Bab 23

43 29 15
                                    

"Winnetou? Celsea Winnetou?"

Gadis yang dipanggil memutar kepala, menatap pria rambut hitam yang baru saja datang ke ambulans.

"Ya," balasnya lirih.

"Agen khusus Spratt. Boleh aku--"

"Di mana Gerry?" Celsea menyela. "Apa dia baik-baik saja?"

Spratt menahan napas sebentar. "Ya, dia baik-baik saja. Medis sudah menangani luka tembaknya."

"Lalu, di mana dia?" tanya Celsea sekali lagi.

"Bersama orang-orangku, menyidik tablet wanita itu."

Respons gadis itu duduk, denyutan di kepala langsung bereaksi. Dia mengaduh sambil memejam erat.

"Nona, tidak seharus--"

"Tunggu, apa dia bangun? Maksudku, tidak sepertiku berbaring di tempat ini?" Celsea menyela lagi.

Spratt hanya mengatup bibir, mendapati ucapannya yang dipotong terus. "Ya."

Waw. "Maaf, aku harus ke sana."

Celsea menunduk saat melangkahi Spratt, turun dari ambulans dengan tangan memegang pinggiran pintu agar tidak sempoyongan. Dia ingin berlari kecil, tapi kedua kaki masih terasa lemas akibat tendangan wanita sialan itu. Alhasil, dia berjalan pelan saja. Sejujurnya, Celsea membutuhkan tongkat. Jambakan wanita itu benar-benar membekas erat di kepalanya. Sampai ketika langkahnya oleng dan hampir terjatuh, seseorang berhasil menahan. Celsea mendongak, memandang wajah Spratt yang cemas.

"Ah, terima kasih," balas Celsea diikuti senyum.

Spratt hanya tersenyum. Gadis nekat, seperti ayahnya.

Dia membawa Celsea kembali ke garasi, melewati riuhnya orang-orang penting yang sedang bertugas. Polisi berjalan ke sana kemari, percakapan yang terdengar samar saking riuhnya, dan pemandangan di mana orang berpakaian hazmat sedang 'bermain-main' dengan tumpukan mayat. Sampai ketika Celsea menoleh ke samping, pandangannya bertemu dengan sorot tajam wanita pemilik rambut merah. Dia terus menatapnya, meski wanita rambut coklat di depan sedang berbicara padanya.

"Itu dia." Suara Spratt mengalihkan kesadaran Celsea.

Senyum gadis itu mengembang, segera saja dia melepaskan diri dari papahan Spratt. "Gerry!"

Kedua mata Gerry membulat. Orang-orang di sekitarnya menatap gadis yang tengah berlari, dengan wajah kebingungan. Hudson menatap kedatangan gadis itu, tahu ke mana arahnya dia dengan cekatan mengulur tangan. Namun, gadis itu sudah lompat memeluk pria yang berambut sama dengannya. Alhasil, kejadian yang akan dirinya tahan pun gagal; mencegah gadis itu untuk tidak menjatuhkan kepalanya di bahu kanan si pria. Dan, Gerry pun berteriak kaget.

Celsea langsung melepas pelukan. "Apa?!"

"Jangan menyentuh bahu ini dong." Gerry menunjuk lukanya.

"Oh, astaga, maaf." Celsea nyengir kuda.

Gerry mengulur tangan ke kepala gadis itu, tapi segera menyadari apa yang sudah dilaluinya. "Bagaimana dengan kepalamu? Teriakanmu benar-benar mengejutkan."

"Masih berdenyut. Entah apa yang dilakukan wanita itu sampai sebegininya." Celsea berdecak. "Oh, katanya kau sedang menyidik tablet wanita itu ... siapa? Imelda?"

"Ya, kami sedang melacak sesuatu dari siaran langsungnya," jawab Gerry sambil menatap benda berharga tersebut.

Celsea menatap tablet di meja belakang Gerry. Benda itu sedang bersanding dengan benda elektronik lain seperti laptop, ponsel, bahkan kabel yang berwarna-warni. Tidak seperti sebelumnya, kini layar tablet itu hitam; menandakan siaran langsung yang dimaksud berakhir. Celsea menebak, pasti berakhir di saat penyergapan terjadi.

DenouementTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang