Bab 6

83 46 21
                                    

Celsea tidak menyangka enam tahun meninggalkan Rolla, hari ini takdir membawanya kembali ke tempat terkutuk--baginya--itu. Kedua mata hijau gadis itu tidak berhenti memandang ke luar, melihat apa yang sekiranya telah berubah.

Penambahan jumlah penduduk--terlihat dari pepohonan yang sedikit lagi kalah jumlah dengan bangunan tempat tinggal--memengaruhi jalanan sekitar sehingga cukup menjadikannya lebih ramai. Setidaknya, Rolla tetap sejuk oleh pepohonan yang masih memadai daripada di tempat tinggal barunya saat ini yang sudah banyak lahan terbuka. Celsea merasa nostalgia, tapi hanya sebesar lubang jarum karena hatinya enggan merasakan hal itu.

Radio satu-satunya yang berbicara di antara kedua penumpang. Telinga Celsea terusik ketika lagu Only Happy When It Rains diputar. Bukan masalah tidak enak, melainkan cerita di balik hubungannya dengan lagu ber-genre alternative rock tersebut. Gerry tahu apa yang dirasakan gadis itu, tapi dia tidak merasa peduli dan malah gencar menjahilinya, yang membuat gadis itu semakin gila ingin marah. Celsea melirik tangan pria itu sedang memutar tombol volume, perlahan terdengar senandungnya mengikuti alunan yang kemudian diikuti entakan kaki.

Celsea tidak tahan lagi, tangannya mengepal erat ketika Gerry lagi-lagi menatap jahil dari kaca spion. "Apa maumu?!"

"Tidak ada," jawab Gerry santai, ketidakpedulian masih terpatri jelas. "Ayolah, bersenang-senang sedikit."

"Aku bisa menyalakan lagu yang lebih enak dan lebih semangat daripada ini. Mungkin kau mau tahu?" usul Celsea sarkas.

"Sayangnya, aku lebih menyukai lagu ini." Gerry terdiam sejenak. "Oh, aku tiba-tiba ingat, kalau tidak salah lagu ini yang membuat seorang gadis kecil ikut bernyanyi ber--"

Celsea langsung memajukan badan ke depan, mengganti saluran musik itu dengan audio podcast. Gerry terkejut bukan main sampai kendaraan yang dibawa sedikit oleng ke kanan. Semua pengguna jalan ikut terkejut, lantas memberi Gerry respons dalam bentuk klakson dan teguran. Setelah saluran diganti, Celsea merasa lebih damai dan dapat duduk tenang.

Kali ini, Gerry yang berhasil dibuatnya kesal. "Apa kau sudah gila?!"

Celsea hanya mengangkat kedua bahu dan menarik sudut bibir.

Mobil kemudian membawa dua penumpang itu menuju lokasi yang lebih sepi, tidak ada lalu lalang kendaraan, hanya jejeran rumah yang terlihat tidak berpenghuni. Pemandangan sekelompok anak lelaki yang sedang bermain di taman pinggir jalan membuat kenangan Celsea dalam satu detik saja kembali bangkit, sekalipun sudah dikubur enam tahun lamanya. Celsea pun memejam, berusaha menyatakan pada diri sendiri bahwa inilah kunjungan pertama ke Rolla. Namun, menjadi pengingat yang baik berhasil mengalahkan keegoisan itu.

Ban berbelok, melewati stasiun radio dengan lapangan luas di belakangnya. Celsea melihat itu dan lagi ingatannya bangkit cepat, berhasil merobohkan dinding yang lain. Baru saja dia ingin memperbaiki dinding itu, Gerry menahannya dengan kata-kata yang tidak bisa disangkal otak.

"Lihat lapangan tadi? Kau selalu bermain di sana setiap aku datang mengunjungi Wilson."

Sialan, bisakah berhenti, batin Celsea geram. "Fokus saja menyetir."

"Dan, lihat itu!" Gerry menunjuk rumah bercat abu, di sampingnya terdapat halaman yang dikelilingi pagar. "Mereka masih mempunyai mainannya."

Celsea hanya diam memandang rumah itu. Jika dia bisa menerima, dia ingat dirinya pernah bermain di sana bersama gadis seusia yang adalah anak dari tuan rumah itu. Ayunan merah yang mereka miliki adalah kesukaan dirinya. Tidak bisa disangkal lagi, otak membangkitkan ingatan manis itu yang kini menembus rasa di hati Celsea.

Gerry menceletuk, "Dasar egois, ayunan punya siapa, tapi yang berkuasa siapa."

Celsea mendesah sambil memutar bola mata. "Bisakah diam?"

DenouementTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang