Celsea berlari kencang menuju ambulans, setelah mendengar kabar bahwa Gerry belum benar-benar mengembuskan napas terakhir. Tim medis mengatakan, pria itu dalam kondisi kritis, tapi cukup untuk bicara. Tangis kian deras tatkala hatinya memohon kepada Tuhan untuk memberinya satu kesempatan agar dirinya bisa menjumpai pria itu. Hatinya begitu tersayat ketika lidahnya dalam diam memanjatkan doa-doa itu. Celsea masih tidak percaya. Gerry pasti ada untuknya.
Tiba di pintu ambulans, jantung Celsea semakin berdetak kencang. Tubuhnya sempat mematung melihat sang ibu duduk di dalam sana. Kepalanya menunduk, kedua tangan disatukan, dan mulutnya tidak henti mengucapkan sesuatu bersamaan air mata yang terus mengalir. Celsea menatap langit, sebagai alasan untuk menahan diri juga supaya tangisnya tidak semakin kencang. Bersusah payah dia mengatur napas yang sulit dikontrol sejak tadi. Celsea mulai menaikkan satu kaki sambil memberanikan diri menatap orang yang sedang terbaring di atas ranjang.
"Hai, Celsea."
Tangan Celsea menutup mulut. Mendengar Gerry sempat menyapanya membuat air mata semakin mengalir gila. Lidah Celsea kelu, benar-benar tidak bisa mengucapkan apapun melihat kondisinya. Celsea menganggap Tuhan tidak adil. Hari kemarin, kedua matanya masih dapat melihat dengan jelas bagaimana kondisi Gerry. Apapun rintangan yang mereka lewati, pria itu membabatnya sampai tuntas. Apapun kesakitan yang Gerry dapatkan, dia terima dengan kekuatan. Namun, roda berputar begitu cepat. Detik ini, hari terakhir dari semua kekacauan. Gerry yang kuat di mata Celsea, tidak terlihat lagi.
Pria itu terbaring lemah di atas ranjang. Kepalanya bahkan tidak menoleh untuk menatapnya. Dia hanya menatap langit-langit ambulans, bahkan dengan kedua mata yang hampir menutup. Namun, Celsea tahu, mulutnya dengan menyapa seperti tadi, Gerry ingin membuktikan bahwa dia masih kuat di hadapan gadisnya. Meskipun hatinya tahu, itu adalah kepalsuan.
"Kemarilah."
Celsea mendongak lagi. Sia-sia usahanya menahan air mata untuk tidak mengalir. Tanpa mengucapkan apapun, dia berjalan ke samping Gerry, kemudian duduk berlutut. Celsea menggigit bibir, hatinya bersumpah tidak kuasa melihat ketidakberdayaan Gerry.
"Kau gadis ayah yang baik. Lihat dirimu, waktu berjalan begitu cepat, ya. Aku masih merasa kau adalah Celsea kecil-ku. Celsea kecil yang suka mengadu pada ayahnya ketika sang ibu memarahinya."
Astrid tersenyum dengan bibir gemetar. Mendengar ucapan Gerry semakin meninggalkan sayatan pada hati dan menambah banjir air mata. Kepalanya semakin menunduk, tidak peduli dengan rasa sakit di tengkuk.
"Aku merasa bersalah karena tidak dapat menepati janjiku. Apa putriku mau memaafkan ayahnya?"
Celsea menggenggam kuat tangan Gerry. Mulutnya bermaksud tertawa, tapi yang terjadi hanyalah rengekan. "Aku akan kecewa karena janji itu tidak pernah ditepati."
"Tidak apa ... aku tidak akan meninggalkanmu mati penasaran. Hanya saja ...."
Tangis Celsea semakin deras, genggaman tangannya pada Gerry semakin kuat. Lendir-lendir bening pada hidungnya sudah telak membuat indera penciumannya tersumbat. Celsea menangis tersedu-sedu mendengar napas Gerry yang kian pendek-pendek.
"Ma-maaf ... maafkan ayahmu, Sea ... Aku selalu ... mencintaimu."
Tidak terdengar napas lagi. Astrid semakin menunduk, menutup erat wajah dengan kedua tangan. Celsea menjerit, dengan jeritan terpilu yang pernah sang ibu dengar. Tangan Gerry terus digenggamnya, sesekali digoyangkan berharap pria itu akan bangun. Dada Celsea sangat sesak. Hidungnya sudah kelewat merah. Tidak ada kata-kata yang sanggup diucapkan. Celsea hanya bereaksi untuk mencium kening Gerry, lalu menjatuhkan wajahnya ke ranjang di samping kepala Gerry.
Semua ucapan Celsea pada Axelle, kini hanyalah angin lalu.
Jeritan itu membuat siapapun yang mendengar, begitu tergores hatinya. Spratt menunggu di luar, kepala tertunduk sedikit, matanya berkaca-kaca. Gannon terisak, mendapati anak didik terbaiknya kini tidak dapat dia jumpai lagi. Di samping berdiri Hudson, dia mengusap-usap lembut sebelah pundak Pak Kepala. Mereka, bersama Meghan, menunggu di samping ambulans ketika gadis itu masuk. Mendengar semua yang diucapkan sehingga tenggelamlah mereka dalam balutan duka.

KAMU SEDANG MEMBACA
Denouement
AzioneSuatu pagi, si tetangga bercerita kepada Celsea bahwa dia mempunyai sahabat pena dari Korea. Hal itu membuat Celsea penasaran seperti apa rasanya memiliki sahabat pena sehingga mencobalah dirinya membuat surat untuk seseorang yang didapatkannya dari...