Bab 25

49 27 59
                                    

"Bangun, Putri Tidur!"

Gebrakan yang mendarat di meja, mau tidak mau Celsea mengangkat kepala. Dengan pandangan masih setengah kabur dan energi dalam perjalanan berkumpul, Celsea mengingat kembali kenapa dirinya berada di dalam garasi tua bersama orang banyak. Sedetik kemudian otaknya ingat, alasan dia berada di tempat ini karena masa-masa sulit yang terus mengejar. Kalau boleh, Celsea ingin menangis menerima kenyataan, yang mana dia harap tidur tadi adalah akhir dari semua mimpi buruknya.

"Kukira aku di kamar, ternyata masih di tempat terkutuk ini," gumam Celsea.

Gerry--siapa lagi kalau bukan dia yang mengusik gadis itu--mendengar gumamannya. "Rindu rumah? Satu langkah lagi kita bisa pulang."

Kita? Celsea mengangkat sebelah alis. Benar, mungkin kata itu akan berlaku setelah semua ini selesai. Gerry akan hadir kembali ke kehidupan Celsea, mengulang semua rencana yang hancur karena kesialan ini. Celsea mengembus, hatinya masih merasa hal dia akan pulang bersama Gerry bertemu sang ibu dan adik adalah bayangan. Namun, tidak ada yang tidak mungkin. Jika enam tahun adalah waktu yang sudah ditentukan, bisa jadi kesempatan itu terjadi. Hanya saja, mereka harus melalui semua ini untuk mewujudkannya.

Namun, bagaimana jika yang dimaksud adalah kita pulang ke rumah masing-masing.

"Basuh dulu mukamu," suruh Gerry. "Kusut begitu."

Celsea yang merem-melek, mendengar hal itu bagai sengatan. "Kusut?!"

"Berisik! Jangan teriak-teriak, banyak orang." Gerry mengangkat telunjuk di depan bibir.

Sudah diganggu tidurnya, dikatai pula, Celsea benar-benar kesal. Akhirnya, dia beranjak bangun dan pergi dari lingkungan tempatnya tidur. Namun, di tengah perjalanan dia bertanya-tanya ke mana dirinya harus membasuh muka. Seingatnya, di garasi tua ini tidak ada air. Kalau adapun, sudah pasti air kotor atau paling tidak sedikit air minum.

Saat melangkah, Celsea tidak sengaja melihat tangki air di garasi belah lain. Segera saja dia berlari--melihat jaraknya cukup jauh dari garasi utama atau tempat kejadian perkara--sambil berharap ada air bersih di dalamnya. Celsea berhenti dua meter dari tangki ketika melihat tangkinya tertutup. Tiba-tiba saja ragu dan paranoid berlebihan menyerangnya.

Namun, mengingat waktu sudah berjalan cukup lama, Celsea lanjut melangkah saja dan mulai membuka tutupnya.

Kembali ke garasi utama, jantung terasa berhenti berdetak ketika Celsea tidak melihat sosok orang yang dikenalnya. Mereka seperti meninggalkan dirinya di saat pergi membasuh muka. Celsea pun berinisiatif pergi ke tempat Meghan menginterogasi Imelda, tapi tetap tidak menemukan mereka. Merasa lelah, mendadak juga merasa seperti bocah yang kehilangan, Celsea memilih duduk di tempat sebelumnya dia tidur. Dia pun melipat kedua tangan di meja dan menjatuhkan kepala ke dalamnya.

"Hai."

"Eh!" Celsea langsung mengangkat kepala, memasang tampang kaget. Tubuhnya lebih rileks melihat Hudson duduk di hadapan. "Datang juga."

"Apa?" Hudson mengernyit.

Celsea sedikit tersentak. "Eh, tidak. Di mana Gerry?"

Pertanyaan sama ketika Spratt mengunjunginya di ambulans.

"Ada, sedang sibuk," jawab Hudson seadanya.

Celsea mengangguk pelan. Detik-detik berlalu hening, hingga pertanyaan melontar dari mulut. "Boleh kubertanya?"

Tampang Hudson sedikit berseri. "Tentu saja."

"Aku tidak ingat Gerry dulu kerja apa karena yang kutahu dia hanyalah tukang kurir. Namun, melihat bagaimana dia melawan orang-orang yang mengejar kami, aku jadi penasaran. Apakah tukang kurir dilatih seperti itu?" tanya Celsea.

DenouementTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang