja. Pria itu tampak menghela napasnya sebelum mengajak Artala mengobrol.
"Kamu sudah mendengar sesuatu yang belum pernah kamu dengar sebelumnya ya?" tanyanya membuat Artala terdiam.
Anak itu terdiam sangat lama karena tak tahu harus menjawab seperti apa. Ia hanya begitu sakit saat mengingat kalimat-kalimat yang dilontarkan papanya beberapa waktu yang lalu.
"Nita masih melarang kamu untuk menggambarkan rasa sedihmu?" lanjut Wiran kembali tak mendapat jawaban dari Artala. "Isi rumah ini belum berubah."
"Artala, ada banyak hal yang harus kamu ketahui. Tapi saya tidak seharusnya memberitahu kamu hal ini, karena adanya Nita yang harus mengatakannya sendiri."
Artala tidak tahu harus menjawab apa, ia hanya bergeming. Jika menunggu ibunya untuk bercerita, itu tidak akan pernah terjadi.
"Apa Om tahu ada apa di balik nama belakang saya? Nama belakang Artala? Zalangga?" Artala malah memilih untuk bertanya hal yang akhir-akhir ini membuatnya bingung.
Alis pria itu tertaut. "Zalangga?" Wiran hanya menggeleng kecil. "Mungkin Nita punya jawabannya."
Artala menghela napas mendengar hal itu. Lalu selang beberapa detik ia bertanya lagi. "Om, apa papa punya orang selain Mama?"
KAMU SEDANG MEMBACA
✔︎ TEMARAM | END
FanfictionJika masa kecilnya itu rusak, maka dewasanya hancur. Nyatanya kekerasan tidak diberi padanya untuk dilupa. Kesedihan juga tak datang padanya untuk digambarkan. Hanya Artala, yang memendam luka terdalam semasa hidupnya. "Sudah temaram."