Bab 19

53 31 49
                                    

"Apa itu?" bisik Celsea. Jantungnya yang sudah berjam-jam berdetak tenang, hanya dalam sekian detik kembali tidak terkontrol. Bahkan keringat sudah membasahi kerah bajunya entah sejak kapan.

"Kemari." Gerry mengulur tangan yang langsung disambut gadis itu, lalu keduanya turun dari kasur.

Gerry memimpin di depan masih dengan tangan menggandeng Celsea. Ketika dia perlahan membuka pintu, gadis di belakang merapat ke punggungnya dan ikut mengintip dari balik pundak. Di luar sana tidak ada apapun selain kegelapan, timbul kesan angker dan waspada menjadi satu. Celsea ragu sekaligus takut untuk mengekori Gerry yang kini melangkah maju, tapi tidak mau lepas gandengan juga sehingga mau tidak mau terus mengikuti.

"Matt?" panggil Gerry.

Lampu menyala setelahnya, cahaya terang benderang menyilaukan sepasang mata Gerry dan Celsea. Namun, tidak perlu lama untuk menyesuaikan. Pandangan Gerry beralih ke depan, di mana seseorang dengan senapan digantung di pundak tengah menjambak seorang pria di bawahnya. Kehadiran kedua orang itu merespons gandengan Gerry pada Celsea lebih kuat. Gadis itu pula sampai menahan diri untuk tidak berteriak dan bertindak gila.

Belum sempat Gerry berbicara, pria yang sedang dijambak itu, Matthew, berucap, "Ma-maafkan aku."

Gerry tidak berkutik, Celsea di belakang tidak lepas dari mata pria yang menjambak Matthew. Bagaimana bisa, si pria bersenapan yang katanya sudah Matthew tembak di hutan tadi, kini hidup lagi? Baiklah, gadis itu mulai mengerti. Permainan baru akan segera dimulai.

"Kau tidak perlu meminta maaf, usahamu membawa mereka kepada kami sudah cukup baik," sahut pria bersenapan.

"Kami?" Gerry menyadari kejanggalan.

Tiba-tiba serangan datang. Seorang pria hendak mengayun kapak ke kepala Gerry, Celsea yang menyadari hal itu langsung mendorong Gerry ke sofa sementara dirinya jatuh ke lantai. Ayunan kencang kapak itu mendarat di lantai, beberapa senti di samping kepala Celsea. Gadis itu terkesiap, kemudian berguling menjauhi benda mengerikan itu. Si pemegang kapak menggeram sambil berusaha menarik mata kapak yang tertancap kuat di lantai. Di tengah usaha mengatur napas, Celsea melihat pajangan patung di atas meja. Segera dia bangun menyambar patung itu, hendak dihantamnya ke kepala si pemegang kapak. Namun ketika tangannya sedang mengayun, si pria kapak berhasil menarik senjatanya. Alhasil, tubuh mereka beradu dan Celsea terjatuh lagi.

Sialan! Celsea membulatkan mata ketika pria kapak berbalik dan siap menjadikannya target. Ketika kapak mengayun dan respons Celsea memejam, Gerry berhasil menggapai gagang kapak kemudian menariknya ke leher si pemegang. Mendengar erangan Celsea membuka mata, dilihatnya Gerry sedang menguatkan tenaga menekan gagang kapak di leher pemegangnya. Gadis itu teringat Matthew; pria yang bersekutu dengan para pengincar meski akhirnya dia memilih jalan untuk membantunya. Pandangannya pun beralih ke samping, jatuh ke arah pisau yang menempel di leher Matthew. Tiba-tiba Celsea teringat akan luka di punggung tangan. Mengingat lukanya, dia bahkan tidak ingat kapan terakhir kali dibersihkan.

Matthew tersenyum, sebelum ambruk dengan darah mengalir deras dari leher.

"Tidak!"

Mendadak tubuh Celsea mati rasa, seperti sedang dililit kuat oleh ular besar. Namun hal itu tidak berlangsung lama, kesadaran gadis itu kembali ke dunia nyata setelah suara erangan lagi-lagi terdengar. Celsea menolehkan kepala, melihat Gerry masih bergulat dengan pria kapak. Setelah entah berapa lama si pemegang kapak tercekik oleh senjatanya sendiri, dia berlari mundur dan menghantamkan punggung Gerry ke dinding. Pigura-pigura yang semula terpajang rapi kini hancur berjatuhan. Dia menghantam lagi Gerry, kali ini dengan kepala ke arah hidungnya. Gerry mengerang merasakan sakit luar biasa di hidung, pegangan pun melemah menjadi kesempatan si pemegang kapak untuk balas menyerang. Dia mencondongkan tubuh ke depan, menyikut ulu hati Gerry, kemudian berbalik dan menjambak rambut pirangnya.

DenouementTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang