Bab 14

52 31 51
                                    

Pandangan Celsea tidak lepas dari jalanan, ada mimik tegang di wajahnya akibat mengendarai mobil dengan kecepatan tinggi. Kedua tangan sampai mencengkeram kemudi sehingga menimbulkan bulir keringat yang menguap di permukaannya. Di samping, Gerry sibuk memainkan senjata di balik koper hitam. Kalau saja posisi bukan seorang supir, sudah pasti Celsea memerhatikan apa yang dimainkan pria itu pada benda kerennya.

Namun, jangankan menoleh, berpikir hal lain pun tidak bisa. Semua ditutupi oleh ketegangan, yang berusaha ditembus tekad dan pasrah dalam waktu bersamaan.

Mobil yang melaju dengan kecepatan tinggi di jalanan warga sudah pasti mengundang banyak tatapan. Tidak heran jika teguran keluar dari mulut mereka. Namun, Celsea belajar tidak peduli. Toh, Gerry sendiri tidak menyuruhnya untuk menurunkan kecepatan. Celsea pun membawa mobil menuju jalan raya, jalan yang lebih besar. Dia belajar menyalip mobil-mobil lain meski dengan tangan kaku. Akibat kekakuan itu perlahan muncul rasa pegal di jari-jari tangan hingga ke bahu, tapi berhasil ditepis oleh ketekadan diri yang menembus dinding penyerahan.

"Gerry, katakan kita harus ke mana," pinta Celsea.

Gerry menoleh ke samping, kaca spion luar, belakang, dan barulah gadis itu. "Pelankan mobilnya."

Perlahan kecepatan mobil berkurang, berbaur dengan lingkungan sekitar. Celsea memberanikan diri untuk memalingkan pandangan dari jalan.

"Rencanamu?" Celsea memastikan. "Washington D.C?"

"Kita harus mencari tahu," Gerry mengusap-usap dagu, "dengan pergi ke sana. Ya."

Celsea masih tidak percaya. "Naik mo--Ah!"

Tiba-tiba sebuah motor menghantam badan samping mobil. Kerangkanya yang penyok membentur tubuh Celsea. Gadis itu merintih, memegangi bagian tubuhnya yang terbentur kerangka mobil. Gerry dengan berang memandang motor yang sudah terpental cukup jauh. Beberapa saat kemudian, sesuatu ditembakkan dan membakar motor itu. Jalan berhasil diblokade oleh kobaran api. Gerry langsung mengalihkan pandangan ke jendela samping Celsea, matanya perlahan membulat seiring orang-orang bergaya pemberontak satu per satu menunjukkan batang hidung.

Berbagai macam senjata berada di tangan kelompok itu, yang membuat Gerry bergidik ngeri karena beberapa orang di posisi tengah terlihat membawa senjata peluncur roket. Langkah mereka kian dekat dan kian ganas memainkan senjata di tangan masing-masing, seperti sedang pemanasan untuk menggunakan benda itu nantinya.

"Gerry, kita harus kabur!" pekik Celsea dengan suara tercekat.

"Bawa ini." Gerry menyodorkan koper hitam ke tangan Celsea. "Setelah granat ini dilempar, cepat keluar. Nah, sekarang merunduk!"

Celsea mengangguk cepat, kemudian merunduk sesuai perintah pria itu. Sementara sebelah tangan memegang granat asap, satu tangan Gerry yang lain melempar alat pemecah kaca ke jendela samping Celsea. Kaca pecah, granat dilempar ke luar. Kepulan asap langsung menutupi penglihatan setelahnya. Gerry memukul cepat pundak Celsea sebagai isyarat untuk keluar. Seiring asap yang mengepul tebal, Gerry dan Celsea berlari ke jalan di mana mobil awal masuk. Orang-orang di kelompok mengumpat kencang, hujan peluru segera menyusul sebagai bentuk hambatan yang dapat mencegah target mereka untuk kabur.

Saking panik, Celsea malah jongkok sambil menutup mata dan telinga. Gerry yang sudah memasuki jalan aman, menyadari kehilangan Celsea respons berbalik. Mata birunya membulat melihat seorang gadis yang terancam tertembak di tempat.

"Celsea!" panggil Gerry sambil berlari ke arahnya.

Hujan peluru terus bersambung, menciptakan jerit panik dari orang sekitar. Beberapa orang di posisi tengah sudah siap dengan peluncur roket. Hal itu digunakan karena mereka lebih baik mengambil surat dari mayat gadis itu ataupun pria satunya secara langsung. Namun, namanya Gerry, dia tidak akan membiarkan hal itu terjadi.

DenouementTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang