Umur sembilan tahun, Nayara pernah mengalami kecelakaan. Ingatannya terbatas di sana. Saat mobil yang dia naiki bersama seorang pria paruh baya oleng dan hampir menabrak mobil lainnya.
Ketika mobilnya mulai bergerak tidak terarah dan akhirnya berhenti dalam posisi terbalik, kegelapan mulai menyelimutinya. Semua tangisan, ketakutan dan rasa sakit terhenti.
Lalu saat Nayara membuka mata, hanya seorang wanita dewasa yang dia sadari adalah ibunya sedang menungguinya.
Nayara sadar, pria yang bersamanya ketika dia mengalami kecelakaan adalah ayahnya. Tetapi berapa kali pun dia bertanya tentang kondisi dan keberadaan ayahnya, dia tidak pernah mendapat jawaban.
Nayara tidak ingat apapun sebelum kecelakaan itu.
Dan dia mulai mengetahui kemampuannya menjeda waktu. Kemampuan yang dia anggap sebagai kutukan karena masih hidup setelah maut hampir menjemput. Kemampuan yang membuatnya mengetahui kebohongan-kebohongan yang dilakukan orang di sekitarnya.
Nayara dididik untuk mandiri. Sejak saat itu, dia menghabiskan waktu hanya pada hal yang berguna. Dia selalu unggul di semua bidang. Lingkungan membuatnya harus cerdas dalam akademik, dan gemilang dalam non-akademik.
Dia juga seorang editor naskah dan gambar. Banyak orang yang menggunakan jasanya. Dia mendapat penghasilan yang cukup untuk kebutuhannya.
Pengetahuan yang membuatnya sadar maksud dari perkataan Liam.
Nayara mendudukkan diri di kursi belajarnya. Handuk kecil dia gunakan untuk mengeringkan rambut.
Bau kacang almond gosong.
Aroma itu identik dengan sianida.
Ketika seseorang mengonsumsi sianida dalam jumlah yang besar, maka bau kacang almond gosong akan menguar dari tubuhnya. Dari apa yang Nayara pernah baca, sianida masuk ke dalam tubuh dan menghentikan sel menggunakan oksigen.
Racun itu menyerang jantung, sistem pernafasan dan sistem saraf pusat.
"Reaksinya kejang-kejang, mulut mengeluarkan busa, kesulitan bernapas, bibir dan wajah yang membiru." Nayara mengetukkan jari di meja, berpikir. "Semua ada di Tenri."
Cewek itu terus mengetukkan jari. "Umumnya, manusia yang bunuh diri bakal milih racun tergampang yang bisa mereka jangkau. Tapi sianida gak bisa dibeli dan digunakan sembarang orang."
Keningnya mulai berkerut bingung, mencoba menyatukan semua yang dia ketahui. Sampai Nayara tidak sadar jam menunjukkan angka tiga pagi.
•••
"Liam, next time lagi ya!"
"Yo'i," balas Liam kepada salah satu teman tim basketnya. Dia memasukkan baju olahraganya panjangnya lalu mengambil satu botol air mineral.
Orang bilang, Liam adalah pusatnya SMA Bumi Khatulistiwa. Dia bergabung di semua ekskul olahraga di sana. Walau tidak menjadi kapten, dia ikut memberi banyak piala pada sekolah karena kinerjanya yang menabjubkan.
Minus kelakuannya yang absurd dan gayanya yang tidak suka disentuh, banyak orang yang menyukainya.
Liam melangkah menuju kelas sambil meminum air. Senyum kecil terukir di bibir mengingat Nayara. "Ah, gue mau ke kelasnya, deh," gumamnya.
Secara tidak sengaja, mata Liam melirik ke pintu ruangan Klub Musik. Pintunya sedikit terbuka. Dari situ Liam bisa melihat piano berukuran raksasa berwarna hitam.
Liam melanjutkan langkah, tapi kembali lagi ke depan pintu ruangan itu. Dia memegang kenop pintu, mendorongnya pelan. Suasananya sepi. Semua terlihat normal sebelum dia mendongakkan kepala.
"Gila!"
Liam melempar botol minumannya asal saat melihat seorang cewek tergantung di atas langit-langit. Tali besar membelit lehernya. Matanya terbuka lebar dan wajahnya terlihat merah keunguan.
Buru-buru Liam memegang kedua kaki cewek itu dan mengangkatnya supaya tidak tergantung lagi. Dia menggumam, "Jangan mati. Jangan mati."
Baru lima detik, dia kembali melepas pegangannya. Liam melangkah mundur. Kepalanya terasa sedikit sakit.
Potongan ingatan cewek itu masuk ke dalam kepalanya. Dia bisa melihat saat-saat sebelum cewek itu tergantung di langit-langit.
Liam mengedarkan pandangan gusar. Dia mengerang frustasi, tidak ada yang bisa dia mintai bantuan. "Arrggh!"
Dengan seluruh keberanian yang tersisa, Liam berlari dan mengambil satu kursi terdekat. Dia menaiki kursi, satu tangannya mengangkat tubuh cewek itu, satunya lagi untuk memeriksa denyut nadi di lehernya.
Liam hampir terjatuh saat tidak merasakan denyut nadinya. Dia berusaha menurunkan cewek itu, tapi kesulitan karena tinggi langit-langitnya melebihi tinggi tubuh Liam.
Akhirnya, dia melepaskan pegangannya dan turun dari kursi. Berbagai perasaan menghampirinya. Dia mengusap rambutnya kasar.
Ada dua masa dimana Liam tidak bisa melihat ingatan orang.
Satu, ketika Nayara berada dalam jarak pandangannya.
Dua, ketika orang itu sudah mati.
Awalnya Liam bisa melihat kepingan ingatan milik cewek itu —yang menandakan bahwa dia masih hidup. Awalnya Liam bisa menyelamatkan cewek itu. Tapi refleksnya melepas pegangannya membuat satu nyawa melayang.
Liam merasa seperti orang bodoh.
Dia mengambil ponsel dari saku celana dan mengirim pesan pada Felix.
Bro, I need your help. Tolong ke ruang Klub Musik dan panggilin satu guru. Sekarang.
Setidaknya hanya dia yang melihat kejadian ini. Jadi, seisi sekolah tidak perlu gempar karena satu kasus mengerikan lagi.
Liam membalikkan tubuhnya ke arah pintu, dan saat itulah matanya membola.
"Aya?"
∆∆∆
Algriff Spinx.
KAMU SEDANG MEMBACA
Just For a Moment (REVISI)
Mystery / Thriller"Karena sikap lamban lo, tiga orang itu mati." "Apa?" "Lo istimewa, Na, sama seperti yang dibilang partner gue. Lo bahkan jadi alasan kenapa dia membunuh tiga orang itu." "Maksudnya?" "Lo pikir kenapa semua korban berada di kelas yang sama dengan lo...