Quirin menatap Astrid begitu tajam. Emosinya yang meledak-ledak tengah berusaha dia tahan. Beruntunglah wanita itu karena Quirin masih bisa menahan emosi, kalau tidak nyawanya sudah melayang 10 menit lalu (bergantung di tali karena boks yang sudah ditendang ke sembarang arah -red).
Tidak seperti sebelumnya, mulut Astrid kini disumpal kain meskipun dia tidak banyak bicara. Bahkan Quirin mengencangkan tali yang melingkar di lehernya. Dia tidak berhenti memandang Astrid seolah tengah meneliti bagian tubuh mana yang akan dipotong dan diberikan kepada anjing kelaparan.
Suara pintu terbuka terdengar, seseorang bercakap setelahnya. "Tuan, pelapormu ada di bawah."
Quirin mendengus, pandangannya beralih ke seorang wanita di pojok ruangan. "Jaga dia."
"Tentu saja," balasnya dengan suara rendah.
Quirin keluar dari ruangan, berjalan menyusuri lorong pendek yang berakhir di lift ujung lorong. Seseorang yang tadi mendatanginya pun mengantar sang tuan ke lantai dasar. Pintu lift terbuka, disambut ruang utama yang besar dan mewah. Mereka kemudian berjalan menyeberangi ruang utama, melewati dua tangga berlawanan sisi dan pintu depan menuju sebuah ruangan yang ditutupi tirai ungu pada pintu masuknya. Si pengantar menyibak tirai, mengejutkan dua orang pria yang tengah berdiri di dalam.
"Parker, Brody," sapa Quirin, lalu mengangguk pada Monroe. "Terima kasih."
Monroe, kepala pelayan yang mengantar tadi, sedikit membungkuk sebelum meninggalkan ruangan. Ketika sosoknya hilang di balik tirai, Quirin mempersilakan kedua pelapor untuk duduk sambil berjalan ke sofa beludru dengan punggung tinggi. Dia menatap kedua pelapor yang masih menunggu kesiapannya untuk mendengarkan, sambil berharap bukan kabar buruk yang didengar.
"Tuan." Pria bernama Brody angkat bicara. "Kami mendapat kabar dari Monitor bahwa tablet Imelda berhasil diambil alih FBI. Hal itu berarti, mereka tahu di mana kita berada berikut sanderanya."
Quirin berdecak. "Keberadaan kita sudah pasti diketahui, mereka ini punya informasi mengenaiku. Masalahnya adalah kedua sandera."
"Selain itu, kedua incaran Tuan juga sudah dilindungi. Ada kemungkinan FBI mulai mengendus Kepolisian Branson dan Rolla karena kesaksian Gerry," lanjut Brody.
"Jadi, apa Tuan ingin berbuat sesuatu untuk Liora dan Henry?" tanya Parker.
"Apa tidak terlalu mendesak?" Quirin balas bertanya.
"Rasanya tidak, kita masih punya waktu 20 menit lagi," jawab Parker.
Quirin tampak menimbang-nimbang. "Kalau begitu, hubungi saja mereka dan biar mereka yang buat keputusan ingin bagaimana."
"Baiklah," sahut Parker.
"Aku ingin kalian menghubungi rumah, katakan pada Hansel untuk menjauhi Axelle dari Sammy. Aku tidak mau terjadi kalau Axelle sampai melindungi bocah itu. Jauhkan Sammy dari FBI, jangan sampai mereka mendapatkannya sebelum aku melihat surat itu," pinta Quirin.
"Baik, Tuan," sahut Brody.
"Bagaimana keadaan di garasi?" tanya Quirin. Dia melewatkan bagian pentingnya.
"Sama seperti di hotel dan di jalanan, kacau. Mereka juga sudah mengirim HRT," balas Brody.
Quirin terbelalak. "HRT?" Brody diikuti Parker mengangguk membalasnya. "Rupanya mereka tidak main-main menangani hal ini! Aku ingin semua penjaga bersiap, gunakan persenjataan mereka. Dan kembali ke pertama, cepat hubungi rumah!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Denouement
AksiSuatu pagi, si tetangga bercerita kepada Celsea bahwa dia mempunyai sahabat pena dari Korea. Hal itu membuat Celsea penasaran seperti apa rasanya memiliki sahabat pena sehingga mencobalah dirinya membuat surat untuk seseorang yang didapatkannya dari...