©perempuansayang
"Heejin?"
Jeon Heejin - gadis cantik bersurai panjang yang tengah duduk pada kursi besi dari halte di depan sekolah menunggu jemputan tersebut lantas mendonggak begitu mendengar namanya dipanggil oleh seseorang.
Didapatinya sosok pemuda berwajah semanis madu yang entah sejak kapan sudah berjalan mendekat ke arahnya.
Itu Na Jaemin. Tentu saja. Heejin belum tahu siapa lagi selain sosok pemuda itu di sekolah barunya yang hidup dengan wajah hampir mengalahkan manis dari madu lebah hutan belantara.
Heejin cemberut, langsung membuang muka. Tindakan yang berhasil membuat Jaemin sedikit gelagapan dan segera ikut duduk di sampingnya.
Entahlah, tapi mungkin Jaemin sendiri memang ada kesadaran bahwa Heejin pasti merasa tidak terima atas dirinya yang tiba-tiba menghilang sepanjang jam pelajaran terakhir, tepat setelah berjanji akan menemani Heejin sebagai seorang teman bangku yang baik.
Heejin menatap Jaemin dengan sorot marah.
Dalam pikiran Heejin dirinya pasti merasa sudah cukup memberi sinyal peringatan bahwa dia bukan seorang pribadi yang membenarkan tindakan bolos terlebih tanpa pamit atau berbagi informasi apapun.
Begitu berbanding terbalik dengan isi pikiran Na Jaemin yang merasa sesak nafas karena tidak sanggup menahan rasa gemas atas raut menggemaskan yang ditampilkan Heejin kepadanya sore ini.
Pemuda dengan jaket jeans itu terkekeh.
Heejin melipat tangan di depan dada, dari bagaimana Jaemin santai saja tak ikut pusing menunggu jemputan di halte seperti dirinya dan beberapa teman sekelas tadi, Heejin yakin Jaemin punya kendaraan sendiri.
"Kok belum balik?"
"Udah mau malam loh ini," ujar Jaemin.
Heejin dengan raut yang masih cemberut lantas beralih kepada Jaemin.
"Kamu tadi kemana sih.. ditanyain Bu Guru tau," Bukannya menjawab, Heejin malah balik bertanya.
Jaemin tertawa kecil, menampilkan raut yang begitu enak dipandang mata saking manisnya.
Namun sayang sekali karena Heejin kali ini kebal sehingga tidak begitu tertarik.
Selain karena kesal Jaemin tiba-tiba menghilang membiarkan dia duduk sendirian selama jam terakhir, Heejin juga sedang sangat marah karena orang utusan sang Ayah yang selalu diberi tugas untuk menjemput dirinya tidak kunjung mengangkat telfon atau membalas pesannya.
"Aku tadi ke belakang sekolah bantuin tukang kebun," jawab Jaemin sambil menunjukkan kedua telapak tangannya yang punya beberapa goresan-goresan tipis nan kecil sekali.
Heejin menatapnya penuh selidik.
"Bohong!" sentak Heejin setelah beberapa saat.
Jaemin menggaruk kecil tengkuknya kemudian kembali tertawa.
"Hehe ketahuan yah?"
"Tadi ngantuk banget, makanya kabur ke Uks,"
"Maaf yah, cantik," balas Jaemin.