Prolog

413 91 101
                                    

Rolla, MO
Terjebak dilema selama enam tahun, akhirnya Gerry memantapkan diri untuk berkunjung ke rumah wanita tercinta yang telah meninggalkannya. Gerry memang mengakui kesalahan, tapi wanita itu--juga mereka--sama sekali tidak memberinya celah untuk dapat mengutarakan kebenaran, yang mana membuat dirinya dicap pengkhianat ulung. Namun, takdir hari ini akan berkata lain. Enam tahun merupakan waktu yang tidak sebentar untuk memikirkan keputusannya secara matang.

Bel rumah berbunyi, Gerry langsung membuka pintu karena memang posisinya sedari tadi sudah di depan sana. Menunggu seseorang. Tampak keterkejutan dari wajah orang di luar sana mendapati kecepatan respons sang tuan rumah. Dia seorang pria bertopi kuning, tersenyum ramah dengan sebuah boks di atas kedua tangannya.

"Mr. Lanford?" tanyanya.

"Ya," balas Gerry diikuti senyum.

"Pesananmu," ucap si pengantar sambil menyodorkan boks ke tangan Gerry. "Selamat menikmati!"

Gerry mengangguk ramah. "Terima kasih." Kemudian menghilang ke balik pintu.

Gerry membuka tutup boks, lidah menjilat bibirnya merespons pandangan terhadap enam buah donat beraneka rasa. Namun, hidangan itu bukan untuknya. Gerry kembali menutup boks dan membawanya ke meja di ruang tamu, disejajarkannya dengan barang-barang manis lain yang akan dia bawa. Sakit tiba-tiba menyerang perut sebab Gerry terlalu gugup membayangkan barang-barang itu diberikan nantinya.

Napasnya mengembus kencang, diikuti anggukan mantap. "Kenapa harus gugup kalau kau benar? Donat, sebuket lili, dan ... selembar foto. Semua sudah." Gerry melangkah untuk menarik selembar foto, ibu jari mengusapnya pelan seiring hati yang ikut menjiwai. "Nah, kau, harus berpengaruh di antara yang lain!"

Sekali lagi, Gerry mengembuskan napas kemudian membawa barang di meja dengan hati-hati ke kursi samping kemudi. Seduduknya dia di mobil, jari-jarinya menggenggam erat kemudi. Menandakan dirinya sudah betul-betul mantap akan reputasi yang didapat setelah dua jam ke depan.

Branson, MO
Laju mobil Gerry memelan di belokan. Sebentar lagi dia tiba di alamat yang dituju. Namun, Gerry harus menghentikan mobil di depan rumah samping belokan karena melihat sebuah sedan hitam terparkir di seberang rumah yang menjadi tujuannya. Kecurigaan muncul dibarengi kilas ingatan. Meskipun status dianggap mantan istri, Gerry masih dapat menilai kalau wanita itu bukanlah tipe orang yang suka ganti barang baru selagi layak pakai.

Salah satu hal yang menonjol adalah
wanita itu selalu memakai mobil SUV berwarna perak.

Lingkungan sepi mengubah kecurigaannya menjadi waspada. Gerry segera turun, hanya membawa sebuket lili di tangan. Langkahnya cepat, tapi tidak menimbulkan suara sedikitpun dari alas pantofel. Sambil melangkah dia menarik sesuatu dengan cepat pula dari punggung.

Gerry tidak memilih jalan depan, dia berlari ke halaman belakang, melompati pagar rendah, dan mengendap masuk. Tiba di dapur, betapa terangsangnya Gerry mendengar jeritan dari mulut seorang gadis di lantai atas. Jeritan itu terputus--tampak seseorang segera membekap mulutnya--memacu Gerry untuk mempercepat langkah.

"Jangan bohong kau! Aku tahu kau mengerti maksudku! Berikan suratnya sebelum kesabaranku habis!"

"Hai!"

Seorang pria bermasker kain tengah memojokkan seorang gadis, sebuah pisau dengan tetesan darah tergenggam di tangan kanan. Mengetahui tamu tidak diundang hadir di belakangnya, dia berbalik. Sayang, matanya tidak sempat melihat siapa yang datang karena sebuket lili sudah menghantam wajahnya lebih dulu yang diikuti tembakan ke arah dada.

Gadis itu menjerit histeris ketika warna merah menodai dinding putih kamarnya. Dia merasa jantungnya seakan berpindah dari tempatnya ketika tubuh pria itu ambruk di hadapan.

DenouementTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang